"Ada keluhan apa lagi?" tanya Devan dengan raut sedikit panik.
"Gak tahu kenapa dari tadi petang aku merasa berangsur-angsur lebih lemas dan sakit kepala. Aku pikir cuma sekilas aja. Kok malah begini."
"Kata perawatnya gimana?"
"Nggak gimana-gimana. Soalnya beliau tadi cek sekitar setengah jam sebelum aku merasakan keluhan tersebut."
Devan lantas mencari perawat yang biasa melakukan cek kondisi Alicia. Dia menyusuri lorong-lorong lantai dua namun tak kunjung bertemu. Sampai dia melihat tiga orang perawat yang sedang berbincang serius di dekat lift. Salah satu dari mereka adalah yang Ia dimaksud.
Devan menceritakan apa yang dikeluhkan Alicia. Sontak perawat dengan nametag Yuni itu membawa staterpack nya dan berjalan cepat mengikuti Devan.
"Mbak, saya ambil sampel darahnya lagi ya untuk pengecekan."
Alicia mengiyakan izin dari Bu Yuni yang baru saja mengecek bagian perut dan suhu tubuhnya. Sebenarnya, melihat alat itu saja cukup menakutkan. Apalagi saat sudah menyatu dengan tangannya. Tetapi, dirinya tidak mungkin berteriak.
"Hasil laboratorium tidak sampai 30 menit. Nanti saya kemari."
"Terima kasih," ucap Alicia.
Devan memutuskan menunggu beliau di kursi besi koridor depan kamar. Dirinya merasa gelisah, takut temannya satu ini bukan malah membaik, tetapi sebaliknya. Pikirnya, hari ini Alicia akan merasakan kondisi tubuhnya lebih baik daripada kemarin, ternyata malah memiliki keluhan lain.
"Pak?" sapaan itu menyadarkan lamunan Devan yang sedang menunduk itu.
"Sebelum memasuki pemulihan, ada fase kritis yang akan dialami pasien DBD. Fase ini menimbulkan banyak kesalahpahaman karena dirasa suhu tubuh pasien turun, maka disimpulkan kondisinya membaik. Padahal, itu bukan pertanda sembuh. Maka dari itu, tak jarang menimbulkan gejala lain seperti sakit kepala, sakit perut maupun pendarahan. Faktornya bisa karena penurunan kadar trombosit yang drastis. Seperti yang dialami saudari Alicia saat ini. Trombositnya di bawah normal. Jadi, sangat perlu pantauan agar suhu tubuhnya tidak sampai terlalu rendah. Perlu diperhatikan juga konsumsi cairan yang pas agar tidak terjadi dehidrasi."
"Apa ada anjuran lainnya juga?" tanya Devan.
"Saya melihat bapak menyediakan susu steril dan jus ya? Itu juga bagus dikonsumsi untuk menunjang agar cepat pulih."
"Benar. Tetapi, dia susah sekali untuk mengonsumsi itu."
"Ya namanya sedang sakit Pak. Senikmat apapun yang di depan mata pasti terasa hambar. Dicoba konsumsinya perlahan saja, tetapi sering. Supaya tidak merasa mual juga. Oh ya, nanti saya akan kemari lebih sering daripada sebelumnya. Semoga saudari cepat sembuh ya Pak."
Devan tersenyum kecil. "Aamiin. Terima kasih ya bu."
Devan kembali menemui Alicia, setelah Bu Yuni menjauh dari pandangannya.
"Katanya kenapa Van?" Baru saja Devan menutup pintu, sudah diintrogasi.
"Gak apa. Istirahat gih."
"Hm, kenapa sih? Kamu tadi di depan ngobrol lama loh."
"Aku sudah effort. Minum pelan-pelan, nanti aku ceritain." Devan menuangkan sebotol jus itu ke gelas plastik agar Alicia meminumnya dengan mudah. "Aku sampai request ke orangnya untuk kurangi air, biar rasanya enak. Masa nggak dihabisin?"
Alicia tersenyum dan menerimanya. "Iya deh dihabiskan, tapi nyicil. Makasih ya Devan, sudah effort sebanyak ini. Aku minum ya."
"Al, kamu yang sabar sebentar. Sebelum pemulihan, kamu sekarang lagi melewati fase kritis. Karena, kadar trombosit kamu cuma sedikit, di bawah normal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Sore ✓
General FictionAlicia Evalina, seorang karyawan sekaligus mahasiswi kelas sore UNP. Dia merasa menemukan teman seperjuangan di kampusnya. Devan Evander, laki-laki yang dikira merupakan adik kelasnya itu. Dua insan ini memiliki kehidupan berbeda. Hidup Devan yang m...