21 | Terancam

7 0 0
                                    

Usai kelas, Alicia memutuskan untuk pulang mendahului teman-temannya karena ingin mampir ke tempat jasa fotokopi langganannya. Dia memerlukan fotokopi beberapa berkas serta butuh melengkapi alat tulisnya.

Alicia berjalan santai ke sebuah gang kecil belakang kampus. Meskipun dari depan terlihat kecil, namun gang ini tampak seperti hidden-gem. Tampak senyap, tetapi kalau sudah masuk ke sana isinya padat penduduk.

"Lah, tumben?" Alicia melirik ponselnya, ternyata waktu menunjukkan pukul 21.18. Padahal, biasanya tempat ini tutup pukul sebelas malam.

"Dek, mau cari siapa?" tanya wanita paruh baya yang baru saja melintas.

"Nggak bu. Saya hendak fotokopi, ternyata tutup." Alicia tersenyum.

"Oalah, dua hari ini memang tutup dek. Orangnya lagi pulang kampung. Kalau butuh, tiga gang dari sini juga ada tukang fotokopi kok mbak. Gang Jambu, nomer 10." Wanita berdaster itu memberikan informasi. Lalu segera melenggang.

"Iya bu. Terima kasih banyak." Alicia memilih alternatif itu. Daripada dirinya harus kerepotan mendadak besok, lebih baik Alicia menyelesaikan malam ini.

Alicia keluar ke ujung gang tersebut. Benar saja, ternyata Gang Jambu, hanya berjarak tiga gang dari posisinya berdiri. Kalau begini, jalan santai pun tidak masalah walau Alicia merasakan sekitarnya sudah sepi sebab mulai larut malam. Dia tetap melanjutkan niatnya, meskipun plang menyala toko itu berada di gang paling ujung dalam.

"Pak. Ini fotokopi sepuluh, ini lima, lalu yang ini jilid aja." Alicia menyebutkan keperluannya kemudian menunjuk apa yang dibutuhkan.

Bulu halus Alicia meremang. Hawa dingin rasanya mendadak menusuk pori-porinya. Orang yang melayaninya keperluannya cukup lama, sampai tiga pelanggan sebelum Alicia datang tadi sudah pada pergi.

"Nih mbak, beres." Beliau memberikan barang-barang itu. Lantas Alicia mengemasinya ke dalam tas. Kemudian berjalan cepat menuju depan gang supaya dapat segera memesan ojek online untuk pulang.

"Aaa tolong lep-" Alicia terkejut mulutnya tiba-tiba dibungkam dengan selembar kain. Dia mengamati wajah dua orang asing yang terlihat menyeramkan. Kedua laki-laki kekar itu tersenyum jahat kepada Alicia.

Ketakutan Alicia semakin berlipat ganda, mereka menggeret paksa tubuhnya. Alicia berusaha meronta, namun itu hal percuma. Malahan salah satu dari mereka memegangi kakinya agar tidak kebanyakan gerak. Alicia menjadi dibopong menuju bangunan kecil yang gelap. Penerangan hanya sebatas lampu berwarna kuning di depan bangunan itu.

"Huh, salah apa saya kepada anda? Tolong lepaskan." Alicia memberontak, saat tangan itu tak lagi menutupi mulutnya dengan kain.

"Gak usah teriak gitu dong, gadis manis." Lelaki berambut panjang itu mencolek dagunya. Membuat Alicia semakin geram. Ia mendorong Alicia untuk duduk di lantas berbahan semen yang tak beralas apa-apa itu.

"Bro, coba cari tali sama lakban di sana."

"Gak ada bos."

"Bodoh. Cari yang benar."

"Yang benar saja bos, ini cuma gudang bahan. Mana ada barang gitu. Salah siapa gak bawa itu dari tadi?"

"Gimana sih bro, ini kan mendadak."

"Sudahlah bos, mending cari pundi-pundi tambahan."

Alicia melotot mendengar itu. Duh, bagaimana jika ponsel miliknya juga menjadi incaran. Alicia gagal dong meminta bantuan melalui ponselnya. Dengan cepat telapak tangan Alicia mengambil ponsel di saku celananya. Lalu meraba benda di sebelahnya tempat dia duduk. Ternyata ada kardus besar yang berat. Sontak Alicia menyelipkan benda pipih itu di belakang kardus.

Kelas Sore ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang