25

371 35 2
                                    






Flachback

Setelah latihan Rio bergegas masuk mobil nya dan memacu mobil nya hendak pulang ke rumah, dia masih takut dengan ancaman yang di berikan Rosè padanya saat pulang sekolah tadi.

"Rio !!? Rio?!!! Rio?!!!." Panggil sesorang saat dia ingin masuk ke mobil nya.

Rio yang merasa terpanggil menoleh ke belakang dan mendapati Irene sedang berlari ke arah nya.

"Ada apa Irene?." Tanya Rio saat gadis itu sudah sampai di depan nya.

"Bolehkah aku menumpang di mobil mu?." Pinta Irene lamgsung tanpa basa basi.

"Kenapa aku?, bukan kah kau punya mobil sendiri?, lagian kita beda arah dan aku malas mengantar mu." Tolak Rio dengan tegas.

"Tolong ya anatar aku pulang, teman-teman pulang sedari tadi, dan supirku mengalamai kecelakaan sehingga tidak bisa menjemput." Jelas Irene memohon dengan pupy eyes nya.

"Tidak!. Pergi cari taxsi atau apa lah." Tolak Rio membuka pintu mobil nya hendak masuk.

Greb!!

Irene memeluk lengan Rio dengan erat menahan Rio untuk masuk ke mobil nya.

"Kau sangat jahat! Apa kau tega membiarkan ku naik bus malam-malam seperti ini. Aku takut." Lirih Irene memeluk Rio lebih erat sambil mencari kesempataan.

Rio melihat sekitar dan lingkungan sekolah sudah sepi, lalu menatap pada Irene sebentar dan dengan berat hati dia mengangguk.

"Masuk!." Titah Rio sedikit kesal.

"Maksih. Kamu yang terbaik." Semangat Irene dan lagsung duduk di samping Rio.

Sial nya Irene tidak langsung pulang, dengan berbagai cara dan ide dia membujuk Rio untuk singgah di mall dan belanja, kemudian dengan derama dia memaksa Rio menemani nya makan malam baru setelah itu mengantar nya pulang baru setelah itu dia pulang ke rumah dan samapai pada tengah malam.

Falsback of.

"Kau pergi mengantar Irene?, menemaninya belanja lalu makan malam?." Tanya Rosè dengan tak percaya. Kini dia duduk di sofa dan Rio di ujung ranjang.

"Maaf, karena hari sudah gelap makanya aku mau mengantar nya pulang. Sungguh aku tidak tau dia akan merencanakan itu." Ujar Rio memohon.

Rosè tidak mengibris, dia masih mencerna setiap perkataan Rio tadi.

"Lalu kenapa tidak memberi kabar?, bahkan telepon ku pun kau abaikan?, tau kah kau betapa khawatirnya aku saat kau tidak bisa di hubungi Rio!. Tapi kau malah enak-enakan kencan dengan wanita lain!." Tuding Rosè dengan sinis menyudutkan Rio.

"Ponsel ku di tahan oleh Irene saat aku ingin menghubungi mu tadi. Dan dia mengantonginya di saku rok. Aku tidak mau berikap tidak sopan pada wanita." Bela Rio memberi alasan.

"Dia menyita ponsel mu?, lalu kau diam saja karena takut di anggap tidak sopan?." Tanya Rosè kembali menolak untukpercaaya. Kini dia sudah berdir dari duduk nya dan menatap Rio dengan kecewa.

"Siapa dia menyita ponsel mu Rio?!, lalu apa aku tidak memikirkan aku apakah mencari mu?, menghawatirkan mu?. APA KAU TIDAK MEMIKIRKAN NYA RIO!." Bentak Rosè pada akhir katanya. Kini dia sudah tidak bisa membendung amarah dan rasa kecewanya lagi.

"Miane.. miane. Aku bersalah maaf maaf maaf maaf." Ujar Rio kini merasa sangat bersalah kini dia sudah menagis di depan Rosè. Hal itu membuat Rosè tidak tega, tapi kemudian Rosè memalingkan wajah nya tidak ingin melihat wajah suaminya.

"Kamu boleh marah padaku Rosè, kamu boleh memukul ku, meneriaki ku, atau apa lah.    Tapi aku mohon jangan benci aku Rosè, jangan mendiaminku Rosè, tolong jangan suruh aku pergi Rosè. Aku mohon Rosè aku mohon." Mohon Rio kini sudah berlutut di di kaki Rosè.

