:: Bab XXIX ::

941 72 7
                                    

Secret Number — Fall in Love

from

Wavve TV Show Alarm Love Clap! Clap! Clap OST

as

8th BST of 'Angry Om is My Housemate'





Adalah teh hijau dengan tambahan madu sebagai teman di atas meja berisi kue-kue kering. Riak air dari kolam ikan membawa suasana yang menenangkan hati. Semilir angin sore yang menyejukkan turut mengantarkan aroma dari sebaris tanaman obat keluarga yang wangi.

Dulu, Bima sering menyendiri di sana. Di taman yang menjadi spot favorit karena dibuat khusus untuknya.

Kini, waktu senggang memberinya kesempatan untuk bisa kembali. Sedikit bernostalgia, pandangannya pun jatuh pada kedua lututnya.

"Bima."

Panggilan itu membuat Bima berpaling. Sang Papa hadir membawa satu cangkir serupa miliknya. Bedanya, cangkir yang dibawa pria paruh baya itu berisi kopi hitam.

Tanpa Bima persilahkan, Papanya sudah lebih dulu mengambil tempat. Duduk di kursi kayu yang bersebrangan dengannya.

"Papa dan Mama-nya Zee udah pulang, Pah?"

Terlihat Papanya mengangguk.

"Mereka sempat cari kamu. Tapi, Papa bilang kamu lagi istirahat."

Air muka penyesalan muncul tatkala sang Papa membeberkan fakta. Bima merasa bersalah karena sikapnya yang kurang sopan.

Hanya saja, ia berpikir ini lebih baik. Papa dan Mama Zee jelas tak akan berhenti membicarakan perjodohannya dengan Zee ataupun mengungkit masa lalu mereka jika ia tidak segera pergi. Sementara telinganya sudah panas, hatinya juga terasa tak nyaman.

"Jadi, gimana?"

Bima menoleh, "Gimana... apanya, Pah?"

"Kita udah temuin orang yang nabrak kamu dan Zee. Kamu gak mau menghukum dia?" jelas Papa Bima, kemudian menyeruput kopi hitamnya yang terasa legit nan nikmat.

Bima tak bisa menampik perkataan sang Papa. Ketika ia meratapi lututnya kembali, perasaan marah dan dendam yang selama ini ia kubur seketika muncul ke permukaan.

Sebagian besar hatinya ingin mengiyakan pertanyaan tersebut. Seandainya ia mampu, ia mau orang yang sudah membuat Zee meninggal dan mengacaukan mimpinya sebagai atlet Taekwondo bisa merasakan penderitaan serupa. Atau paling tidak, mendapatkan balasan yang sepadan atas rasa sakit yang selama 7 tahun ia pendam.

Namun, Bima mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak gegabah. Apalagi sampai terpengaruh oleh emosi yang hanya akan memperburuk keadaan.

Hela napas panjang mewarnai jawaban Bima, "Sebaiknya, gak usah kita bahas lagi tentang itu, Pah."

"Dia," sebut Papa Bima, usai menaruh cangkirnya di atas meja. Memberi tanda bahwa percakapan di antara mereka semakin serius, tatapan dalamnya tertuju pada sang putra.

Angry Om is My Housemate [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang