:: Bab XXXVII ::

903 78 3
                                    

Kehampaan mengisi seluruh relung hati. Kabar mengejutkan itu membuatnya terbirit-birit keluar dari kantor dan menyebabkan lututnya kembali nyeri. Bahkan, rasa nyeri itu belum sepenuhnya mereda namun Bima memilih untuk tidak peduli.

"Flo beneran gak ngabarin ke lo, Bim?"

Bima menggeleng lemah sebagai jawaban atas pertanyaan yang Mawar lempar. Gadis di sampingnya itu kemudian mengangguk paham. Sebelum akhirnya mendengus pelan, yang untungnya masih tertangkap oleh indera pendengaran Bima.

Seraya memandangi rumah kosong di hadapan mereka, Mawar menepuk pundak Bima berlagak memberi percikan semangat.  "Mungkin ini waktunya lo untuk move-on. Flo juga udah sama Mas Ranggi. Lo gak berpikir untuk ngerebut dia, kan?"

Dalam diam, Bima memikirkan nasihat Mawar. Ia lantas berbalik, mengurai langkah meninggalkan rumah Mbah Karsih yang saat ini kosong, tak berpenghuni. 

Sementara itu, Mawar kembali bersuara, "Lagipula, gue 100% yakin lo bisa dapat cewek yang lebih dari Flo. Ya... maksud gue, yang lebih cantik, lebih pintar, yang sepadan, lah sama lo."

Ada senyum misterius yang tersungging di sudut bibir Mawar, seiring dengan jarak di antara dirinya dengan Bima yang ia kikis perlahan. Ia tengah menjalankan rencana cadangan. Apabila Ranggi tak bisa ia dapatkan, maka Bima bisa jadi pengganti yang tepat untuknya. 

Siapa juga yang tak mau dengan Bima? Tidak hanya karena mereka sebaya, namun karir dan kehidupan mapan pria itu nampak bisa menjamin untuk masa depannya. Bonus lainnya, dia tampan.

Sebenarnya, Mawar sudah kepincut sejak pertama kali Bima menginjakkan kaki di kantornya. Hanya saja, ia tidak terang-terangan mengejar karena masih fokus pada Ranggi yang gencar dijodohkan dengannya. Dan berhubung Bima sedang dalam masa berkabung karena perasaannya terhadap Flo tak berbalas, Mawar tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan emas seperti ini.

Biasanya, orang yang sedang patah hati itu butuh teman. Teman yang lama-lama bisa jadi dekat. 

Sayangnya, langkah Mawar itu terlalu tergesa-gesa. Bima sempat berhenti, menatap Mawar lekat-lekat. Begitu tajam dan tegas sorot matanya, seolah tengah memberi peringatan.

"Gue gak butuh siapa pun untuk menggantikan Flo. Dia punya tempat sendiri di hati gue dan gak semudah itu untuk menghilangkannya. Semoga lo ngerti maksud gue."

Bima pun meninggalkan Mawar begitu saja. Tancap gas dengan Jeep Rubicon-nya, ia bahkan tak berpamitan pada gadis itu. Tidak pula terlihat acuh ketika wajah Mawar sudah memberengut.

"Ck! Sial! Apa, sih, lebihnya Flo sampai mereka suka banget sama dia?!" Mawar menggerutu. Sempat melirik rumah Mbah Karsih yang ditinggal kosong entah sampai kapan, ia menghentakkan kakinya karena kesal lantas pergi dari sana.

...

"Udah, Flo?"

Keluarnya Flo dari ruang dosen disambut oleh pertanyaan dari Athalia yang sedang menunggu giliran untuk bimbingan. Sementara di samping gadis itu, Coral sedang merapikan draft revisian skripsi yang baru saja dicetak.

Flo mengangguk lemah. Ia membukakan pintu agar Athalia bisa masuk. Namun, diserobot oleh Coral karena gadis dengan paras oriental itu keburu dipanggil oleh Pak Jaka, dosen pembimbingnya. 

"Tungguin, ya. Habis ini kita makan di Kantin Doraemon. Lapar banget gue." Athalia berpesan. Tak mungkin menolak, Flo lagi-lagi mengiyakan lewat anggukan kepala. 

Sebuah kursi kosong memanggil Flo untuk meletakkan bokongnya di sana. Ia pun menunggu kedua sahabatnya itu sambil merapikan laptop beserta cetakkan draft revisiannya yang sudah dicoret-coret oleh Bu Ratna.

Angry Om is My Housemate [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang