Alicia berbalik badan. Tersenyum dan melambaikan tangan pada Devan kemudian mendekat. "Mas ke sini sama siapa?"
"Dua manusia tuh." Devan mengangkat dagu untuk menandai keberadaan mereka. "Giliran aku mesan, duluan ya."
Setelah Alicia dan Ersya memesan juga, mereka hendak kembali ke meja yang tadinya ditempati. Karena kali ini adalah order mereka yang kedua kali. Namun, dia menyadari Yoga yang memanggilnya dan mengisyaratkan untuk duduk di kursi yang kosong yang ada di sebelahnya.
"Sya. Situ aja yuk, toh kita juga sebentar lagi pamit."
"Kamu nggak canggung? Toh kita nggak kenal sama mbak yang berkuncir itu. Kalau Yoga sama abangnya doang sih gak masalah."
"Tinggal kenalan ih, lebih sungkan lagi kalau kita nolak ajakan mereka. " Alicia mendahului Ersya yang terlihat seperti orang bingung itu. Memang dia kurang nyaman untuk bertemu orang baru, namun apa salahnya berkenalan?
Ketika keduanya sudah dipersilahkan oleh Yoga, seorang perempuan itu memberikan tatapan kurang menyenangkan.
"Sab. Ini Alicia, ini Ersya. Mereka juga teman sekelasku, jadi bukan Afif doang." Yoga memperkenalkan satu persatu. Ekspresi Sabrina ketika melihat keduanya mendadak berubah, dia terlihat tersenyum kecil.
"Loh, Mbak Ersya? Pangling aku." Sabrina sontak memeluk erat Ersya. Membuat Alicia bingung juga, padahal tadi Ersya ogah-ogahan bergabung di meja ini.
"Sab. Ketemu juga akhirnya. Aku tadi nggak lihat kalau di sini kamu." Ersya ikut excited. Ternyata pertemuan tak terduga terjadi juga. Bertemu dengan adik kelasnya semasa SMA yang sudah tak pernah ditemui setelah hari kelulusannya.
"Terus, ini Alicia? Salken ya." Sabrina menjabat tangan Alicia singkat, ala-ala orang baru kenal.
"Anu, ini Alicia yang waktu itu pakai sandal bakpao warna ungu, maaf," celetuk Yoga. Membuat Alicia berpikiran sejenak. Apa hubungannya dirinya dengan sepasang sandalnya?
Sabrina mencubit lengan Yoga. "Dasar tukang bohong. Dari dulu susah banget untuk terbuka. Tinggal bilang aja, temanmu lagi ke rumah, apa susahnya. Ya kan, Mbak Alicia?"
"Emh, iya. Kebetulan waktu itu kita lagi ngerjain tugas bareng." Alicia menyahuti.
"Iya iya, aku udah minta maaf gitu loh. Kalau waktu itu kamu tahu, kamu pasti keburu marah-marah duluan. Kasihan malahan Alicia yang nggak tahu apa-apa, langsung kena marahanmu. Dasar galak. Lepas kok!" Yoga terlihat cemberut lantaran Sabrina ngomel di depan teman-teman. Membuat malu dirinya saja. Ditambah, lengannya yang terasa semakin panas karena tekanan dari jemari Sabrina yang kuat itu.
Tiga orang lainnya ikut tertawa melihat kelakuan sejoli itu. Ternyata Sabrina sempat marah melalui voice note gara-gara masalah sandal bakpao ungu yang tergeletak di teras rumah Yoga beberapa waktu lalu. Sabrina yakin, jika sandal itu bukan milik ibunya Yoga karena beliau tidak suka benda warna ungu. Makanya dia mengelak alasan Yoga apabila benda itu milik ibunya.
Sama saja. Tahu begitu, di hari itu Alicia langsung berkenalan kepada Sabrina agar tidak terjadi salah paham.
"Kadang dunia sesempit ini. Gimana kita semeja gini saling kenal, padahal random banget ya." Ersya membuka pembicaraan. Dari pada dua sejoli itu memicu keributan lagi.
"Ya tuh, gimana kuliah kalian?" Sabrina menyambung obrolan.
Alicia, Yoga, dan Ersya saling beradu tatapan. "Oh easy," jawabnya serempak.
"Easy soalnya UAS sudah beres." Yoga menambahkan. "Tinggal liburnya. Pulang kerja, gak perlu capek ke kampus."
"Kamu jadi ambil DKV seperti yang kamu ceritakan waktu itu?" Ersya bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Sore ✓
General FictionAlicia Evalina, seorang karyawan sekaligus mahasiswi kelas sore UNP. Dia merasa menemukan teman seperjuangan di kampusnya. Devan Evander, laki-laki yang dikira merupakan adik kelasnya itu. Dua insan ini memiliki kehidupan berbeda. Hidup Devan yang m...