32 | Jujur Walau Pahit

11 0 0
                                    

Ersya mencoba menggelitik pinggang Alicia dengan jarinya. "Ututu, kenapa sich?"

Pasalnya, sedari tadi sore Alicia diam saja. Bahkan, Alicia beberapa hari tampak menghindar dari teman-temannya. Ia jadi tak ikut nimbrung mereka berempat. Hanya asyik dengan ponselnya sendiri atau memilih menghabiskan waktu di kantin sendirian.

"Al, ada masalah?" Pertanyaan Ersya itu tak digubris sama sekali.

Ersya mengusap pelan bahu Alicia. "Maaf kalau selama ini kita, terutama Aku sama Amira, kurang mengerti apa yang kamu rasakan. Kita nggak bisa tahu keadaan kamu, kalau kamu sendiri nggak mau bercerita."

Melihat Alicia yang melamun seperti ini, membuatnya merasa bersalah sebagai teman. Meskipun Alicia pembawaannya biasa ceria, tetapi Ersya menyadari ada beberapa kali Alicia terlihat melamun. Selama ini, Alicia jika ditanyai tampaknya enggan jujur. Hanya mengatakan bahwa dirinya tidak apa-apa, atau cuma lagi kelelahan.

"Kamu nggak salah."

"Lalu ada apa? Coba cerita, Al."

"Aku lagi tidak ingin banyak bicara." Alicia menyandarkan kepalanya pada meja. Menggunakan lengannya sebagai bantalan.

"Hm, kayaknya kamu lagi kedatangan tamu deh."

Alicia mengangguk pelan.

"Mau obat?"

"Makasih Sya. Tapi, aku rasa belum perlu."

"Ya sudah istirahat aja sambil nunggu matkul, aku tinggal makan dulu ya?"

***

"Al, maafin kalau aku yang salah. Dan nggak seharusnya kamu juga marah ke anak-anak PPH," ujar Afif yang duduk di bangku bagian depan. Membuat Alicia yang berada di ambang pintu, lantas mengurungkan niatnya untuk keluar kelas.

"Marah? Aku nggak marah kok." Alicia mencoba menata bagaimana Ia akan berkata-kata. Mana ada Alicia marah dengan mereka berempat, justru Afif sendiri yang menyebabkan tak enak hati, sampai-sampai dirinya terpaksa menghindar dari teman-temannya karena Afif biasa ikut di sana.

"Tapi, kenapa kamu malah menjauh? Kenapa kamu malah memisahkan diri saat kita lagi ngumpul?"

"Aku rasa tak perlu menjawab pertanyaan klise itu, kamu sudah tahu sendiri. Coba kamu jawab jujur deh, kenapa kamu bisa berantem di jalan sama Mas Devan?" Alicia berbalik arah, memandang sekilas Afif yang menampakkan wajah masamnya malam ini.

Afif menyipitkan matanya. "Oh yayaya, kamu marah gara-gara hasutan Mas Devan kan?"

"Nggak. Mas Devan nggak menghasut sama sekali." Sesabar-sabarnya Alicia, kali ini rasa geramnya mulai muncul. Untuk apa laki-laki itu menyangkut-pautkan Devan yang tak bersalah itu?

"Kalau aku jujur, kamu bersedia maafin aku? Kamu bakalan kembali kayak biasanya?" cerca Afif yang sebenarnya berat hati untuk mengatakan secara jujur.

Alicia melipat tangannya di depan dada. "Aku harap kamu bisa menjelaskan dengan segera. Tanpa perlu basa-basi."

"Oke. Mas Devan cari masalah. Waktu itu, aku mau mengantarkan kamu. Tapi entahlah, dia malah menghadang jalan di depanku, lalu saat aku keluar mobil malah memukul perutku."

"Ngantar? Ngantar kemana? Waktu itu, aku nggak meminta kamu untuk mengantar pulang. Keperluan kita cuma makan di kantin, karena aku sekalian nungguin Mas Devan selesai kuliahnya."

"Afif Affandi, kamu dengar nggak sih pertanyaanku? Kamu antarkan aku pulang ke mana?" Alicia mengulang poin pertanyaan itu.

Tak kuat dengan emosinya, mata Alicia mendadak berkaca-kaca.

Kelas Sore ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang