Seseorang memasuki ruangan dimana Alicia sedang di rawat. Ruangan bernuansa putih yang sangat hening, bahkan detik jam saja terdengar. Dia menatap nanar seorang perempuan terbaring di atas brankar.
Lelaki itu menarik sebuah kursi kayu yang terletak tak jauh darinya. Kemudian duduk di sisi kanan brankar. Dia menyibakkan rambut yang menutupi sebagian wajah pucat pasinya itu.
"Kamu ngapain sih kesini lagi? Aku udah gak mau ketemu kamu."
Ucapan itu membuat lelaki ini kebingungan. Entah maksudnya seperti apa. Dan, apa ada suatu hal yang membuatnya terkesan membenci
"Pergi kok!"
"Al?" Devan, lelaki itu mengguncang bahu Alicia secara perlahan.
Plak!
Satu tamparan lolos dari tangan Alicia mengenai pipi Devan. Lelaki itu menahan emosi yang hampir tersulut atas tamparan yang entah kenapa bisa dilayangkan perempuan dihadapannya kini. Kalau saja Alicia sedang tidak sakit, kemungkinan Devan bakal melakukan hal yang sama balik.
"Buka mata kamu. Kalau ada masalah personal bilang aja." Devan memalingkan muka dari Alicia yang terlihat baru membuka mata itu. "Saya baru ketemu orang yang berani nampar saya selama ini, cuma kamu."
"Devan? Kok kamu disini? Kamu gak apa?" Alicia terkejut, bayangannya tadi yang disampingnya ini bukanlah Devan. Dia jadi menyesal atas refleknya tadi. Alicia takut aksi setengah sadarnya itu melukai atau membuat Devan kesakitan di bagian tertentu.
"Devan, maafin aku ya? Aku nggak sengaja. Aku ngerasa ada orang asing tadi. Mungkin, karena aku masih belum sepenuhnya sadar." Alicia menarik-narik ujung kemeja Devan. Berharap lelaki itu segera luluh untuk memaafkannya. Raut wajahnya terlihat tidak bersahabat, membuat Alicia jadi bingung harus berbuat apa.
"Gak usah banyak gerak. Tangannya berdarah itu." Devan angkat bicara setelah beberapa menit hening. Tatapan sengitnya berubah menjadi sedikit teduh.
"Maaf ya."
"Van, jangan diam gitu ih. Maafin ya?"
Devan menoleh ke arah Alicia. "Hadeh, iya. Harus banget bilang maaf seribu kali?"
"Habisnya kamu diam aja sih. Oh ya, kamu ngapain tiba-tiba kesini Van?"
"Gak boleh?" Devan mengangkat sebelah alisnya.
"Nggak papa kok. Tapi, kamu kok tahu kalau aku disini?" Alicia mulai heran. Dia nitip izin ke Afif pun belum menyertakan detailnya. Sedangkan Reyna, Amira, dan Yoga pun tidak tahu karena sengaja tidak dikabari. Beberapa jam lalu chat Reyna yang muncul di pop up saja sengaja tidak dibalas.
"Posisinya koruptor aja kalau aku cari ketemu. Apalagi kamu." Devan tersenyum miring. Pikirnya, untuk apa Alicia terlalu kepo begini.
Devan Pov
"Yog, Alicia mana? Pulang duluan?" Devan yang baru saja sampai di koridor kelas Akuntansi B itu, tidak melihat keberadaan Alicia sama sekali. Padahal, sekarang masih akan berlangsung jamnya mata kuliah kedua.
Yoga membuang sampahnya lalu berbalik arah dan mengangkat bahunya sekilas. "Ya menurut anda?"
"Yog, aku nanya beneran."
"Cih, serius amat nih orang. Alicia dua hari ini nggak masuk. Terakhir, setahuku dia ngerasa gak enak badan, mual-mual gitu. Mungkin lagi pengen istirahat di rumah sampai dia baikan. Makanya nggak masuk."
"Hm, oke." Devan melenggangkan pergi, melanjutkan jalan kakinya menuju area parkir.
Dia termenung sebentar di atas motornya. Tumben juga tidak ada direct message dari Alicia. Devan membuka kembali instagramnya untuk memastikan. Tetap nihil. Padahal selama ini mereka komunikasi lewat Instagram. Lalu ia beralih pada WhatsApp, tiga hari lalu dia sempat meminta nomor Alicia pada Yoga. Namun, belum ia chat sama sekali sampai saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Sore ✓
Fiksi UmumAlicia Evalina, seorang karyawan sekaligus mahasiswi kelas sore UNP. Dia merasa menemukan teman seperjuangan di kampusnya. Devan Evander, laki-laki yang dikira merupakan adik kelasnya itu. Dua insan ini memiliki kehidupan berbeda. Hidup Devan yang m...