Alicia yang sedang fokus dengan tugas di hadapannya, sontak mengalihkan perhatian pada ponselnya yang berdering. Tumben Devan menelponnya larut malam begini.
"Kamu nggak di rumah? Kok kuncian pagarnya?"
"Ada apa mas? Aku masih perlu ngerjain tugas di PW Space."
"Ini sudah jam 11 lebih loh, masih belum balik aja."
"Lagian nggak ada yang cariin kok mas. Aman-aman aja di sini."
Tiba-tiba Devan memutus sambungan telponnya sepihak. Alicia pun kembali fokus pada laptop, sementara di sebelahnya, Afif sedang membaca buku untuk menambahkan pada tugas tersebut.
"Tambahkan sumbernya, jangan lupa." Afif mengingatkan Alicia yang sedang mengetik itu. Alicia pun mengangguk.
"Ayo balik." Suara itu membuat Alicia menghentikan aktivitasnya. Alicia sontak menoleh ke belakang, terkejut melihat Devan tiba-tiba kemari. Pasti Ia menyuruhnya untuk pulang. Dikira, Alicia ini anaknya kali ya?
"Ah apaan sih mas. Orang lagi bikin tugas kok suruh pulang?" celetuk Afif dengan raut wajah tak sukanya. Hal itu mendapatkan tatapan sinis dari yang bersangkutan.
"Loh, mas malam-malam kok masih keluyuran? Nggak dicariin?"
Devan berdecih. Pertanyaan Alicia ada-ada saja. Harusnya, Devan yang meminta Alicia untuk segera pulang karena sekarang sudah hampir pukul 12. Meskipun, Devan sebenarnya agak lancang untuk datang kemari tanpa meminta izin kepada Alicia. Tapi, Devan tadi cukup khawatir. Apalagi, beberapakali waktu lalu Pak Hermawan berpesan kepada Devan supaya dapat membantu menjaga putrinya itu.
"Nggak ada waktu buat lanjutkan besok?" tanya Devan.
"Nanggung, sebentar lagi selesai kok. Kurang yang mana Fif?" ujar Alicia yang membuat Devan akhirnya ikut duduk di kursi sebrang yang kosong.
Benar saja. Lima menit setelah itu, semua yang digarap sudah selesai. Alicia dan Afif mengemasi barang-barangnya.
"Makasih ya Fif, sudah mau bantuin sampai selesai."
"Sudah seharusnya begitu. Aku balik dulu ya?" Afif melenggang pergi.
Devan terkejut ketika Devan menurunkan footstep secara kasar. Meski dia orangnya sering galak, tapi Alicia tidak menyangka malam ini dirinya mendadak uring-uringan di hadapannya. Wajahnya tampak tak bersahabat. Tatapannya terlihat tajam, yang bisa dilihat jelas saat Alicia mengambil helm tergantung di stir kiri.
"Cepetan naik, nunggu apa lagi seh!?"
"Eh, iya. Maaf mas." Alicia seolah mati kutu setelah kena semprotan itu. Alicia tidak bisa dimarahi begini. Rasanya ingin menangis saja.
Seharusnya, Alicia yang berhak marah, setelah mengetahui draft ekspor chat antara Devan dengan Yoga yang baru dibaca tadi sore.
"Emh, tumben mas tadi ke rumahku larut malam? Ada apa?" basa-basi Alicia setelah beberapa menit tak ada percakapan di antaranya. Semoga saja laki-laki ini sensinya mereda.
"Gak sengaja lewat."
"Oh, lewat. Bisa kebablasan sampai sini ya?"
"Buktinya bisa." Devan mendengus sebal. "Kemarin kemana aja. Dihubungi susah?"
Alicia menjadi curiga, Devan marah karena sesimpel chatnya yang diabaikan. Alicia sudah mematikan ponselnya semenjak di kantin, karena suhu ponselnya sempat panas. Dirinya baru membukanya lagi ketika di pagi hari. Perempuan itu tahu memang Devan menanyakan keberadaannya. Tetapi, untuk apa Alicia perlu membalas? Toh, sudah kelewat 9 jam.
"Habis selesai mengerjakan tugas di kantin kemarin, tiba-tiba Afif datang terus ngajak aku nonton bioskop. Maaf, HP aku malam itu panas." Alicia menjawab sejujurnya.
"Dih, Afif lagi Afif lagi." Devan menyindir dengan nada kesalnya. Sebenarnya, Devan sudah tahu hal itu sebab Yoga memberitahunya lantaran Afif mengirimkan pap. Hanya saja, Devan memastikan Alicia tidak bohong. "Untung sekalian tak antar pulang ini kamu."
"Emh, memangnya kenapa mas? Kemarin aku pergi fine fine aja. Dan ini tadi juga ngerjakan tugas sama Ersya kok, cuma dia pulang duluan mamanya sakit."
"Gimana sih!? Kamu sendiri yang butuh warning sama dia. Katanya kamu merasa dia berlebihan, gara-gara chat waktu itu. Aneh kamu, dasar nggak berpendirian."
"Mas kok jadi bilang seperti itu? Bagaimana pun, dia juga teman akrab aku. Anak PPH juga." Alicia sebenarnya tidak suka berdebat. Namun, dia malah merasa Devan ini mengekang dirinya. Seharusnya Devan tidak perlu berlebihan seperti itu terhadap Alicia, temannya sendiri. Tentunya, Alicia juga tak terima dikatakan tidak berpendirian.
"Aku hidup jauh lebih dulu. Aku tahu gimana gelagat anak-anak kampus yang baik atau cuma kelihatannya. Sebelum kamu cerita chat itu, aku sudah feeling ada yang aneh. Dan, nggak lama ternyata aku tahu fakta tentang dia."
Devan terdiam sejenak. Setelah Alicia tidak menggubrisnya, membuatnya membatalkan untuk bercerita.
"Makanya, aku nggak suka kalau kamu terlalu berurusan sama dia, kecuali urgent urusan kampus."
"Mas Devan, lagian yang kenal Afif itu aku. Dan aku merasa dia nggak seburuk yang mas dibayangkan. Memang bercandanya berlebihan, tapi sikapnya selama ini baik kok." Alicia berusaha membuat kecemasan Devan itu mereda.
"Terserah deh."
Alicia tak meyahuti lagi. Untuk apa juga Devan membahas pekara ini? Kok seakan dirinya menyuruh menjaga jarak dengan Afif. Toh, Alicia bisa bergaul dengan siapapun atas keputusannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Sore ✓
General FictionAlicia Evalina, seorang karyawan sekaligus mahasiswi kelas sore UNP. Dia merasa menemukan teman seperjuangan di kampusnya. Devan Evander, laki-laki yang dikira merupakan adik kelasnya itu. Dua insan ini memiliki kehidupan berbeda. Hidup Devan yang m...