:: Bab XXVI ::

1K 117 30
                                    

"Gokil banget, Mbak Flo! Sumpah! Saya gak nyangka kalau Mas Bima merubah rundown, tuh karena ini."

Antusiasme Nia mengiringi Flo yang sedang mengganti pakaian. Tidak tertular kebahagiaan, suara riang gadis dengan rambut bob itu justru menusuk relung Flo yang langsung duduk terdiam di atas kloset.

Flo menatap bunga mawar yang tersempil dari dalam tote bag-nya. Semakin lama ia menatap bunga tersebut, semakin berat embusan napasnya. Tak terasa, air matanya merembes ketika rasa sakit yang sudah berhasil ia sembuhkan kini kembali terasa.

Tak pernah sedikit pun muncul dalam benak Flo bahwa hari semacam ini akan terjadi dalam hidupnya. Seperti sedang dijadikan candaan, Flo tidak mengerti mengapa kisahnya jadi sekonyol ini.

Sejak Bima menolak perasaannya 7 tahun lalu, ia sudah malas berharap pada kekuatan cinta ataupun maha dahsyat takdir yang bisa mengubah perasaan seseorang. Percobaan pertama dan langsung kalah telak membuat Flo menyerah saat itu juga.

Mati-matian, Flo membekukan hatinya agar tak terus menerus mengharapkan Bima yang hanya akan membawanya pada cinta bertepuk sebelah tangan.

Ia sudah melakukan berbagai cara agar tidak teringat pada rasa sakit yang seakan menghancurkan sekujur tubuhnya akibat penolakan Bima.

Flo juga berusaha membenci Bima, paling tidak agar ia tetap ingat kalau mereka tak akan bisa bersama —seperti yang seringkali muncul di dalam bunga tidurnya.

Ia menahan diri agar tak perlu peduli tentang kabar Bima selama 7 tahun belakangan kendati sulit untuk dilakukan karena dirinya masih ingin mengetahui apa saja yang telah terjadi di hidup pria itu.

Pengalaman buruk yang Bima sebabkan membawa ia hidup dalam pemikiran bahwa kisah cintanya tak akan pernah beruntung kecuali Tuhan sudah benar-benar iba. Sempat berharap Bima menyesal, namun Flo tahu itu terlalu mustahil untuk terjadi.

Namun, setelah 7 tahun bertarung dengan dirinya sendiri agar tidak terpuruk hanya karena seorang Bima Satya Erlangga, hari ini pria itu justru bertekuk lutut di hadapannya. Bahkan memohon, meminta Flo untuk memperbolehkannya menebus keputusan 7 tahun lalu yang dia sesalkan.

Flo mengusap air matanya dengan kasar. Ia benar-benar tidak ingin menangis karena kejadian tadi terlalu lucu untuknya. Tapi, ia juga tidak bisa tertawa sebab luka di hatinya terlanjur terbuka.

"Pantas Mas Bima jarang kelihatan dekat sama cewek. Ternyata nungguin Mbak Flo."

Nia masih dengan celotehannya ketika Flo nongol dari bilik kamar mandi. Tanpa merespon gadis itu, ia langsung memberikan gaun sewaan yang tadi dipakainya lantas bergerak keluar usai menyampaikan terima kasih.

Flo hanya mau merebahkan diri, lalu terlelap tanpa ia sadari untuk kemudian bangun esok pagi tanpa mengingat apapun yang terjadi malam ini. Sayangnya, pria yang berhasil membuat lukanya kembali menganga secara tiba-tiba hadir. Mencegahnya pergi.

"Lo... mau pulang sekarang? Lo, kan belum makan, Flo."

Bima bermaksud baik. Acara sudah sampai di sesi jamuan makan malam dan tak mungkin ia membiarkan Flo pergi tanpa menyicip apa pun.

Selain itu, Flo yang mendadak pergi usai mengambil bunga mawar pemberiannya menjadi tujuan lain mengapa ia menghampiri gadis tersebut. Ia tak mengerti mengapa Flo bersikap demikian namun yang Bima tahu, ia perlu memastikan kondisi gadis itu.

"Sorry, tapi gue harus pulang sekarang," jawab Flo dengan suara pelan. Ia berjalan melewati Bima tapi pria itu lagi-lagi menahannya.

Seraya meraih pergelangan tangan Flo, Bima bertanya, "Flo, are you oke?"

Angry Om is My Housemate [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang