8: Luka yang tak pernah sembuh

136 9 0
                                    

Setelah dari rumah sakit tadi Lyora memutuskan untuk segera pulang tanpa ingin bercerita atau bermain di taman bersama dengan Alaska. Lyora termenung di dekat jendela kamarnya. Dia masih memikirkan perkataan Dokter Violet tadi, sisa hidupnya tinggal sebulan lagi dan dia masih belum bisa membahagiakan kedua orangtuanya.

Hidup di dalam keluarga yang lengkap tapi terasa sangat asing itu sangatlah tidak menyenangkan dan tidak enak untuk di jalankan. Lyora menghembuskan nafas nya kasar, dia kesepian dirumah. Ingin sekali jalan-jalan tapi ia ingat Fano dan Luna tidak mengizinkannya keluar rumah.

Drtt...
Drtt...

Ayah?
Calling you...

"Asallamuallaikum yah, ada apa?" Lyora terkejut ketika bukan suara ayahnya yang dia dengar melakukan suara orang lain yang di dengar, di tambah suara keriwuhan yang ada di sebrang sana.

“maaf ini hp ayah kamu saya bawa, karena ayah kamu kecelakaan dan sekarang mau di bawa kerumah sakit.”

"APA! Oke saya kesana sekarang, kirimkan alamat rumah sakitnya." Lyora langsung mematikan hubungan telepon nya dan segera mengambil jaket dan bergegas keluar rumah. Untung di rumah nya ada motor sport milik Fano, Lyora nekat menggunakan itu. Tak peduli jika di akhirnya dia yang di pukuli Fano karena sudah berani menyentuh motor kesayangannya.

Lyora melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Untung saja jalanan sangat sepi. Tak lama setelah itu Lyora sampai di rumah sakit, bisa dia lihat ada Luke dan kinaya yang sedang menunggu di depan IGD. Lyora langsung menghampiri mereka berdua, rasanya agak canggung ketika berada di dekat keduanya.

"Ayah sama ibu gapapa kan kek?" tanya Lyora kepada Luke, Luke tersenyum dan menepuk pundak Lyora untuk menenangkan.

"Mereka hanya luka kecil, tapi kata dokter Thyara membutuhkan donor darah." Jawab Luke.

"Aku akan mendonorkan nya!" jawab Lyora penuh semangat.

"Sok pahlawan sekali." sinis Kinaya. Lyora menatap Kinaya tanpa ekspresi. Bisa dia lihat ada Bastara yang baru saja datang, Lyora sedikit menyapanya. Tiba-tiba kepala nya pusing dan dadanya terasa sangat sesak, entah kenapa. Awalnya dia berbatuk pelan, tapi setelah menyadari bahwa batuknya keluar bersama dengan darah Lyora izin pamit ke kamar mandi.

"Lyora! bodoh, dengan Lo donorin darah Lo ke dia. Semakin cepat Lo mati bego!" monolognya sendiri sambil menatap pantulan nya dikaca.

"Kalau papa tau, pasti dia marah sama Lo!mikir bego!"

"Oke gapapa, demi dia." Lyora sadari tadi bermonolog sendiri di kamar mandi. setelah dia rasa sudah selesai, Lyora memutuskan untuk keluar dan menghampiri ruangan Dokter violet. Dokter Violet kaget ketika melihat kehadiran Lyora di ruangannya.

"Ada apa Lyo—"

"Aku mau donorin darah buat Thyara." Ucap Lyora to the point.

"Tapi kondisi kam—"

"Aku mohon, ini yang terkahir sebelum aku pergi."

"Tapi kalau Alaska tau bukan hanya kamu tapi dokter juga yang ia marahi."

“i know i know, please understand me!”

Dokter Violet menghembuskan nafas kasar, dan segera mengajak Lyora mengikutinya untuk keruangan pengecekan darah. Lyora harap dengan ini Fano dan Luna bisa membagi perasaannya dengan dirinya.

"Kamu yakin mau ngelakuin ini?" Lyora mengangguk. Dokter Violet sekarang berfikir alasan apa yang harus dia jawab ketika Alaska mengetahui tentang hal ini. Setelah selesai, Lyora keluar dari ruangan itu dan memilih untuk pulang. Setidaknya Thyara selamat, dan juga sebelum dirinya pulang tadi Lyora meminta agar Violet tidak memberitahu hal ini kepada pihak keluarganya.

Lyora Dan Kehidupannya•END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang