Perjalanan ke Baturaden tidak begitu jauh. Akan tetapi, berhubung sekarang tanggal merah, antrean masuk jadi lebih panjang. Alhasil, rombongan sampai di villa lebih lambat dari perkiraan.
Ranggi baru selesai bantu-bantu mengangkut perlengkapan dan kebutuhan selama di villa bersama Bernard. Setelah tak ada yang bisa dikerjakan lagi, keduanya memilih berleha-leha sambil menunggu jadwal selanjutnya.
Bernard melongok area dapur, dimana para perempuan berjibaku menyimpan dan menyiapkam bahan makanan. Suara asing terdengar dari perut pria itu.
"Ngapain, sih lo ngelongok dapur mulu?"
"Laper gue, coy."
Ranggi mendecak heran, "Di bis udah makan snack box 3 biji masih laper aja. Perut karet lo."
Mengabaikan ledekan Ranggi, Bernard justru bertanya, "Lo ada cemilan gak? Apa, kek gitu? Biskuit atau nasi?"
"Dongo. Nasi, kok jadi snack."
"Ya maksud gue biar sekalian kenyang. Makannya nyemilin nasi," kilah Bernard yang memancing tawa Ranggi. Pria Batak itu lantas mendesak kembali, "Mana? Ada gak?"
Ranggi dengan cepat menggeleng. Ia bukan tipe orang yang suka bawa banyak makanan saat jalan-jalan. Air putih dan rokok sudah cukup untuknya.
Berniat mengambil persediaan rokoknya di tas, Ranggi malah mengambil sebuah tas tenteng berisi beberapa tempat makan dari dalam sana. Pantas saja ia merasa bawaannya lebih berat dari pada yang ia duga.
Tapi, siapa yang memasukkannya?
"Wih! Apaan ini? Ngibul lo. Katanya gak bawa makanan. Ini tempat makan banyak banget apaan namanya?" Bernard berseru sebal dan dengan cepat merampas tas tenteng itu dari tangan Ranggi.
Satu persatu tempat makan dibuka secara tergesa-gesa oleh Bernard. Bola mata pria itu pun membesar, hampir keluar dari rongganya saat menemukan bermacam-macam makanan di balik tempat makan tersebut. Harta karun berharga untuk orang keroncongan sepertinya.
"Gila! Sejak kapan lo serajin ini, Gi? Nyiapin makanan sebanyak ini, buset!"
"Bukan... gue yang nyiapin ini."
"Terus siapa?— Wah! Gue tahu!"
Jentikan jari Bernard membuat Ranggi mengernyit. Terlebih ketika sang sahabat melanjutkan kata-katanya dengan sebuah nama.
"Pasti Floretta yang nyiapin!"
Ranggi terdiam cukup lama sambil mengingat-ingat. Tadi pagi, Flo tak memberikan apapun kepadanya kecuali berpesan hati-hati di jalan.
Ia pun buru-buru membuka ponsel. Difoto olehnya jajaran makanan tersebut lalu ia kirim ke Flo.
To: Floretta
[gambar terlampir] Ini kamu yang bawain?
Ranggi menunggu cemas. Ia bahkan mencegah Bernard memakannya sebelum ia berhasil mendapatkan jawaban.
Ting!
From: Floretta
Hehe, iya, Mas. Semoga suka, yaaa! (ʘᴗʘ✿)
Pesan balasan yang Flo kirimkan membuat wajah cemas Ranggi menjadi cerah. Ia berusaha menahan senyum karena takut diledek Bernard namun hal tersebut terlalu sulit dilakukan.
"Cie! Bener, kan, gue?! Oke, waktunya makan!"
"Eits! Siapa yang ngebolehin lo makan? Itu, kan bekal buat gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Angry Om is My Housemate [ C O M P L E T E ]
RomanceGagal lulus tepat waktu karena harus mengulang sidang skripsi adalah cobaan yang tidak pernah sekalipun ingin dicoba oleh Floretta. Kepalang stress karena harus tambah semester sementara Bapak-nya pensiun di saat bersamaan, membuat Flo sangat terpur...