Menurut bukan berarti Ranggi tidak bertanya-tanya. Meski harus mengendapnya dalam benak, pandangannya itu tak bisa berdusta.
Langkahnya terurai lamban. Ada keraguan untuk mengikuti jejak Bima, terhitung sejak pria itu menghampiri resepsionis dan meminta kunci kamar.
Adalah hal yang wajar bila Ranggi berpikir yang tidak-tidak. Kendati kenyataannya belum tentu demikian, tetap saja ia waspada.
Tatapannya bagaikan laser yang menyasar kepala Bima untuk dilubangi. Ia mencoba menerka, mengapa dari semua tempat Bima mengajaknya ke hotel ini.
Sementara itu, tanpa berusaha menjawab kebingungan Ranggi, Bima mempersilahkan pria itu untuk masuk. Kamar double suite dengan satu ranjang besar yang bisa menampung dua orang itu masih sangat luas dan rapi.
Kendati demikian, Ranggi menyadari sesuatu. Keberadaan benda yang tak lazim ada di dalam sebuah kamar hotel, teronggok dekat laci.
"Kamu bilang kamu udah tahu cara untuk saya nebus kesalahan saya." Ranggi akhirnya berbicara, mulai lelah dengan aksi diam Bima yang tak memberi penjelasan apapun.
Namun, alih-alih membalas, Bima bergerak cepat menyambar tongkat baseball yang sejak awal memancing kecurigaan Ranggi. Mengayunkannya ke arah wajah pria itu hanya saja tidak berhasil.
Itu karena Ranggi punya kemampuan reflek yang baik. Walau berhasil menghindar, mustahil bila ia tidak terkejut.
"Bima! Apa-apaan, sih?!"
Bima masih tidak bersuara. Hanya terus mengayunkan tongkat baseball tersebut, menjadikan Ranggi sebagai target.
Hal ini jelas jauh dari perkiraan Ranggi. Ia sempat mengira kalau Bima akan membawanya ke kantor polisi. Tapi, ia malah hendak dipukuli.
"Bima! Berhenti!"
Pintu menjadi penghalangnya untuk menghindar. Ranggi tersudut sedangkan Bima punya kesempatan.
Dengan tongkat baseball itu, Bima menekan leher Ranggi hingga dia tercekik. Kesulitan bernapas membuat Ranggi susah payah melepaskan diri.
Di saat itu, Bima memanfaatkan peluang yang ada untuk menumbangkan Ranggi. Sementara lengannya menahan tongkat baseball, ia pun meninju perut Ranggi berkali-kali. Cukup untuk membuat pria itu tersungkur lemas, kemudian barulah ia melepas tongkat baseball yang sejak tadi menyebabkan Ranggi tercekik.
Ranggi tak punya persiapan apapun dan tidak sekalipun menyangka kalau Bima akan memukulnya. Ia pikir, Bima akan berhenti begitu saja. Tapi, nyatanya pria itu langsung menariknya ke tengah-tengah kamar.
Sekali lagi, Bima melayangkan bogem mentah dari kepalan tangan yang sudah seperti batu. Lebih sering menyasar perut, sesekali ia juga mengarahkannya ke wajah dan bahkan menendang pria itu.
Tanpa memberi kesempatan padanya untuk membalas atau paling tidak bernapas, Bima memukulinya secara membabi buta. Memar sudah menghiasi seluruh bagian tubuh Ranggi ditemani darah dari kulit wajah yang robek. Dia kelihatan tidak berdaya, masih terlalu terkejut untuk mengarahkan serangan balasan.
Beberapa waktu berselang, barulah Bima mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Membiarkan Ranggi mengambil napas, meski kelihatan menahan sakit mati-matian.
"Kenapa, Mas?"
Rasa sakit yang mendera tubuhnya sudah sangat menyiksa. Namun, Ranggi berusaha mempertahankan kesadaran, untuk mendengar apa yang akan Bima katakan.
Bima memainkan tongkat baseball yang menapak lantai. Tak ada sedikit pun rasa kasihan yang tercermin di dalam bola matanya tatkala melihat kondisi Ranggi. Seolah ia tidak menyesalinya sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angry Om is My Housemate [ C O M P L E T E ]
RomanceGagal lulus tepat waktu karena harus mengulang sidang skripsi adalah cobaan yang tidak pernah sekalipun ingin dicoba oleh Floretta. Kepalang stress karena harus tambah semester sementara Bapak-nya pensiun di saat bersamaan, membuat Flo sangat terpur...