Rio sangat merasa bersalah  telah membuat istrinya khawatir padanya, dan telah membuat istrinya yang harus dia jaga, bahagiakan kini meneteskan air matanya karena dia.

"Rio bangaun. Jangan seperti ini." Lirih Rosè akhirnya berjongkok di depan Rio dan menyuruhnya berdiri.

"Tidak Rosè, aku pantas bersujud di depan mu memohon maaf mu Rosè. Aku bersalah aku bersalah aku bersalah Rosè." Tolak Rio  dan tetap bersujud memohon pada Rosè.

Grep

Rosè akhirnya memeluk Rio dengan erat, dia tidak tega  melihat air mata Rio, dan tidak sepantas nya suami bersujud memohon pada istrinya.

"Cukup Rio. Aku memaaaf kan mu,  tapi tolong lain kali ijin padaku." Pinta Rosè memeluk Rio yang kini masih menangis.

"Aku janji Rosè. Aku janji." Ujar Rio mengangguk sambil memeluk Rosè lebih erat. Seolah Rosè akan pergi jika dia tidak mendekap istrinya erat-erat.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Kalian tau gak?." Tanya Irene pada teman-teman nya saat mereka sedang kumpul di rumah  Wendy.

"Ya gak tau lah." Sewot Wendy.

"Makany dengerin dulu dong." Irene tak kalah sewot.

"Ya udah cepetan, penasaran nih?." Seulgi terlihat sudah tidak sabaran dan memperbaiki posisi duduk nya.

"Semalem gua di antar Rio pulang!." Pekik Irene terlihat sangat bahagia.

"Seriusan lo?." Joy tampak tidak percaya.
Irene hanya mengangguk.

"Halu pasti nih?." Wendy merusak suasana.

"Sekate-kate lu?" Irene memukul lengan Wendu gemes.

"Jadi beneran?." Wendy tidak percaya.

"Serius lah. Buakn hanaya di antar pulang tapi juga nemenin gua belanja trus makan malam bersama." Cerita Irene dengan snagat bahagia. Dia gak tau hal itu membuat sepasnag suami istri menangis.

"Tapi menurut gua sih bukan ini siatif Rio deh." Tebak Joy.

"Hehhe gua agak maksa sih." Kekeh Irene malu-malu.

"Ahhhh, gua pikir inisiatif Rio. Gak tau nya lo maksa." Wendy geleng-geleng kepala gak habis fikir.

"Tapi kalau gak keterlaluan sih. Menurut gua ok ok aja." Usul Seulgi tiba-tiba.

"Gua juga setuju aja sih, selagi lo gak terlalu memkasakan kehendak sih. No probleme." Ujar Joy dengan inggris nya yang ambu radul.

"Aaaaaa. Kalian pengertian banget sihhhhh. Gak kek  yang itu?." Rengek manaja Irene  memeluk Seulgi dan Joy dan menatap sini Wendy.

Melihat itu Wendy hanya menggeleng kepala, apa pun pembelaan Irene dia tetap tidak setuju jika ada unsur paksaan di sana.

"Gua ingetein jangan terlalu berharap Rene. Gua gak  mau lo sakit hati nantinya." Ujar Wendy prihatin.

"Lo kok ngomong gitu sih." Protes Seulgi.

"Seharus nya lo  bela Iren dong, bukan nya matahin semangat nya." Joy ikut protes.

"Bukan bermaksud. Tapi  hanya mengingatkan. Gua sayang Irene  sebagai sahabat dan keluarga. Gua hanya gak mau dia terluka nantinya. Karena terlalu berharap. Bukan gua menyuruh dia berhenti berjuang atau apa pun. Gua hanya ngingetin agar saudara gua gak sakit hati nanti nya." Jelas Wendy panjang lebar dengan penuh ketulusan.

Irene tersenyum memandnag Wendy lalu memeluk sahabat nya satu ini, walau terlihat gak peduli atau apa. Wendy selau menjadi orang yang selalu memukirkan  ke adaan teman-teman nya.















----------------------------

Doble up, karena udah lama gak up.

Moga masih nyambung cerita nya.

Jangan lupa komen dan vote.😇😇😇😇🙏🙏

My Littel FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang