33

5.9K 474 14
                                    

Janlup votment nya. Tembus 30+++ bakalan lanjut terus sampai part 40 maybe '-'

Sudah bertahun-tahun semenjak kejadian mengenaskan itu terjadi, di tahun ini Jaemin berkunjung ke makam orang-orang yang pernah menjadi masa lalunya. Di temani Jeno yang senantiasa memegangi payung bening itu karena gerimis turun secara tiba-tiba, beruntung tersedia payung di dalam mobil.

Jaemin menyimpan bunga Lily berwarna putih itu di ketiga nisan yang berjejer rapi disana. Makam Sehun, Minhee dan juga Luhan yang dua tahun lalu menyusul mereka dengan cara mengiris lehernya dengan pecahan kaca.

Sorot mata nya meredup mengingat masa lalu Jaemin memang tidak begitu baik, apalagi perlakuan-perlakuan mereka. Ahh, bukan hanya mereka yang buruk. Jaemin juga mengingat betul kejadian dimana dia membunuh Minhee dengan tangannya sendiri.

Jeno ikut berjongkok di samping si manis, mengusak puncak kepala itu dengan penuh kasih sayang. "Pulang ya? Udaranya makin dingin, nggak baik buat kamu bunny." Lelaki itu berujar dengan suara bariton nya.

Ia balas dengan sebuah anggukkan, berdiri dan mulai melangkah pergi meninggalkan pemakaman kota itu.

Daun-daun berjatuhan akibat angin sore itu. Jaemin masuk ke jok samping pengemudi, memperhatikan Jeno yang tengah mengitari kap mobil depan sebelum duduk di sampingnya.

"Sekarang mau kemana?" Tanya si dominan.

Jaemin menolehkan kepalanya dengan hidung yang memerah seperti badut, namun terlihat menggemaskan. Dia memang tidak menangis, namun raut wajah serta matanya yang memerah meskipun tidak ada jejak air mata disana sangat menunjukkan bahwa Jaemin sedang sedih.

Di rengkuhnya tubuh kecil itu, membawa Jaemin untuk duduk di pangkuannya. Si manis mengeratkan pelukannya, menyembunyikan wajah sedihnya di balik bidang dada sang suami. Jeno menepuk punggung sempit anak itu.

"Tak apa-apa, kalau Nana mau nangis. Nangis aja, nanti Jeno dengerin kok."

"Nana pembunuh hik.." anak itu mulai terisak.

Jeno masih belum menyalakan mesin mobilnya, jujur saja mengingat hal itu juga membuat Jeno terluka. Namun ini kehidupan baru mereka berdua, masalah itu harusnya di kubur dalam-dalam dan di hargai sebagai kenangan tanpa perlu di ingat terus-terusan.

"Nana, dengerin Jeno bentar." Jeno menangkup wajah sembab Jaemin. "Aku nggak peduli mau apapun itu, kamu juga ngelakuin hal itu buat lindungin aku kan? Kamu enggak salah sayang..." Jeno mengecup setiap inci wajah terkasihnya.

Memberikan ketenangan untuk si manis.

"Jeno janji nggak bakalan benci Nana?"

"Sssttt. Mulutnya nggak bener." Ia kecup bibir Jaemin beberapa kali. "Diem. Kamu perlu ingat satu hal, aku nggak pernah peduli soal itu, hasil tes yang beberapa hari lalu udah keluar menunjukan bahwa kamu sekarang baik-baik aja. Kamu udah normal sayang." Jeno kembali mencium bibirnya.

Jaemin mengangguk lemah. Dia tidak tau kalau tidak ada Jeno mungkin Jaemin bakalan menjadi gila beneran karena di telantarkan di jalanan malam itu. "Jeno..."

"Hm?"

"Jangan pernah selingkuh."

Satu kalimat itu membuat Jeno mengerutkan keningnya terheran, di susul dengan suara tawa khasnya yang terdengar sangat rendah. "Haha, mikirnya gitu? Negatif isi kepalamu sayang."

"Aku takut." Bibirnya mengerucut.

"Nope baby, nggak akan aku kayak gitu. Lagian memangnya ada yang mau sama aku?"

"Ada! Teman kampus bilang kamu kayak sugar Daddy, terus mereka pada mau tuh jadi baby girl atau boy nya kamu!"

Jeno mencubit pipi berisi itu dengan gemas. "Udah jangan di bahas. Mau liburan kemana? Daddy sama Mommy nyuruh kita buat honey moon, ada tempat yang mau kamu kunjungi?"

[ ✔ ] Petrictor - nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang