Erlangga dari tadi mondar-mandir di depan ICU, Lyora yang membuatnya seperti ini. Tak lama Alaska datang dengan raut wajah yang sangat khawatir. Erlangga memeluk Alaska, Alaska tau bahwa Erlangga kecewa dengan dirinya sendiri.
Tapi percayalah ini semua bukan salahnya, lalu salah siapa? tuhan? tidak, ini salah Lyora sendiri, sudah tau bahwa Erlangga tidak bisa menemuinya tepat waktu malah tidak makan.
Violet keluar dari ruang ICU. Alaska langsung menghampiri nya.
"Lyora tidak apa-apa kan?" mengingat bahwa penyakit ini rahasia, Violet tersenyum.
"Ikut saya sebentar, dan Erlangga kamu boleh masuk." Alaska langsung mengikuti Violet keruangan nya. Hatinya sudah sangat tak karuan, kabar buruk apa lagi akan dia dengar hari ini. Dia sudah tak sanggup lagi dengan ini semua, dari awal dirinya mengetahui tentang penyakit Lyora sampai sekarang saja dia tidak tega. Di tambah lagi masalah di keluarga nya.
"Langsung aja Vi, saya akan menerima nya dengan ikhlas." ucap Alaska, Violet terkekeh geli mendengar ucapan Alaska. Bahkan dia belum memberi tau kabar baik tentang Lyora, tapi dirinya sudah putus asa seperti itu.
"Alaska, Alaska, saya belum sempat ngomong tapi kamu sudah putus asa." Alaska yang tak mengerti hal itu menatap Violet dengan satu alis terangkat.
"Ini kabar baik untuk kamu dan juga untuk Lyora. Satu hari yang lalu saya di hubungi rumah sakit dari cabang, ada seseorang yang baik hati ingin mendonorkan sumsum nya untuk Lyora. Dan kabar buruknya orang itu ingin Lyora yang merawatnya dengan senang hati, karena orang itu akan lumpuh dan umurnya tidak akan panjang, jadi dia meminta agar di rawat oleh Lyora sampai akhirnya dia pergi dengan tenang."
"Siapa orang baik hati yang mendonorkan sumsum nya untuk Lyora?"
"Mungkin kamu kenal, karena dia juga kenal kamu. Bahkan dia juga kenal dengan Lyora." Hati Alaska semakin sesak karena pikirannya sendiri. Dia berusaha mencerna apa yang di ucapkan Violet tadi, apakah Bastara? atau tuannya, Luke? kalau saja benar dia harus bersyukur.
"Besok kita akan melakukan, dan setelah kita Operasi kamu boleh melihat orang itu dan juga Lyora. Dan saya harap kamu besok bisa menemani Lyora seharian, karena tidak mungkin jika pak Fano dan Bu Luna yang menemani nya."
"Saya keluar dulu, terimakasih atas infonya. Saya pamit." Alaska kemudian keluar dari ruangan Violet, niatnya ingin menghampiri Erlangga dan Lyora tapi niat itu dia urungkan. Alaska berjalan menuju taman belakang rumah sakit, menikmati semilir angin siang hari.
“Bertahanlah sebentar saja, papa akan selalu ada untuk kamu. Jika memang benar orang itu menginginkan mu papa tidak akan melarangnya tapi bagaimana dengan ayah mu? apa semua ini akan terbongkar? Lyora kamu adalah orang yang kuat, bertahanlah untuk sebentar saja.”
****
"Woi preman Lo ikut gk nanti ke RS jenguk Lyora?" tanya Amelya kepada Seana yang sibuk dengan ponselnya. Sadari tadi siang Amelya sudah sangat khawatir, dia takut akan hal yang buruk terjadi kepada Lyora.
"Gk deh, gue jenguk di rumah aja. Lo berdua pergi aja." Jawab Seana.
"Cih udah tua masih aja takut sama rumah sakit." sindir Queen.
"Bagaimana pun itu, Lo harus bisa berdamai na dengan masa lalu Lo. Lo mau terus-terusan gini? gk kan?" Queen tau bahwa Seana punya trauma terhadap rumah sakit.
Dimana itu adalah tempat terakhir orang yang paling berharga di hidupnya meninggal. Seana Tak menghiraukan ucapan Queen, dia kemudian mengambil tasnya dan keluar dari ruang kelasnya.
"Apa dia punya trauma di rumah sakit?" tanya Amelya kepada Queen. Queen mengangguk, kemudian dia menarik tangan Amelya untuk segera keluar dari kelas.
