24. Enggan Bertemu

132 22 6
                                    

Soza menatap sendu punggung pria yang mulai hilang di ujung jalan. Dia mengusap pelipisnya saat teringat ucapan Arega sebelum pergi.

"Nggak usah kerja dulu. Aku nggak mau ketemu kamu."

Soza menyadari pria itu akan menggunakan aku-kamu jika dalam mode serius.

Dia menghela nafas. Rasa bersalah menghantuinya... tetapi ada suatu hal yang lebih berpengaruh jika Soza tidak bekerja--misi balas dendamnya untuk sang ayah akan berantakkan.

Sejujurnya Soza mulai lelah dengan kehidupannya sendiri. Apa dia harus ikhlas menerima kematian ibunya? Tentu saja tidak, Soza ingin pria gila itu merasakan hidup di ambang kematian.

Dia melangkah pelan, memasuki rumah dengan sejuta kenangan itu.

Soza menghirup nafasnya dalam, aroma yang begitu menenangkan menerobos hidungnya. Beberapa hari ini dirinya berhasil menemukan parfum yang biasa digunakan ibunya sesaat masih hidup, Soza sengaja memasukkan parfum itu ke penyemprot ruangan otomatis.

Setidaknya dengan cara ini, Soza bisa merasakan kehadiran ibunya.

***

"Kenapa?"

Arega berjalan tegap menghampiri ayahnya yang terakhir kali menginjakkan kaki lima tahun silam di rumahnya. Damato diam, netra hitamnya menelisik rinci segala sudut. Momen-momen indah kembali terbayangkan olehnya.

"Kenapa Ayah di sini?" Arega kembali bertanya, intonasinya rendah.

"Memangnya kenapa?"

Arega tidak menjawab. Sebenarnya ada pertanyaan yang lebih penting yang harus ditanyakannya.

Arega berdehem. "Untuk apa menyuruh Soza mendekatiku?"

Gerakan Damato yang sedari tadi menelusuri rumah terhenti, ia menatap anak semata wayangnya, cukup terkejut.

"Apa salahnya?" Damato balik bertanya. Membuat Arega menggeram.

Apa salahnya? Tentu sangat salah. Perasaannya dipermainkan, saat beberapa hari ini Arega yakin dengan hatinya justru kenyataan di baliknya meremukkan semua. Dia belum pernah menyayangi seorang perempuan setulus ini setelah ibunya.

"Lagian jika Soza benar-benar menyukaimu dia akan balik mengejar." Damato menjawab ringan. "Beda cerita kalo dia hanya menyukai uangmu."

"Soza tidak begitu!" Arega berseru, matanya mulai memanas. Pembicaraan baku ini berhasil membuat ubun-ubunnya terbakar emosi.

"Sudahlah, tidak perlu emosi." Pria parubaya itu pergi melewati Arega. Namun langkahnya terhenti sejenak.

"Selesaikan sendiri masalah hatimu. Jangan sampai ayah yang turun tangan menikahkan kalian."

Selanjutnya pria itu menghilang di balik megahnya pintu rumah yang menjulang tinggi.

Arega mengusap wajahnya gusar. Untuk saat ini dia membutuhkan petuah managernya.

Terhitung 15 menit dia menginjakkan kaki di rumah itu, Arega kembali keluar. Dia melajukan mobilnya di atas rata-rata, membelah kepungan kuda besi di sore hari yang mulai dilahap gulita.

Tak butuh waktu lama. Arega sampai di club miliknya sedikit ragu untuk masuk ke dalam. Boleh jadi Daffa tidak ada di sana, apalagi semenjak istrinya melahirkan managernya itu telah mengambil cuti panjang.

Mencuri Hatimu! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang