[TAMAT] Hening Merona setuju pacaran pura-pura dengan Raga Tatkala Juang karena lelaki itu konon mampu menghilangkan kutukan yang menempel pada dirinya. Tidak hanya Hening yang punya kepentingan pribadi, Raga pun sama. Hubungan baru yang semula Heni...
Kucing hitam pembawa sial, lain kali kalau ketemu lagi Hening pasti akan menjewer kuping hewan itu! Niatan awalnya begitu, tapi ujung-ujungnya pasti dielus sambil bicara baik-baik juga, pesona kucing memang tiada dua, mudah meluluhkan hati seseorang. Beruntung Raga sedang mode baik hari ini, jadi Hening tidak mendapat teguran hingga harus bertengkar lagi, malah pria itu sangat perhatian tidak memperbolehkan Hening untuk membereskan kekacauan yang dibuatnya sendiri.
Pria itu pun buru-buru menaruh 4 ikannya ke dalam akuarium berbeda untuk sementara, yang dibantu oleh Hening. Sekarang, tidak ada kilatan emosi seperti di awal. Lalu, keadaan di sana pun kembali terkendali karena Raga enggan memperbesar masalah, toh anak-anaknya masih bisa selamat. Kejadian siang itu pun langsung teralihkan karena Raga dan Hening harus segera pergi ke luar untuk tanda tangan,klien baru mengabari hari itu juga jadi keduanya langsung saja berangkat ke sebuah gedung kantor tempat para pihak berjanjian.
"Mas kenapa?" Di dalam mobil seusai tanda tangan wajah Raga tampak pucat. Hening yang menyadari pun memberikan botol air mineral karena pria itu terbatuk-batuk dan merasa ada yang tidak beres padahal saat berangkat Raga sangat sehat dan bugar.
Raga menggeleng pelan sambil bersandar, mobil telah melaju untuk kembali ke rumah. "Tolong ... ambilkan inhaler di situ ...." Pria itu menunjuk pemisah antara bangku supir dan bangku sampingnya, ada tempat penyimpanan di sana.
Hening mengangguk dan langsung sigap mencari alat yang dimaksud, raut wajah khawatir setelah memberikan inhaler itu tampak jelas pada paras Hening. Dia memperhatikan Raga yang kesulitan untuk bernapas, saat sampai di rumah, ia akan menanyakannya nanti. Apa yang terjadi di dalam saat tanda tangan tadi? Seingat Hening semuanya berjalan lancar-lancar saja seperti biasanya, tidak ada yang mencurigakan.
Apakah dia melewatkan sesuatu?
***
"Alergi kacang?" tanya Hening memastikan jika dia tidak salah dengar. Gadis itu menatap dokter laki-laki yang sedang memasukkan peralatannya kembali ke dalam tas.
Namanya Jordan, kawan Raga sejak kuliah sekaligus dokter yang selalu menangani kejadian hal seperti ini. Pria dengan kumis tipis dan mata yang sipit beserta kulitnya yang putih itu dipastikan mampu memikat siapa pun yang melihatnya, siapa yang bisa menolak pesona sosok dokter berjas putih itu? Tentu saja Hening, gadis itu sama sekali tidak tertarik meski pria itu beberapa kali menggodanya.
"Iya, kamu pacarnya kan? Masa tidak tahu," ujar Jordan sambil mengernyitkan kening.
Hening bergeming, mengingat hal janggal yang terlewat saat tanda tangan tadi. Seketika matanya terbelalak perlahan membalas tatapan aneh Jordan. "Saya tahu! Mas Raga tadi makan bakpia ... bukannya tadi rasa cokelat ya? Masa iya salah makan sampai habis satu buah."
Jordan menggeleng tidak habis pikir melihat tingkah sejoli yang menurutnya kelewat aneh, karena Raga sebelumnya tidak pernah membicarakan soal hal ini, memang sih keduanya sudah jarang bertemu dan hanya berjumpa jika saat genting seperti sekarang. Makanya tadi saat menerima telepon dari Raga dan terdengar suara seorang gadis, dia sangatlah terkejut. Mengingat Raga bukan tipe laki-laki yang suka bergaul dengan lawan jenis. Ternyata gadis itu, Hening, adalah kekasih Raga. Fakta yang tambah mengejutkan saja.
"Kamu nggak perlu khawatir, kalau Raga sampai meninggal, masih ada saya kok, Ning, yang siap—aduh!" Pinggang Jordan dipukul oleh tangan yang mengepal dari samping, ternyata itu kuasa Raga yang sudah sadar dari tidurnya. Selang infus sampai bergoyang karena pukulan itu.
