39

571 7 0
                                    

Kini mereka dalam perjalanan menuju kediaman Grandad nya, gavriel melirik denaya sesekali. Gadis itu selalu menatap ke arah luar. Tidak sampai 1 jam berkendara, mereka telah tiba.

Terlihat Granny dan Grandad berdiri didepan pintu mansion, menyambut kedatangan Denaya.

Mereka turun dari mobil, namun Denaya lebih dulu berjalan menghampiri Granny

"Ada apa dengan cara berjalanmu. Kau terluka, ay?". Tanya Granny Alice

Denaya menatap Gavriel telah berdiri disebelahnya kemudian menjawab "Dena tidak terluka". Dengan senyum kaku

"Syukurlah". Memeluk Denaya dengan sayang

"Masuklah". Ujar Grandad Edward pada Gavriel

Granny melepaskan pelukannya, berjalan seiring dengan grandad. Gavriel meraih tangan Denaya membawanya.

"Aku telah mempersiapkan kamar kalian berdua". Kata granny

"Kamar kita... berdua?". Denaya mengulang

Granny mengangguk "Ya bukankah kalian sudah-"

"Serahkan barang kalian pada pelayan. Biar mereka yang mengantarkan". Potong Grandad menatap Gavriel yang terlihat bergeming

Pria itu menurut, memberikan belanjaan mereka pada pelayan yang berdiri.

"Istirahatlah ay. Bersihkan dirimu, masih ada 1 jam sebelum makan malam tiba". Ujar Granny

"Ayo sweetheart". Kata Gavriel menarik tangannya

Denaya kebingungan menatap kepergian granny dan grandad.

Sesampainya dikamar,

Denaya berkata "Apa aku bermimpi. Mengapa grandad mengizinkan kita satu kamar?"

Gavriel tidak menjawab, pria itu sibuk dengan handphone ditangan

Gadis itu mendekat "Apa yang kau lakukan pada grandad? Mengapa grandad seperti menyerahkan ku padamu"

"Gavriel jawab aku". Denaya berteriak dan merebut handphone pria itu

Gavriel menghela nafas menatap Denaya "Kau tidak ingin sekamar denganku? Baiklah aku akan meminta kamar lain pada granny". Sembari melangkah keluar

Denaya tercengang melihat kepergian pria itu, mengapa dia yang marah? Seharusnya denaya lah yang marah. Diletakkannya handphone gavriel diatas nakas

Ting Ting

Langkah kaki Denaya terhenti melihat sebuah pesan masuk dihandphone gavriel.

Ia menggeleng, tidak berniat ikut campur urusan pria itu. Namun handphone itu berdering.

Denaya menatap pintu kamar sekali, kemudian memutuskan untuk mengangkat panggilan tanpa nama tersebut

"Aku tau ini ulahmu brengsek!". Kata pria disebrang telfon

Denaya mengernyit mengenal suara itu "George?"

Hening sesaat

"Denaya? mengapa kau yang menjawab telfon milik gavriel". Tanya george

"Itu karna, handphone nya tertinggal. Ada apa George?"

"Kau tidak lihat berita tentang diriku?"

"Berita?". Gadis itu mengambil handphone nya sendiri mencari tau "Bagaimana kau bisa menuduh Gavriel yang melakukannya". Kata denaya setelah melihat isi berita

"Karna media itu dibawah naungan Costatiel Corp"

Denaya terdiam sesaat

"Habislah aku. Ibu memerintahkan ku untuk kembali ke Inggris". Suaranya terdengar putus asa

DENAYA (+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang