Pada dasarnya, Hening sangat menyukai kata 'kebetulan'. Terlalu sering ditimpa sial, ia sampai sangat mengharapkan 'kebetulan' datang untuk menyelamatkan. Tapi, tidak semua 'kebetulan' adalah hal baik, ia baru menyadari saat berada pada situasi seperti sekarang. Kebetulan kedua kali bertemu dengan sosok yang sangat ia benci sejak di bangku SMA, Nila Kamala. Wanita itu menggunakan dress panjang berwarna ungu terang, bertabrakan dengan warna rambutnya yang merah bergelombang.
"Memangnya saya nggak boleh ada di sini?" Hening mencoba menanggapi dengan sopan, tersenyum semampu yang ia bisa.
"Aunty!" seru seorang anak kecil yang menatap Hening dengan senyum bahagia, seperti melihat ibunya yang kedua.
Nila hendak menyambar tapi urung karena datang sosok laki-laki berbadan besar yang sedang menggendong anak kecil yang baru saja menyapa Hening. Gadis itu yakin betul jika anak laki-laki dalam gendongan adalah Enzi, anak Nila. Hening pun melempar senyum ramah dikhususkan untuk Enzi.
"Eh, sayang." Nila mencium kedua pipi Enzi penuh kasih sayang, dan melakukan hal yang serupa pada pria yang baru saja datang menghampiri.
"Siapa? Teman Mami?" tanya pria itu, Nila dengan angkuh bergelayut pada lengan suaminya sembari mengangguk malas dan memutar bola matanya jengah.
Rasanya Hening ingin sekali segera pergi dari sana. Sebuah uluran tangan tertuju padanya, suami Nila dengan senyum sombong terpatri sembari menegapkan tubuhnya mengajak Hening untuk bersalaman.
"Saya Danar Caraka Bimantara." Tampaknya Nila memang mendapatkan suami yang cocok dengannya, penampilan mereka berdua sangat mencolok. Danar mengenakan jas berwarna ungu yang senada dengan istrinya. Tapi disaat Hening dengan malas hendak menjabat tangannya, tiba-tiba Raga datang dan menyambar uluran tangan itu, menggantikan Hening.
"Pacar saya, Hening Merona," ujar Raga dengan tegas lalu menyudahi jabatan tangan mereka.
Kekehan pelan yang terdengar meremehkan dari mulut Danar menjadi atensi Hening sekarang, gadis itu menatap Danar tidak suka. Sedangkan Nila sedikit terkejut mendapati fakta itu.
"Pacarmu?" Danar bertanya kepada Raga, lalu menatap Hening dengan senyuman lebar yang terlihat mengesalkan. "Wah, Raga, saya kira kamu bakal betah menjomlo sampai mati? Berubah pikiran?"
Enzi dengan polosnya berkedip pelan menahan kantuk sembari menyesap ibu jarinya.
Nila menahan tawanya saat Danar berkata demikian, Hening yang melihat itu pun tersinggung, merasa tidak terima akan sikap keduanya yang mengeluarkan kalimat tidak pantas meski hanya gurauan.
Raga tetap terlihat tenang, lalu menggenggam tangan Hening. Perlahan senyumnya pun ikut mengembang, tidak terlihat dipaksakan tapi juga sedikit mengerikan. Pria itu menoleh ke arah Hening yang memasang tampang kesal sambil menatap Nila.
"Sayang, ini sepupuku yang waktu itu aku ceritakan, namanya Danar. Lalu ini Nila, istri Danar." Dengan lembut Raga berujar, mengenalkan keduanya. Kuasa pria itu pun beralih ke pinggang Hening dengan posesif. Hening terlihat tidak keberatan sama sekali, malah gadis itu tambah menempelkan tubuhnya pada Raga dengan manja, memang berniat menunjukkan sesuatu kepada Nila. Raga yang menjadi sasaran sedikit merasakan tingkah Hening yang berbeda.
"Oh, iya, salam kenal Mas, Mbak," ujar Hening singkat dengan menarik senyum.
Danar mengeluarkan sisir kecil berwarna hitam dari kantung celananya, dengan gerakan perlahan menyisir surainya, tampak narsis. "Kalian bertemu di mana? Hotel? Bintang lima tidak?" Pertanyaan ejekan tidak berbobot dilayangkan Danar sebagai genderang perang.
"Paling ketemu di jalan, terus ceweknya yang minta di angkut," celetuk Nila sambil menutup mulutnya dengan tangan kanan, lalu perlahan menatap ke arah lain sambil menahan senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mitambuh
Romance[TAMAT] Hening Merona setuju pacaran pura-pura dengan Raga Tatkala Juang karena lelaki itu konon mampu menghilangkan kutukan yang menempel pada dirinya. Tidak hanya Hening yang punya kepentingan pribadi, Raga pun sama. Hubungan baru yang semula Heni...