"Kamu yakin acaranya di sini?"
Seraya melepas helm, Ranggi bertanya pada Flo yang sudah turun. Gadis itu memandangi bangunan tinggi sebuah hotel berbintang di hadapannya sambil mengerjap perlahan. Ada kemantapan yang terdengar dari jawabannya, "Bener, kok. Lokasi yang Bima share di sini, Mas."
Sebagai pembuktian, Flo pun menunjuk running text yang berdiri kokoh di sebelah pos penjaga. "Tuh, acara kantornya Bima ada di lantai 2."
Ranggi membaca setiap kata yang berlari di dalam balok bercahaya itu. Sempat meragukan, kini ia hanya bisa menghela napas lalu mengangguk.
"Ya udah. Masuk sana," ujarnya, seraya meminta helm dari tangan Flo.
"Terima kasih, ya, Mas udah anterin. Hati-hati pulangnya." Flo melambaikan tangan. Turut memamerkan senyum simpul sebelum akhirnya berbalik menuju lobby hotel yang tampak ramai oleh beberapa karangan bunga. Tanpa tahu kalau Ranggi masih belum mengalihkan perhatian dari punggungnya, yang untungnya masih bisa terlihat dari kejauhan.
...
Berbeda dengan bayangan yang ia punya, Flo terhenyak begitu sampai di tempat tujuan.
Ia pikir, acara perpisahan yang dimaksud Bima hanyalah acara santai yang agendanya sekedar makan bersama sehingga tamu yang hadir bisa berpakaian casual. Namun, orang-orang yang bertebaran di depan Flo sekarang sudah seperti tamu kehormatan yang akan menghadiri undangan kerajaan.
Begitu melirik banner yang menggantung di atas pintu ballroom, Flo baru tahu bahwa acara perpisahan ini punya tema khusus. Masquerade Party, namanya.
Sehingga tak aneh kalau orang-orang yang hilir masuk ke dalam ballroom itu menggunakan gaun dengan topeng yang menutupi setengah wajah. Bahkan, para panitianya nampak menawan meski hanya dengan ruffle blouse dan vintage dress.
Keberadaan Flo dengan kaus lengan panjang berpadu celana jeans sudah seperti penjelajah waktu yang datang dari masa depan. Ditambah tanda tanya yang seakan terpaku di atas kening, membuat orang-orang meliriknya penasaran.
Entah penasaran atau mempertanyakan, gembel darimana dirinya berasal.
Flo mulai merutuki dirinya sendiri. Sejak awal, firasatnya tentang undangan Bima tidak terasa baik. Seandainya ia mengikuti firasatnya, mungkin ia tak perlu terjebak di antara kerumunan yang membuatnya terkucilkan.
"Floretta."
Hampir berbalik dengan niatan kabur, sang empunya hajat tiba-tiba muncul. Awalnya, Flo tak bisa mengenali siapa pria bertubuh jangkung nan tegap berbalut kemeja hitam dan rompi marun ditemani jubah menggantung di lipatan siku. Kalau saja dia tak membuka topeng yang menutupi sebagian wajah, mungkin Flo akan mencurigainya sebagai orang jahat yang sedang mencari target untuk ditipu.
"Bima?"
"Sorry, sorry. Tadi, anak-anak pada maksa gue untuk pakai topeng," jelas Bima, menyimpan topengnya ke dalam kantung celana lalu menyeka setetes dua tetes keringat yang berjatuhan dari pelipis. Sementara senyuman membingkai bibirnya, reaksi Flo malah berbanding terbalik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angry Om is My Housemate [ C O M P L E T E ]
RomanceGagal lulus tepat waktu karena harus mengulang sidang skripsi adalah cobaan yang tidak pernah sekalipun ingin dicoba oleh Floretta. Kepalang stress karena harus tambah semester sementara Bapak-nya pensiun di saat bersamaan, membuat Flo sangat terpur...