Bab 44: Sampai Di Sini

29 3 0
                                        

"Kenapa Aden bisa bertemu Danar? Adikmu itu menyatakan hubungan palsu kita secara terang-terangan di dalam rekaman," ujar Raga dari seberang sana dengan nada yang tegas. Percakapan mereka dalam mode pengeras suara.

Hening tidak langsung menjawab, maniknya melirik Aden yang balas menatapnya dengan menggelengkan tendasnya pelan. "Aku ... aku minta maaf. Aden nggak sengaja, aku yakin itu. Kamu tahu kan sifat Aden gimana, nggak mungkin dia ngebocorin hal itu begitu saja."

"Dibayar berapa?"tanya Raga dengan nada rendah. "Aden dibayar berapa oleh Danar sampai dia mau membuka suara begitu?"

Gadis itu mengerjap, kembali menatap sang adik yang tampak terkejut. Perlahan, Hening sedikit menelengkan tendas, mencoba membaca raut wajah yang disuguhkan Aden saat ini, seraya menjauhkan gawainya. Hening tidak langsung menjawab dan memilih lempar tanya pada adiknya. "Lo dibayar Danar?"

Aden menggeleng cepat. "Berani sumpah gue nggak nerima uang sama sekali!"

Alis Hening mengernyit seraya mendekatkan gawainya lagi, baginya situasi sekarang sungguhlah rumit. "Aden nggak ... halo? Halo Mas?" Panggilan itu terputus, Hening mencoba menghubungi Raga lagi tapi tidak diangkat.

Duh, kenapa jadi begini sih? keluh Hening sambil masih mencoba menelpon Raga.

"Mbak, gue yakin rekaman itu udah di edit sama dia. Pasti ada beberapa percakapan yang dia potong terus tempel karena memang awalnya kami ngobrol biasa. Hari sebelumnya gue dihubungi seseorang buat ditawari projek besar, bikin aplikasi soal bantuan hukum ... jadi semacam platform layanan lah. Nah hari ini tadi ketemu dia, gue awalnya mencoba berpikiran positif saat lihat wajah Danar yang muncul sama dua orang laki yang badannya gede kayak preman, eh ujung-ujungnya gue disogok duit terus emosi dan keceplosan saat lo sama Bang Raga dijelek-jelekin," jelas Aden panjang lebar.

Hening menyudahi usahanya untuk menghubungi Raga, ponselnya sudah tidak aktif sepertinya sengaja dimatikan. Gadis itu menaruh gawainya dengan kasar ke meja seraya bersandar, lalu menangkup depan wajahnya dengan kedua tangan.

"Maaf Mbak ...," timpal Aden yang merasa sangat bersalah. Dia benar-benar dijebak oleh Danar, pria itu sungguh-sungguh menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan kakaknya dan juga Raga.

Seharusnya Hening akan percaya dengan ucapan adiknya sendiri. Tapi beda lagi jika Aden memang sedang membutuhkan uang kan? Lagi-lagi, besok Hening harus menjelaskan semuanya kepada Raga.

***

Suara laju kendaraan mendominasi pagi yang tampak normal dengan awan kelabu yang menandakan hari sedang mendung. Di pinggir jalan ada dua orang yang sedang bercengkrama di kendaraannya masing-masing, satu pria dengan mobil sedan ungu kesayangannya, dan pria satunya duduk di atas motor.

"Uang sudah saya transfer ya. Ah, harusnya dari dulu saya langsung mengajakmu bekerjasama," ujar Danar dari dalam mobil kemudi seraya tertawa senang. "Pas butuh uang begini saja, baru datang ke saya."

Pria yang menunduk di atas motornya hanya mengulas senyum tipis tanpa menimpali kalimat Danar, hanya ucapan terima kasih yang terucap.

"Saya kasih kamu bonus, kerja yang bagus." Tampak bangga Danar menepuk-nepuk punggung pria itu. "Yasudah, saya pergi dulu. Semoga hari ini kamu mendapat lebih banyak uang halal ya," lanjutnya dengan berbasa-basi seraya terkekeh pelan, lalu melajukan mobilnya.

Pria yang masih bergeming di sana hanya menatap kepergian mobil Danar dalam diam, sorot matanya menajam, seakan dapat menembus apa pun yang menghalaunya.

Di dalam mobil, sambil menyetir dengan kecepatan sedang, Danar menghubungi seseorang.

"Halo? Ini siapa ya?" Terdengar suara wanita yang mengangkat panggilannya.

MitambuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang