23 | Bentuk Perhatian

6 1 0
                                    

"Kakak!"

Baru saja Alicia memasuki area taman, dia sudah disuguhkan pemandangan seorang gadis kecil yang berlari ke arahnya. Menubrukkan tubuh mungilnya ke dalam pelukan Alicia.

"Yoh, pelan-pelan Aqilah. Sakit nanti kakaknya," peringat Utami, seorang wanita paruh baya yang merupakan pekerja di rumah orangtua Aqilah sebagai ART. Biasanya, wanita yang biasa dipanggil bibi itu menemani Aqilah untuk bermain di taman.

"Hehe. Maaf kakak." Aqilah hanya nyengir tak berdosa.

"Nggak papa. Kamu kok sendirian? Reva sama Thania kemana?" tanya Alicia. Biasanya, dua anak berusia 6 tahun itu ke sini dan ikut bermain dengan Aqilah.

"Nggak lihat." Aqilah sambil menoleh beberapa kali ke sekitarnya. "Aku kangen kakak. Mau gendong."

Alicia menuruti kemauan anak berkuncir dua itu. Dirinya menggendong menyamping. Dirasa tubuh anak 4 tahun ini semakin berat.

"Maaf ya, Aqilah suka ngalem. Dia belum paham kalau kamu capek habis pulang kerja." Utami tidak enak. Pasalnya, anak majikannya ini kadang tidak mengerti kondisi perempuan muda yang akrab dengannya itu.

"Nggak masalah, nanti kalau Aqilah sudah besar, saya malah nggak bisa gendong lagi." Alicia terkekeh. Membayangkan dirinya jika tak lagi kuat. Lagian, ia sudah menganggap Aqilah, Reva, dan Thania seperti adiknya sendiri. Mereka menggemaskan dan ceria.

"Kakak, mau itu!" Aqilah menunjuk perosotan yang sedang dikerumuni beberapa anak seusianya.

"Bi, saya bawa ya?"

"Iya bawa saja. Saya tunggu di sini. Toh, Aqilah sering merengek pengen ketemu kamu, katanya lama nggak ketemu." Utami sambil mencubit pipi Aqilah gemas. "Ngomong-ngomong, kamu lagi sibuk?"

"Seminggu setelah terakhir saya kemari, saya di opname karena DBD. Setelah pemulihan, saya diributkan dengan tanggungan saya di kampus karena hendak UAS. Jadinya, saya tak sempat kemari."

Utami menatap iba. "Loalah, berat juga ya kamu pulang langsung kuliah. Kamu juga kok nggak ngabarin kalau dirawat?"

Alicia mengernyitkan dahi, orang-orang terdekatnya saja tidak dia kabari, malah beliau. Sudahlah, mungkin basa-basi. Lagian, Alicia tidak bisa mengabari karena tidak memiliki kontak beliau.

"Iya. Lagian saya tidak bisa mengabari ibu."

"Oh iya lupa. Ada nomor kamu?"

Alicia memberikan lembar kertas kecil dari kantongnya. Lalu beranjak menuruti kemauan Aqilah untuk main di perosotan.

"Ayo kakak. Kok diam?" protes Aqilah saat Ia malah menghentikan langkahnya.

"Nunggu sebentar ya. Gantian sama teman-temannya. Habis ini ya?"

Usai dua anak itu melenggang dari tempat. Gantian Alicia yang membantu Aqilah untuk naik tangganya. Sementara Aqilah duduk di sana, Alicia cepat-cepat ke bawah untuk menangkap bocah itu supaya tidak kebablasan.

"1..2..3.." seru Alicia.

"Yeee!!!" Aqilah tertawa kegirangan. "Mau lagi."

"Yuk, pelan-pelan naiknya." Alicia memperingati.

Saat memegangi Aqilah, Alicia terkejut ketika ada yang menarik kupluk hoodie-nya dari belakang.

"Loh, Mas ngapain di sini?" Alicia melihat tampang tak berdosa Devan yang usai menjahilinya. Laki-laki itu masih rapi dengan setelan kantorannya.

"Gak boleh? Ini tempat umum."

"Kakak, ini siapa?" Pertanyaan Aqilah itu membuat Alicia mengurungkan niat untuk bertanya lagi pada Devan.

Kelas Sore ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang