:: Bab XXVII ::

1K 90 6
                                    

Ditemani handuk Angry Bird kesayangannya, Ranggi keluar dari kamar mandi. Begitu membuka pintu, ia bisa melihat Flo yang sedang sibuk menata lauk pauk di atas piring.

Aroma sabun yang wanginya semerbak tidak mungkin tidak menarik perhatian Flo. Gadis itu lantas berbalik dan langsung mengumbar senyum ketika melihat Ranggi yang tampak segar habis mandi.

"Mas, ada telur kukus kesukaan Mas Ranggi, loh," ucapnya, memberi tahu. Ranggi menyahut seraya mendekat. Ia membantu mengeluarkan lauk lain yang Bude Sari kirimkan untuk ditata oleh Flo. Senyumnya ikut mengembang saat gadis itu menyerahkan satu piring berisi telur kukus yang masih hangat.

Sementara tangan kanannya menerima piring pemberian Flo, tangan kiri Ranggi bergerak mengusap gemas pucuk kepala gadis itu.

"Ini saya bawa ke depan, ya. Sekalian taruh handuk di jemuran. Nanti saya bantuin bawa yang lain."

Alih-alih kesal karena tatanan rambutnya yang jadi agak berantakan, Flo hanya mengangguk. Ia mempersilahkan Ranggi pergi lantas mengusap bekas sentuhan pria itu.

Ternyata ini yang orang bilang 'Yang diacak-acak rambut tapi yang berantakan hati'. Flo sampai tidak bisa berhenti tersenyum terlebih saat ia mengingat apa yang Ranggi katakan malam tadi.

"Tolong, jangan terima siapa pun yang menyatakan perasaannya ke kamu. Apalagi kalau itu berasal dari masa lalu yang udah nyakitin kamu. Cukup lihat ke masa depan, Flo. Ada orang yang bisa membahagiakan kamu di sana."

Makna kata pria itu memang bukan sesuatu yang definit, yang pasti artinya ataupun mengarah ke satu maksud tertentu. Namun, hanya dengan kata-kata itu Flo jadi semakin yakin kalau Ranggi memang memiliki perasaan serupa dengannya, seperti yang tak sengaja ia curi dengar malam itu.

Flo bahagia bukan main. Kali ini, cintanya tak lagi bertepuk sebelah tangan. Untuk yang pertama dalam seumur hidup, perasaannya pada seseorang terbalas dengan indah.

...

Ketukan jari telunjuk terdengar seirama dengan denting jam yang duduk di atas meja. Baru ketika segelas kopi dingin diletakkan di samping tangan, ketukan tersebut terhenti sejenak.

"Mbak Mawar, iced americano, kan?"

"Yes. Thank you, ya, Nia."

"Your welcome, Mbak Cantik."

Mawar mengantar kepergian Nia yang bergerak menuju kubikelnya sendiri dengan senyum. Di saat bersamaan, perhatiannya turut teralih pada ruangan yang bersebelahan dengan kubikel gadis ber-rambut bob itu.

Dari balik dinding kaca, ia bisa melihat Bima yang tengah sibuk mempresentasikan prospek lembaga tutor kepada investor baru melalui online meeting. Gerak tubuh pria itu seperti ikut berbicara. Ditambah dengan wajah yang sedap dipandang, Mawar yakin tak sulit untuk Bima mengambil hati para investor itu demi kemajuan lembaga tutor mereka.

Seandainya Bima tidak tiba-tiba mengalihkan pandangan dari layar LED ke arahnya, Mawar pasti masih memandangi pria itu. Meski agak terkejut, ia hanya tersenyum kikuk. Lantas mengubah arah pandangannya pada sebuah foto yang terpampang di laptop.

Dokumentasi yang diabadikan melalui foto dan gambar sudah dikirimkan oleh pihak Event Organizer. Setelah diedit oleh tim desain milik divisi PR, Mawar tengah memeriksa ulang sebelum mengizinkan hasil dokumentasi tersebut disiarkan melalui media sosial.

Di antara foto dan video yang lain, sebuah foto membuat jari Mawar berhenti menggulir mouse. Sudah sekitar 10 menit berlalu dan ia masih belum beranjak ke foto ataupun video selanjutnya.

Angry Om is My Housemate [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang