Tok Tok Tok!
Devan sudah mengetuk pintu rumah Alicia sebanyak tiga kali. Namun, tiada respon sama sekali. Samar-samar, Devan mendengar suara televisi menyala dari dalam. Prediksinya, Alicia sedang tidak di luar rumah.
"Alicia! Alicia!" Devan baru menyadari sebelah kirinya adalah kaca jendala kamar. Gorden ruangan itu terbuka seperempat, membuatnya dapat memastikan Alicia di sana.
Tetapi membuat dirinya resah. Kali ini, Devan melihat perempuan itu tidak baik-baik saja. Meskipun sedang membelakanginya, namun ketara jelas Alicia yang sesenggukan sembari memegang kuat kepalanya. Devan semakin khawatir, jika Alicia sedang menahan rasa sakit tetapi tidak meminta bantuan kepada siapapun. Seperti tipikalnya yang terbiasa sungkan dan sok bisa apa-apa sendiri.
Tanpa berpikir panjang, Devan memutuskan untuk nyelonong masuk dari pintu utama yang kebetulan tak terkunci itu.
"Al? Are you okay?" Devan masih berdiri di samping gawang pintu kamar. Masih ragu dengan tindakannya kini berlebihan. "Kamu sakit ta?"
Alicia tak kunjung menjawab. Hampir seluruh wajahnya ditenggelamkan di lekukan lututnya. Matanya terpejam, nafasnya tak beraturan.
Alicia terlihat tidak karuan, membuat Devan menjadi iba. Tetapi, pertanyaannya tak kunjung dijawab, membuat Devan menjadi negative thinking. Jangan-jangan, Alicia kesurupan? Ah apaan sih, mana ada.
Devan mengusap bahu perempuan itu secara perlahan. Berusaha menenangkan. Merasa melempar pertanyaan disaat hal seperti ini sebenarnya salah. Walaupun, Devan berharap Alicia menyadari keberadaannya saat ini, dari pertanyaan tadi.
Alicia membuka matanya, menatap Devan, laki-laki itu datang tanpa dia sadari. Menyebalkan, dia datang disaat yang kurang tepat.
Selain itu, dia juga merasa takut. Bisa-bisanya ada orang yang memasuki rumahnya tanpa izin. Laki-laki pula. Alicia tetap sesenggukan dan sedikit merengek. "Hhm, apa?"
Devan terlihat jengah. Mengambil dua lembar tissue dari kotaknya. Lalu memberikan kepada Alicia. "Minimal diusap dulu. Sudah gedhe kok nangis. Cengeng."
Untung saja, stok kesabaran yang dimiliki Alicia masih banyak. Dia merasa sedikit tersinggung, pikirnya..dirinya menangis pun supaya merasa lega batinnya. Malah dijadikan bahan ejekan seperti ini. Devan mana tahu apa saja yang dia alami.
"Kamu tunggu di teras. Aku mau beberes sebentar."
"Dibantu?"
"Makasih, tapi nggak perlu."
Tawarannya ditolak. Devan menuruti kemauan Alicia.
Lima menit kemudian, Alicia menemui Devan dengan penampilan yang sudah rapi.
"Ngapain tiba-tiba masuk?" tanya Alicia to the point. Dia merasa aneh jika ada tamu yang tiba-tiba masuk tanpa seizinnya. Terkesan lancang.
"Dari tadi aku ketuk pintu dan manggil berkali-kali. Kamu nggak respon." Wajah Devan kian serius.
"Maaf. Aku tadi nggak dengar. Lagian, kan kamu bisa tungguin aku sebentar aja. Nanti juga aku persilahkan kok."
"Tadinya aku berpikir gitu. Tapi tiba-tiba masuk karena, aku khawatir."
Alicia berpikiran keras. Apa benar yang dikatakan Devan? Sejauh ini ada orang yang masih khawatir kepadanya?
"Khawatir? Gak ada yang perlu dikhawatirkan kok."
"Aku lihat kondisi kamu, takut kenapa-kenapa sampai kayak gitu. Aku pikir lagi nahan sakit, tapi bingung mau minta tolong dengan cara apa." Kemudian Devan mengambil sebotol air mineral dari samping tasnya. "Nih, minum dulu. Kenapa sih kamu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Sore ✓
General FictionAlicia Evalina, seorang karyawan sekaligus mahasiswi kelas sore UNP. Dia merasa menemukan teman seperjuangan di kampusnya. Devan Evander, laki-laki yang dikira merupakan adik kelasnya itu. Dua insan ini memiliki kehidupan berbeda. Hidup Devan yang m...