"Mending sampeyan (Anda) pulang sekarang," ujar Raga kepada Jordan lalu melirik Hening yang menatapnya tampak senang, "bantu saya duduk, Ning."
Hening yang tadinya berhadapan dengan Jordan kini beralih mendekat ke Raga, membantu pria itu untuk duduk. Jordan pun terkekeh melihat sikap posesif Raga diikuti beberapa anggukan kecil.
"Habis manis, sepah dibuang. Lo cuma manfaatin gue doang, Ga, parah," tanggap Jordan dengan kasual lalu beralih menatap Hening, "tuh Ning, Mas Pacarmu sudah baikan kan? Kalau ada saya, semua pasti teratasi, tenang saja," ujar Jordan menyombongkan diri sambil menaik turunkan alis.
"Mas nggak mau tiduran aja? Yakin sudah nggak apa-apa? Wajahnya masih pucat tapi," tanya Hening memastikan, atensinya hanya fokus kepada Raga sambil duduk di sisi ranjang.
Jordan yang merasa jadi nyamuk di sana pun memilih untuk undur diri, sepertinya sudah cukup menggoda keduanya, saatnya dia kembali ke habitatnya lagi.
***
"Kamu tidak pulang? Biar saya hubungi supir ...." Raga hendak meraih gawainya di meja samping ranjang, tapi Hening yang sedari tadi duduk sambil memperhatikan pria itu menyahut gawai tanpa menerima selaan dan menaruh benda itu di tempat lebih jauh, pada atas lemari berukuran sedang dekat sofa di kamar Raga.
"Nggak perlu, lagian aku berniat menginap di sini," tanggap Hening santai sambil berjalan kembali mendekat, "mending sekarang Mas istirahat aja, nggak perlu mikirin aku, Ning gampang."
Raga mengerjap, pria itu tidak salah dengar kan?
Melihat tatapan Raga yang meminta penjelasan, lantas Hening buka suara. "Aku sebagai asisten merasa udah lalai dari tugas, coba tadi pas tanda tangan langsung aku cegah buat makan, pasti Mas nggak bakal kayak gini," ucap Hening dengan serius, "harusnya tadi aku makan bakpianya juga pas ditawarin ... pokoknya, aku mau ngerawat Mas sampai sembuh, oke? Boleh kan? Boleh, dong." Panjang lebar Hening berujar, jika dipikir-pikir, dia bisa sangat cerewet ketika bersama Raga. Padahal saat bersama Rita dia belum bisa begitu terbuka dan kebanyakan jadi penyimak saja.
Pembelaan Raga soal kejadian memakan bakpia kacang hijau itu karena dia merasa tidak enak kalau harus menolak makanan dari kliennya yang sudah lanjut usia, mereka terlihat tulus menyuguhkan makanan. Bakpia itu ada yang rasa cokelat dan kacang hijau, padahal sudah berhati-hati tapi Raga ternyata salah mengambil karena dicampur, beruntung sudah mau pulang jadi hanya sekadar berbasa-basi dan mengunyahnya sampai habis dengan sekuat tenaga yang ia miliki.
"Yakin? Mumpung masih jam segini ...," Raga melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 7 malam.
"Yakin. Toh besok hari libur. Sudah Mas istirahat saja." Sudah dari siang Hening merawat Raga, menyuapi pria itu, membasuh peluhnya sampai bolak-balik mengambil air. Hening melakukan itu semua dengan tulus, lagi pula tidak pernah sebelumnya dia melihat versi Raga yang selemah itu.
"Iya, iya terserah kamu." Raga tidak ingin ambil pusing, memang tubuhnya masih terasa lemas. Alergi kacang-kacangan sungguh menyiksa dirinya. Dia pun kembali menidurkan tubuhnya, selang infus sudah dilepas jadi dia bisa lebih leluasa.
Hening pun berdiri. "Aku numpang mandi ya Mas, badanku lengket banget." Belum lagi aroma badannya yang sudah tidak sedap karena keringat, pendingin ruangan sengaja tidak dinyalakan karena Raga jadi lebih sensitif jika sedang kumat alerginya.
Raga mengangguk. "Ganti pakai kaos saya saja."
"Hah? Aku pakai baju ini lagi aja nggak apa-apa," tolak Hening.
"Ambil di lemari, Ning." Raga menoleh, tatapan mengerikan yang membuat Hening meneguk ludahnya dengan susah payah. Pria itu sedikit jengkel karena dari tadi kalimatnya dibantah terus oleh Hening. Pikir Raga, tidur dengan baju kerja seperti itu mana bisa nyaman nanti.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.