:: Bab XVI ::

1.2K 111 12
                                    

Ketakutan Flo menjadi nyata.

Menemukan Jeep Rubicon hitam terparkir di pinggir jalan, jantung Flo berdegup kencang. Begitu Ranggi menarik tuas rem, ia langsung meloncat turun dari motor.

"Flo! Ini satenya!"

Flo sudah tak peduli pada Ranggi yang terus meneriakinya. Ia melepas sandal dengan cepat, lalu nyelonong masuk ke dalam rumah.

Di ruang tamu, bintang dari segala kegelisahannya justru sedang bersenda gurau dengan si Mbah. Di atas pangkuan pria itu, terdapat album foto masa kecilnya. Mbah dengan kacamata kuno-nya berusaha menjelaskan cerita di balik masing-masing foto yang ada.

Kedatangan Flo yang grasak-grusuk jelas memancing perhatian keduanya. Flo yang sempat berpikir bahwa pria itu akan kesal, malah dilempari senyum lebar.

"Hai, Flo. Akhirnya, lo balik juga."

"Lo... udah lama, ya? Sorry, ya, Bim. Tadi-"

Tak tega pada Flo yang tampak terengah-engah saat menjelaskan, Bima pun menyela, "It's oke. Gue belum lama, kok."

"Serius?"

Bima mengangguk cepat. Disusul oleh Mbah yang menyuruh Flo menyingkir dari ambang pintu.

"Wis, mlebu disit, Flo."

- (Udah, masuk dulu, Flo.)

"Tahu, nih. Ngalangin jalan aja."

Mata Flo mendelik sinis mendengar sahutan yang tak diperlukan dari arah belakang. Berasal dari Ranggi dengan 2 plastik berisi 4 bungkus sate ayam dan 1 plastik lain berisi minyak urut pesanan si Mbah.

Flo pun menepi. Membiarkan Ranggi masuk ke dalam.

"Oh, ada Bima." Ranggi menyadari adanya tamu di rumah. Kini, ia mengerti mengapa Flo begitu gelisah terhitung sejak mereka berangkat.

"Iya, Mas."

Tidak lanjut berbasa-basi, Ranggi langsung menuju ke dapur. Si Mbah pun berpamitan untuk menyiapkan makan malam. Sempat dicegat oleh Flo agar dibantu, tapi kata beliau akan lebih baik jika gadis itu menemani Bima selaku tamu yang sudah menunggunya sejak tadi.

"Bim, sorry banget, ya sekali lagi. Karena udah bikin lo nunggu." Flo benar-benar merasa bersalah. Perasaan itu tergambar pula pada raut wajahnya.

Rasanya tak mungkin kalau Bima ujug-ujug bisa memegang album foto masa kecilnya, kecuali Mbah yang mengeluarkan. Dan Flo sekedar ingat, Mbah akan melakukan hal itu jika sudah tak punya bahan obrolan saking lama-nya tamu itu menetap. Kesimpulannya, Bima pasti sudah menunggu kehadirannya cukup lama.

Bukan menenangkan Flo yang tak enak hati, Bima justru terkekeh geli. Pria itu menunjuk ke arah kepala Flo serta sesuatu di atasnya.

"Lo mau pakai helm di dalam rumah, Flo?"

"Eh?"

"Terus ceritanya, balon itu oleh-oleh dari luar?"

Disadarkan, Flo langsung melirik tali balon di dalam genggamannya kemudian meraba kepalanya yang masih tertutup helm. Ia meringis, malu akan kecerobohannya sendiri.

"Oh, iya. Bentar, ya."

Flo berusaha membuka kaitan helm-nya secara mandiri. Enggan merepotkan siapapun lagi.

Namun, entah tangannya yang bau atau memang ia tidak punya skill khusus dalam membuka pengait helm, Flo benar-benar kesulitan. Ia hampir menyerah dan di saat bersamaan, Bima mendekat.

Angry Om is My Housemate [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang