"Iya. Alamatnya udah gue kirim di WA, ya, Ral. Nanti duitnya gue transfer ke Athalia. Thank you."
Flo mengambil ponsel yang terjepit oleh daun telinga dan pundak, lalu mematikan sambungan telfonnya bersama Coral. Setelahnya, ia mengambil bungkus bekas sate yang sudah habis ia makan untuk dibuang ke tempat sampah.
Tapi, hal itu tak jadi dilakukannya begitu teriakan datang dari lorong ke arah dapur.
"Jangan!"
Flo sontak menoleh. Netranya memperhatikan sepasang kaki yang mendekat ke arahnya.
Si pemilik kaki itu mengerutkan wajah, dengan satu jari menunjuk kepada bungkus sate milik Flo yang hampir masuk ke dalam tempat sampah.
"Itu bisa bikin bau, tahu, gak?! Plastik sampah di sini baru saya ganti! Gimana, sih?!"
Ranggi sudah tampak seperti ibu-ibu kos yang galak dan judes. Pose bertolak pinggang serta mimik keras-nya mendukung gambaran tersebut.
Flo mendesah malas. Alih-alih membentak —lagi dan lagi—, sebenarnya Ranggi masih bisa memperingatinya dengan bahasa yang lebih halus. Entah memang tabiat atau pita suaranya sudah disetting secara khusus, makannya pria tersebut senang sekali berteriak.
Padahal, Flo tidak tuli. Walau suka lama menyahut kalau dipanggil.
"Ya maaf, saya gak tahu," bisik Flo, antara ingin dan tak ingin Ranggi mendengarnya. Namun, mengetahui bahwa pria itu melirik ke arahnya, ia asumsikan kalau Ranggi terlanjur mendengar apa yang dirinya katakan.
Flo pun melewati Ranggi untuk membuang sampah di belakang rumah. Begitu ia kembali, Ranggi sedang mengambil botol minum dari dalam kulkas.
Pria itu sudah akan beranjak, namun Flo rasa ia perlu mengatakan sesuatu padanya.
"Mas Ranggi?"
Ranggi sekedar menengok saat namanya disebut. Tatapan malasnya mendesak Flo untuk segera mengatakan apa yang ingin dikatakan.
"Itu... earphone-nya buat... siapa?"
"Yang butuh aja," jawab Ranggi, singkat.
Sementara Flo berpikir keras, dan menyahut ragu, "Oh... begitu.".
Ranggi pun melanjutkan langkah, setidaknya sampai 5 langkah walaupun kemudian berhenti.
Ranggi berujar, "Saya udah gak ada hutang apa-apa lagi sama kamu."
Flo mendengarnya dan terdiam sejenak. Jujur saja, ia agak bingung dengan maksud perkataan Ranggi.
Namun, ia enggan meminta penjelasan lebih. Toh, Ranggi sudah keburu masuk ke kamarnya sendiri.
Sembari menatap daun pintu kamar Ranggi yang berwarna coklat, Flo akhirnya paham. Napasnya berhembus panjang.
"Tinggal ngomong 'Itu buat ganti earphone kamu', apa susahnya, sih? Dasar cowok tukang ngomel." Flo berakhir mengoceh sendiri.
Flo mengambil earphone pemberian Ranggi yang masih tergeletak di atas meja makan. Memperhatikan kardus kemasan dan pura-pura membaca panduan pemakaiannya.
Untuk sekarang, yang masih memiliki hutang atas kesalahan di sini hanya dirinya. Double lagi. Hutang atas kabel charger Ranggi yang rusak dan minyak wangi Ranggi yang pecah. Kalau saja dompetnya bisa menjerit, pasti suaranya bisa mengalahkan speaker dari hajatan sebelah rumah si Mbah.
"Ada-ada aja cobaan mahasiswa semester akhir."
...
Selesai mengurus makan malam si Mbah, Flo mengantar wanita lanjut usia itu ke kamar untuk beristirahat. Setelah beliau terlelap karena pengaruh obat, barulah Flo beranjak keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angry Om is My Housemate [ C O M P L E T E ]
RomanceGagal lulus tepat waktu karena harus mengulang sidang skripsi adalah cobaan yang tidak pernah sekalipun ingin dicoba oleh Floretta. Kepalang stress karena harus tambah semester sementara Bapak-nya pensiun di saat bersamaan, membuat Flo sangat terpur...