"Maksud kamu apa!? Sengaja kamu kayak gitu ya?" Alicia merasakan sakit di leher belakangnya ketika Fira menarik kemeja atasnya. Teman sekelasnya ini tiba-tiba anarkis dengan runtutan kalimat yang kurang mengenakkan.
"Ngerti nggak sih cari nilai disini susah? Bukan berarti kamu dengan enaknya cari muka. Nyadar sendiri kemampuan kamu seberapa?" cerca Silvi dengan wajah songongnya itu.
"Dah lah ya, besok-besok yang anteng aja. Nggak usah kebanyakan taktik keramat kalau ujung-ujungnya merugikan anak-anak lainnya," lanjut Lina yang terkesan memperingatkan itu.
Alicia juga kaget, ketika dirinya sedang menutup pintu kelas, saat berbalik arah tiba-tiba dihadang oleh tiga teman kelasnya ini. Dia masih tidak habis pikir dengan tujuan pembicaraan yang aneh ini, apalagi sampai se-marah ini.
"Aku rasa selama ini yang saya lakukan tidak pernah menantang aturan universitas. Tetapi, aku paham kok apa yang kalian maksud, maaf." Alicia tersenyum lebar kepada Fira yang berada tepat di depan wajahnya. "Oh ya, boleh aku minta tolong lepaskan? Aku masih ada banyak kerjaan."
Fira melepaskan genggamannya dengan kasar. "Jangan maaf doang, berubah juga lah."
"Ayo guys, lanjut." Fira meninggalkan Alicia, diikuti oleh Silvi dan Lina. Tak lupa, tatapan mereka masih tetap sengit.
"Kamu nggak papa?" Devan menghampiri Alicia segera dan mengamati intens keadaannya. Ditakutkan circle cabe-cabean tadi bertindak yang menyakiti fisik Alicia.
Beberapa menit lalu, Devan yang kebetulan memiliki tujuan menemui Alicia, lantas terkejut melihat dengan mata kepalanya sendiri. Alicia sedang dimaki-maki oleh 3 mahasiswi yang berdandan cukup nyentrik.
Ketika dia reflek melangkah menghampiri mereka lebih dekat, namun Alicia mendadak menyadari keberadaanya. Sehingga sontak mengisyaratkan dengan tatapan mata yang melotot. Tanda Devan harus berhenti di posisinya.
Devan nurut saja dengan menghentikan langkahnya. Sebenarnya dia tak tega melihat Alicia seperti itu. Apalagi, mereka menarik baju bagian atas. Devan tak ragu-ragu untuk maju menjadi garda terdepan apabila yang diperbuat mereka lebih parah.
Untungnya, tindakan itu segera dihentikan setelah beberapa perbincangan. Mereka terdengar berkata-kata dengan nada tinggi nan sarkas.
"Aku nggak papa kok, mereka biasa anarkis gitu. Nggak ke aku aja sih," jawab Alicia bermaksud tak ingin memperpanjang pembahasan ini.
"Geng red flag? Sampai main fisik?" tanya Devan penasaran. Pikirnya orang-orang seperti itu harus dibasmi.
Alicia tersenyum kecil, menyadari Devan tetap bertanya hal serupa. Padahal, kemarin dia diajak bicara saja terlihat enggan. "Aku dikata pencitraan dan cari muka ke dosen. Padahal, niat aku bukan begitu. Aku sengaja berusaha akrab ke beliau beliau supaya tidak ragu untuk bertanya waktu ada yang kurang paham."
"Oknum gini berulah. Jangan dibiarkan, kasih pelajaran tipis-tipis," kata Devan mengingatkan.
"Ih jangan. Orang-orang kayak begitu lama-lama bakalan capek dan nyadar sendiri kok. Lagian, wajar aja sih dimanapun kita berada pasti ada saja yang nggak suka," jawab Alicia enteng. Dia tampaknya sangat kontra untuk melakukan aksi memberi pelajaran supaya teman-temannya yang aneh itu jera.
Devan mengusap-usap tengkuknya, bingung. Bisa-bisanya ada orang yang memiliki pemikiran positif seperti Alicia ini, setelah diperlakukan yang tidak sewajarnya. Dia jadi curiga, Alicia ini tergolong agak lugu.
"Oh ya, kamu ngapain tiba-tiba ke daerah kelas aku?" Alicia menoleh ke arah Devan yang ada di sampingnya. Jarang juga mahasiswa fakultas lain mampir ke daerah FEB.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Sore ✓
Ficção GeralAlicia Evalina, seorang karyawan sekaligus mahasiswi kelas sore UNP. Dia merasa menemukan teman seperjuangan di kampusnya. Devan Evander, laki-laki yang dikira merupakan adik kelasnya itu. Dua insan ini memiliki kehidupan berbeda. Hidup Devan yang m...