3: Rasa benci

205 10 2
                                    

Lyora kesal setengah mati. Amelya tak henti-hentinya memujinya di depan nya. Dia sudah lelah mendengarkan semua ucapan Amelya. Merasa bahwa Amelya sudah lelah memujinya dia diam.

"Udah?" Tanya Amelya.

"Apanya?"

"Lupain."

Percakapan yang sangat singkat. Lyora tak suka dengan lingkungan sekolah, lebih baik dia di rumah dan menyaksikan drama adiknya dari pada mendengar suara orang-orang yang sibuk berbincang.

"Apa yang ngebuat sikap Lo dingin banget gini, dan tertutup?"

"Apa hak Lo nanya kayak gitu? gak ada hak Lo nanya kayak gitu ke gue. Ini urusan gue, urusan pribadi gue, Lo gak usah ikut campur." Lyora kemudian meninggalkan Amelya yang masih terduduk di bangku taman.

Amelya sedikit sakit dengan ucapan Lyora tadi, tapi bisa dia lihat dari raut wajah Lyora bahwa dirinya punya alasan menjadi orang yang tertutup.

"Gue cuma pengen Lo terbuka sama gue Ra, gue kesepian, karena itu gue selalu gangguin Lo terus."

****

Bel pulang sudah berbunyi dan Lyora dengan cepat menuju gerbang. Dia bisa melihat bahwa ada mobil ayahnya yang sudah menunggunya. Lyora langsung membuka pintu depan dan saat membukanya dia bisa mendapati Thyara sedang duduk di depan, di samping ayahnya. Dimana tempat itu seharusnya dia tempati, bukan malah Thyara.

"Maaf Lyora, kamu duduk di belakang ya. Thyara dia ingin duduk di depan bersama ayah." Lyora menutup pintu mobil dengan keras. Bukanya naik kebelakang, Lyora malah menghentikan taksi yang tak sengaja melewati nya.

"Loh? kakak kok naik taksi yah?apa kakak marah sama Ara?" Fano menatap putri kedua dan tersenyum.

"Gak sayang, mungkin kakak lagi ada urusan jadi dia naik taksi. Sudah jangan di pikirkan ya?ayo pulang."

Sedangkan di dalam taksi, Lyora sibuk dengan novelnya dan kedua telinga yang selalu tersumbat oleh henset kesayangannya. Dia tak ingin satu mobil dengan Thyara, karena tempat duduk nya di ambil oleh Thyara. Itu memang hal sepele, tapi bagi Lyora duduk berdua di samping ayahnya itu adalah favoritnya.

Ketika sudah sampai di depan gerbang rumah nya, Lyora langsung membayar supir taksi tadi dan segera masuk ke dalam rumahnya. Tak menyapa ibunya yang sedang bersih-bersih di ruang tamu.

Lyora kaget setengah mati ketika kamarnya berubah, ya berubah, yang ada di sana adalah barang-barang Thyara bukan miliknya. Lyora tak suka dengan itu, dan ketika mobil ayahnya sudah ada di garasi dia segera turun dan jangan lupa melewati ibunya begitu saja.

"Kamar aku di pindah kemana lagi?!" tanya Lyora langsung to the point kepada Fano dan Thyara.

"Oh iya, ayah lupa memberi tau mu bahwa kamar kamu ayah pindah di kamar ayah dan ibu. Dan kamar Thyara itu kamar ayah sama ibu." Jawab Lyora.

"Fuck!" Batin Lyora.

"Kenapa selalu aku?kenapa ayah selalu,shh SIALAN!!"

"NGOMONG APA KAMU BARUSAN!!"

"SIALAN!!"

PLAK!!

Lagi-lagi Fano menampar nya untuk kedua kalinya. Yang pertama saat dia sedang kelas 2 SD, itu juga alasan nya karena Lyora tak masuk 3 besar. Lyora tersenyum miring, dan Thyara hanya menatapnya dengan terkejut. Luna yang mendengar suara ribut pun segera keluar rumah dan melihat apa yang sedang terjadi. Fano ingin menampar Lyora lagi tapi Thyara menarik tangan Fano agar tak menampar kakaknya lagi.

Lyora Dan Kehidupannya•END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang