Malam itu hujan turun sangat deras, seluruh polisi yang di tugaskan disana berbaris di depan pertunjukan yang akan di sediakan malam ini. Tak peduli hujan mengguyur tubuh mereka, hukum harus terus berjalan.
Pria dewasa yang di timpa hukuman bertubi-tubi itu mendongak ke arah langit malam yang menaungi tempat itu. Tangan beserta kakinya di rantai, di seret keluar sel penjara yang berada di bawah tanah. Iya, ini kejahatan yang di lakukan nya. Pembunuhan berencana, penipuan, pelecehan, dan juga korupsi.
"Selamat tinggal" gumam nya sebelum semua benar-benar terjadi. Kesadaran nya hilang sepenuhnya bersamaan dengan tapi yang menjerat lehernya.
Hukuman mati dengan cara gantung diri.
Jaehyun melangkah menghampiri jasad Sehun yang baru saja di turunkan dari sana. Membuka penutup kepala yang sengaja polisi pakaikan untuk Sehun. Jaehyun menunduk di sertai helaan napas panjang nya. "Ini tak seberapa Sehun, selamat tinggal"
-
Sudah beberapa bulan berlalu, bersamaan dengan itu Jaemin kembali di kirim keluar negri untuk melanjutkan sekolahnya. Dua submisiv itu saling melempar obrolan tentang sekolah mereka, kini mereka sudah kelas 11 tahap mendewasakan diri masing-masing.
"Aku kangen Nana" ujar Haechan sambil cemberut.
Renjun menimpali dengan helaan napas panjang yang meghembus dari mulutnya. "Aku juga, kenapa ya mereka mengirim Nana pergi, padahal kan tidak apa-apa kalau dia sekolah disini"
Menggedikkan bahunya pelan. "Kak Mark bilang itu semua demi menjaga Jaemin" sahut yang satu nya.
"Renjun! Ternyata kau disini" seorang lelaki tinggi menghampirinya.
"Eh Lin, ada apa?"
Guanlin menyerahkan berkas-berkas anak OSIS kepada Renjun. Sebenarnya dia bukan anak OSIS tapi di jalan Hendery menitipkan berkas ini padanya. Renjun menerimanya tanpa banyak tanya. "Terimakasih ya"
"Omong-omong, pulang sekolah mau jalan bareng?"
"Ohok ohok kasmaran huhu" ejek Haechan yang langsung di balas pukulan oleh Renjun di area paha nya.
"Awhhh sakit tau!"
"Brisik sih" ia mendengus. "Boleh Lin"
-
Jeno sudah kembali bekerja di kantor milik keluarga nya, begitupun yang di lakukan Mark Lee. Memerhatikan sebingkai Poto yang sengaja Jeno ambil dari postingan Jaemin di media sosialnya. "Sudah lama ya.." gumam nya. Memerhatikan wajah cantik anak itu.
Ahh ralat.
"Calon istriku"
"Bucin!" Mark tiba-tiba saja datang sambil melempar berkas untuk tanda tangan Jeno. Yang di katai seperti itu mendengus tak terima. "Tanda tangan"
"Malas"
"What?!" Mark membola. "Jangan bercanda bapak CEO Jeno Lee!"
Yah, jabatan Jeno naik. Begitu juga dengan Mark yang kini menjadi direktur utama perusahaan itu. Mengabaikan ucapan Mark, Jeno lebih memilih untuk merapikan map yang khusus berisi foto-foto Na Jaemin. Ini adalah paket yang ia minta dari Lucas.
Tentu saja itu tugas Lucas yang menjadi asisten pribadi Jaemin sekaligus paparazi nya. Ya, bagaimana bisa seorang Lee Jeno hidup tanpa melihat wajah anak itu? Jelas mustahil. Bisa kalang kabut dia kalau sehari saja Lucas tidak mengirim foto Jaemin, baik lewat paket atau email.
Memang protektif.
"Cepatlah, aku sibuk" tukas Mark jengah.
Jeno terkekeh kemudian menandatangi surat yang di berikan Mark tadi. "Mark, apa aku menyusulnya kesana saja ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[ ✔ ] Petrictor - nomin
Fiksi RemajaJaemin itu ponakan Jeno, iya ponakan yang Jeno angkut dari jalanan dan otw menuju pelaminan. Tentang Jaemin yang memiliki gangguan kesehatan mental, bocah itu selalu bertingkah selayaknya anak kecil seperti usianya, namun ada sisi gelap yang Jaemin...