Queen langsung menancap gas mobilnya, keluar dari perkarangan sekolah yang masih ramai itu. Di satu sisi dia memikirkan Seana, di satu sisi dia juga memikirkan Lyora yang mungkin tidak baik-baik saja di rumah sakit.
"Loh kok ke cafe, Queen?"
"Gue mau ngomong 4 mata sama Lo."
Dengan susah payah Amelya meneguk Saliva nya. Dia bisa merasakan bahwa Queen Sekarang sedang serius, bahkan wajahnya yang tadi sempat ceria kini berubah menjadi datar. Mereka berdua kemudian masuk kedalam dan memesan minuman.
"Lyora sebenernya sakit parah kan? dan Lo tau hal itu." Baru saja Amelya duduk dan ingin meminum minuman nya, Queen langsung bertanya kepadanya seperti itu.
Dia pikir malah Queen dan Seana tau lah ini, tapi ini? apakah dia harus memberitahu nya? atau tidak? jika ia memberitahu yang sebenarnya dan tanpa sepengetahuan Lyora pasti Lyora akan marah padanya. Tapi dia harus menjawab apa?
"Sakit apa coba?" Elak Amelya, dia pura-pura tidak tau.
"Jangan bohong gue bisa lihat kebohongan di mata lo."
Mampus!
"Bilang sama gue."
"Tapi Lo janji dulu jangan bilang ke preman itu." Dasar Amelya, bisa-bisanya dia memanggil Seana dengan sebutan Preman. Jika Seana tau ntah apa yang akan terjadi padanya. Queen mengangguk.
"Leukimia stadium akhir, dan kata dia waktunya sudah tinggal sebulan ini saja." Queen yang awalnya sedang minum kini dia menyemburkan nya ke depan. Untung saja Amelya langsung miring, jika tidak mungkin ia sudah terkena semburan dari Queen.
"What!? Le-leukimia?"
"Kok dia gak pernah cerita sama gue bangke!" Amelya mengangkat kedua bahunya tak tau. Ada sedikit perasaan mengganjal di hatinya ketika menceritakan hal ini kepada orang lain.
"Ayo ke rumah sakit! gue khawatir kalau tuh bocah kenapa-kenapa." Amelya pun menurut saja, sadari tadi memang perasaannya sudah tak enak mengenai Lyora. Queen dengan cepat melajukan mobil nya ke rumah sakit. Queen sudah tau dimana Lyora di rawat karena dia bertanya kepada Amelya, Amelya sendiri tau dimana Lyora akan di rawat.
****
“Bertahan sebentar ya, papa tau ini berat tapi sebentar lagi kamu akan sembuh dari penyakit ini semua. Dan kamu gak akan bolak-balik ke rumah sakit lagi.”
“Tapi papa sedih, saat nanti kamu udah sembuh kamu harus tinggal sama orang yang harus donorin sumsum nya ke kamu. Papa takut kalau kamu lupain papa.”
Alaska mengelus kepala Lyora dengan air mata yang sudah mengalir dari tadi. Erlangga sudah pulang dari tadi. Alaska sudah izin kepada Luke untuk libur beberapa hari, untung saja Luke tak curiga karena dirinya izin untuk menjenguk keluarga nya.
Tak lama setelah itu suara pintu terbuka, Alaska langsung menghapus air matanya.
"Gimana keadaan nya? dia belum bangun?" itu Bastara yang baru saja datang dengan Hoodie hitam dan topi. Alaska menggelang, dia bahkan bisa melihat wajah tenang Lyora saat ini.
Bastara duduk di sofa yang sudah ada di sana. Untuk biaya kemo dan juga pengobatan Lyora, Bastara dan Alaska yang akan menanggung. Mereka berdua sudah berjanji dari awal mereka tau tentang penyakit Lyora.
Sejujurnya waktu itu Lyora tidak enak dan tidak ingin berobat, tapi karena paksaan keduanya dan ancaman keduanya dia terpaksa harus mengiyakannya.
"Ada orang baik yang ingin mendonorkan sumsumnya untuk Lyora, tapi setelah itu Orang itu ingin Lyora yang merawatnya sampai dia kembali ke yang maha kuasa."
****
Hai guys gimana kabar:)
Semoga baik-baik saja ya.
See you next part 💌🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Lyora Dan Kehidupannya•END✓
Teen FictionSEBELUM BACA ATAU SESUDAH BACA DI UTAMAKAN VOTE DULU, ATAU GK FOLLOW DULU BARU BACA, OKE? THANKS FROM AUTHOR. "Yah tapi itu punya ku, kenapa di ambil?" sebal anak perempuan dengan rambut yang di kuncir dua, Lyora Andalyca Putri. "Kamu harus berbagi...