:: Bab XXXVIII ::

988 88 3
                                    

BOL4 — Space

as

9th BST of 'Angry Om is My Housemate'






"Ini titipan kunci dari Mbah Karsih. Katanya, siapa tahu Mas Ranggi pulang biar ndak repot cari kunci."

Ranggi membuka pintu depan secara perlahan. Layaknya rumah yang lama tak dihuni, debu kelihatan tersebar di beberapa permukaan. Kendati demikian, tak ada yang berubah dari apa yang terakhir kali Ranggi ingat. 

"Mbah Karsih masih sempat-sempatnya mikirin lo, loh, Gi." Bernard berpendapat, sembari mengelilingi bagian dalam rumah.

Seakan sengaja disiapkan untuk ditinggal dalam waktu lama, aliran listrik sengaja dimatikan kecuali untuk lampu di teras. Kulkas di dapur bahkan dalam keadaan kosong, tidak menyimpan bahan makanan apa pun. Uniknya, ada beberapa catatan yang ditujukan khusus untuk Ranggi tertempel di pintu kulkas. Kebanyakan dari catatan itu berisi pesan tentang keberadaan Mbah Karsih serta hal-hal apa yang bisa Ranggi lakukan selama beliau tidak ada.

Ranggi menyandarkan kruk-nya pada sofa ruang tamu. Ia lantas masuk ke kamar dan dibuat terkejut karena isi kamarnya yang tertata rapi. Baju-baju yang seingatnya menggantung di belakang pintu, sudah dalam keadaan terlipat dan wangi. Plastik di dalam tempat sampahnya juga sudah diganti. Begitu pula seprai kasurnya yang tampak mulus dan tidak kusut sama sekali. 

Bagaimana orang-orang di rumah itu masih memperhatikan dan mau merawat kamarnya membuat perasaan bersalah dalam diri Ranggi semakin menjadi. Penyesalan membekap, menyuruhnya untuk introspeksi diri. Hanya karena rasa takut dan tidak percaya diri seandainya orang-orang tak bisa menerima masa lalunya, ia justru bersikap egois dengan menjauhkan diri dari mereka yang tak salah apa-apa.

Meninggalkan kamarnya, Ranggi hendak menghampiri Bernard yang tengah memeriksa area belakang. Namun, niat itu diurungkan saat netranya tak sengaja menjurus  pada sebuah kamar yang berada persis di sebrang kamarnya. 

Tak mungkin Ranggi lupa siapa yang menempati kamar tersebut. Seiring dengan lemari ingatannya yang terbuka, Ranggi mengurai langkah perlahan untuk mendekat lantas membiarkan tangannya bergerak menggenggam gagang pintu. 

Menguatkan tekad, daun pintu itu terbuka oleh dorongan tangan Ranggi. Menelan pil kepahitan, ia hanya bisa menghela napas ketika melihat kamar itu tak lagi berpenghuni. Hanya ada ranjang tanpa seprai dengan lemari di sudut kamar.

Ranggi menjatuhkan bokongnya di tepi ranjang. Pandangannya bagai mesin pemindai, berusaha membangun imajinasi tentang apa saja yang pernah terjadi di dalam kamar tersebut. Kegiatan apa saja yang terekam oleh benda-benda pengisi kamar itu, keputusan apa saja yang telah diambil dari setiap langkah yang menapaki lantai, serta cerita apa saja yang didengar oleh dinding yang mengelilinginya. 

Setiap tarikan napasnya mengantarkan rasa sakit. Ranggi tak menyangka bahwa ditinggal oleh Flo bisa se-menyiksa ini. 

Ada satu boneka babi hijau berukuran kecil yang teronggok di samping bantal. Boneka itu pasti tak sengaja tertinggal oleh kawanannya. 

Kenangan di pasar malam yang menjadi awal dari hubungan yang semakin erat itu seketika muncul seperti kaset film yang diputar. Ranggi menatap boneka babi hijau tersebut lekat-lekat, tatkala bayang-bayang wajah gembira Flo hadir di depan mata.

Angry Om is My Housemate [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang