Bab 34: Nila dan Danar

43 6 0
                                    

Tarik napas dalam-dalam, hembuskan ... tarik napas lagi ... hembuskan perlahan. Saat ini Hening sedang mencoba menenangkan diri di depan pintu pagar kediaman Raga, sembari menelan ludah dan menjilat bibirnya yang terasa kering. Gadis itu bergeming beberapa menit di sana sambil memejamkan mata untuk meyakinkan diri bahwa hari ini pasti dia bisa melaluinya seperti biasa, meski ketambahan getar pada hati setiap melihat Raga dan keberadaan Nila yang mungkin saja akan kembali melancarkan aksi hingga menyulut emosi.

Jalani aja, lah. Tapi, perasaan gue kok nggak enak ya?

"Ngapain kamu diam di depan pagar begitu? Minggir, saya mau masuk." Suara wanita yang sangat Hening kenal baru saja turun dari mobil sedan berwarna ungu dan berjalan tegas sambil menggendong Enzi yang tengah tersenyum lebar ketika Hening menoleh ke belakang.

Oh, pantas perasaan gue nggak enak. Hening tersenyum manis kepada Enzi, lalu berjalan mendekati anak itu yang meminta untuk digendong, kedua tangan kecilnya terulur lantas disambut oleh Hening dengan suka cita. Sedangkan Nila hanya melengos dan masuk begitu saja setelah mendorong pagar lebih lebar yang memang sudah terbuka setengah agar dia bisa masuk.

"Papi!" teriak Enzi kala menoleh ke belakang, melihat ayahnya sudah selesai memakirkan mobil dan berjalan santai sambil menyisir rambutnya ke belakang dengan sisir hitam kecil.

Hening perlahan balik kanan, kedua maniknya membulat ketika mendapati sosok Danar yang dengan angkuh terus berjalan mendekat.

"Tunggu sama Mami di dalam ya sayang, doakan Papi kali ini menang." Danar mengulum senyum lembut sambil mencubit hidung anaknya, mengacuhkan Hening yang sedikit bergerak mundur karena posisi sedang menggendong Enzi. Gadis itu belum terbiasa melihat sosok Danar yang perhatian dengan anaknya. "Ayo cepat jalannya, kita akan menegakkan keadilan," lanjut Danar pada satu sosok di belakangnya.

Menang? Keadilan? Hening berkedip beberapa kali, dia yakin tidak salah dengar soal beberapa kata yang terdengar mencurigakan. Pria bertubuh kecil mengekori Danar, entah siapa dia, pakaiannya santai menggunakan baju kerah warna merah bata dan celana jeans, sentuhan terakhir topi hitam. Jalannya tampak takut-takut seperti tawanan. Kedua pria itu pun melenggang masuk ke dalam kantor.

Hening tentu bingung, hanya dapat memperhatikan kedua orang yang menghilang setelah masuk ke dalam kantor lalu beralih menatap halaman rumah Raga di mana Nila dipastikan sudah ada di dalam sana. Ah, rencana apa lagi yang akan mereka lakukan? Kali ini Danar sampai turun tangan. Buru-buru, Hening berlari kecil masuk ke dalam rumah bosnya. Dia harus segera melaporkan keadaan buruk yang kemungkinan akan terjadi.

***

Hening dan Raga akhirnya membagi tugas. Raga sudah siap untuk menghadapi Danar di kantor, lalu seperti sekarang ini, Hening sudah memasang badan untuk menghadapi Nila; sebetulnya cukup mudah, seperti cara yang sudah-sudah. Kuncinya ada di Enzi. Entah dapat dikatakan beruntung atau tidak, tapi berkat keberadaan malaikat kecil itu, semua bisa teratasi dengan mulus. Walaupun memang jalanan berbatu tetap saja terasa permukaannya kan.

"Mami." Enzi bersuara menatap Nila yang sedang duduk dengan elegan di sofa sambil mengawasi Hening dan Enzi dengan perasaan iri.

Rupa Nila tampak sumringah, padahal tadinya segelap masa depan Hening. Ternyata sang anak masih menyadari keberadaannya, dia kira sudah terlupakan. "Iya sayang, kenapa? Mau poop?"

"Wajahnya Mami selam, sepelti hantu yang pelnah Enji lihat," ujar Enzi dengan polosnya saat sedang bermain lego di karpet merah ruang tengah bersama Hening. Anak itu ternyata juga memperhatikan sang ibu.

Wajah senang Nila kian luntur, diikuti Hening yang mencoba menahan tawanya sambil menoleh ke arah lain. Anaknya sendiri yang berkata seperti itu, pasti rasanya campur aduk si Nila.

MitambuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang