Salah satu agenda paling menyebalkan untuk Flo tiap pulang kampung adalah berbenah rumah si Mbah.
Si Mbah tinggal sendirian, setidaknya sampai sebelum Ranggi datang. Orang tua Flo telah terbiasa dengan agenda satu ini karena mereka pikir, di usia Mbah yang semakin renta, tak memungkinkan untuk beliau membersihkan rumah sendirian. Terlebih rumah itu luas dan besar.
Padahal, realitanya rumah si Mbah tampak bersih. Setidaknya untuk saat ini.
Seraya menyikati sela-sela ukiran kursi kayu yang ada di ruang tamu, Flo mengeluh, "Orang gak kotor-kotor amat. Tinggal disapu sama pel juga beres. Gak perlu semua sudut disikatin. Siapa juga mau ngelihatin sela-sela kursi begini?"
Meski dilalui sambil sambat, Flo menyelesaikan tugasnya dengan cukup baik. Semua kursi di ruang tamu tampak bersinar dan mengkilat. Hasil kerja kerasnya tak mengkhianati tetesan keringat yang menyebabkan rambut dan kaus-nya basah.
Flo baru akan menjatuhkan bokong di atas salah satu kursi, ketika perintah lain menggema dari ruang makan.
"Flo, habis ini bersihin kamar Ranggi, ya!"
Flo mengerutkan kening, "Hah? Gak salah dengar gue?"
Sebenarnya, Flo mendengarnya dengan jelas. Tapi, perintah itu tak cukup masuk akal untuknya.
Jadinya, ia memilih mengabaikan dan justru berujung kena semprot.
"Itu kuping apa cantelan panci, sih?! Mama tadi suruh kamu, Floretta!"
"Suruh apa, sih, Mah?" Flo mengerang tak paham.
"Itu, loh. Bersihin kamar-nya Ranggi. Buangin sampahnya. Nanti Mama yang lap-lap sama sapu. Terus kamu pel. Heran, jadi anak cewek males amat beberes."
"Dih, emang kita pembantu dia apa? Gak usah kali, Mah," sahut Flo, menyuarakan ketidaksetujuan-nya melalui sindiran ringan.
"Ck, ya, sekalian, lah, Flo. Kamar-nya Ranggi, kan, bagian dari rumah ini juga. Mumpung kita lagi berberes." Mariah kekeuh dengan perintah-nya yang terdengar tak meyakinkan itu.
Seraya memupuk kesabaran, Flo menjelaskan, "Mah, kamar itu area privasi. Walaupun kamar Mas Ranggi bagian dari rumah ini, tapi tetap aja itu privasi-nya dia."
"Halah! Privasi, privasi apa," cibir Mariah, yang disusul dengan kekecewaan berbalut emosi, "Udahlah, kalau gak mau!Minggir! Mama aja yang beresin!"
Mariah melewati Flo begitu saja. Menuju kamar Ranggi yang ternyata tidak dikunci. Sisa kepergiannya menyisakan perasaan bersalah di hati Flo.
Kalau Flo tidak merasa bersalah, ia pasti sudah dicap anak durhaka.
Dan pada akhirnya Flo harus merelakan diri-nya berakhir di dalam kamar itu.
Flo melangkah dengan hati-hati, seakan takut menginjak jebakan tikus yang bisa jadi dipasang di sana. Sedangkan matanya secara spontan menjelajah isi kamar yang dimasukinya, disertai dahaga penasaran.
Kamar Ranggi cukup ramai. Beberapa poster band musik terpasang di dinding. Meja kerja dengan lampu belajar hitam itu dihiasi beberapa action figure berukuran besar, kalender duduk dari bank ternama serta beberapa merchandise dari bank yang sama. Pasti tempat pria itu bekerja.
Di sisi lain, ranjangnya menggunakan sprei motif kotak-kotak hitam. Tepat di samping ranjang, ada laci kaca yang digunakan untuk tempat body care, termasuk jejeran botol minyak wangi dari berbagai ukuran dan bentuk.
Di balik pintu, ada gantungan baju. Dan seperti sudah bisa ditebak, banyak pakaian bergelantungan di sana. Entah mana yang sudah dipakai sekali dan yang sudah dipakai berkali-kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angry Om is My Housemate [ C O M P L E T E ]
RomanceGagal lulus tepat waktu karena harus mengulang sidang skripsi adalah cobaan yang tidak pernah sekalipun ingin dicoba oleh Floretta. Kepalang stress karena harus tambah semester sementara Bapak-nya pensiun di saat bersamaan, membuat Flo sangat terpur...