Chapter 28 - Perubahan Noel

46 8 0
                                    

Satu tahun berlalu, aku sudah menyelesaikan praktek kerja dan pengabdian selama satu semester/setengah tahun tepatnya selama semester tujuh. Aku mengambil praktek kerja di luar negeri, sebuah negara yang masih berada di Asia Tenggara. Seusai praktek kerja, aku mengambil kegiatan pengabdian di daerah terpencil di pelosok negeri ini.

Aku dan Noel tidak bertemu selama satu semester karena kesibukan kami masing-masing. Namun, hari ini, aku sedang dalam perjalanan untuk menemuinya karena kegiatan pengabdian yang baru saja usai.

Mobil yang membawaku bersama rekan satu kelompok pengabdianku tiba di depan gerbang utama kampus. Aku melihat ponselku dan membaca pesan teks yang dikirimkan Noel kepadaku, Noel mengatakan bahwa dia sudah menungguku sejak setengah jam yang lalu. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri mencari Noel. Namun, aku tidak melihat Noel dimanapun.

"Ada cowok ganteng banget!" bisik mahasiswi yang merupakan rekan satu kelompok pengabdian kepada rekanku yang lain.

"Mana?" bisik rekanku yang lain bertanya.

"Itu, di sana..." bisiknya sambil menunjuk seorang laki-laki tampan yang sedang merokok sambil menatap ponselnya di tepi jalan.

Laki-laki itu memakai kaos oversize berwarna hitam yang dipadukan dengan celana cargo berwarna senada.

"Iya ganteng banget, dia jemput siapa?"

"Nggak tahu, pacar siapa tuh ganteng banget!" kata mahasiswi-mahasiswi rekan satu kelompokku saling berbisik satu sama lain.

Tiba-tiba saja laki-laki itu menoleh ke arah kami sambil tersenyum.

"Wah, dia senyum ke kita!" bisik rekan satu kelompokku sambil melompat kecil.

Laki-laki tampan yang berdiri di dekat sebuah motor sport berwarna hitam itu membuang rokoknya ke tanah dan menginjaknya dengan sepatunya. Ia pun berjalan menghampiri ke arah kami.

"Sayang!" kata laki-laki itu sambil tersenyum ke arahku.

Sekilas, wajah laki-laki itu mirip Noel tetapi dia terlihat tampan dan maskulin. Ia juga mempunyai tinggi badan yang sama denganku. Sedangkan yang ku ingat, Noel tidak lebih tinggi dariku. Aku menoleh ke arah belakangku untuk memastikan dia melihat ke arah siapa.

"Aku ngomong sama kamu, Kak Shawn, aku Noel. Sekarang aku udah tambah tinggi! Tinggi kita sama!" katanya sambil tersenyum lebar.

"HAHHH?" seruku kaget.

Aku memandang laki-laki itu hingga tak bisa berkata-kata karena outfit yang ia pakai tidak seperti yang biasa Noel pakai. Noel biasanya memakai pakaian dengan warna pastel yang lembut, kali ini untuk pertama kalinya aku melihatnya memakai pakaian dengan warna-warna kuat dan maskulin.

"Kamu Noel? Beneran?" tanyaku yang hampir tak percaya bahwa laki-laki tampan yang berada dihadapanku adalah Noel.

"Sini ponselmu, sayang," kata seseorang yang mengaku sebagai Noel itu sambil mengulurkan tangannya.

Aku memberikan ponselku dan Noel membuka layar kunci ponselku dengan sidik jarinya. "Nih, sidik jariku kebaca di ponsel kamu sayang. Aku beneran Noel. Aku juga pakai cincin pernikahan kita," kata Noel sambil menunjukkan cincin di jari manis tangan kanannya.

Aku mengambil ponselku dari tangan Noel untuk memastikan layar kunci di ponselku benar-benar terbuka. Aku hanya terdiam memandangnya. Benarkah dia Noel? Mengapa dia terlihat sangat berbeda? Tanyaku berulang kali dalam hatiku.

Aku menarik nafas panjang untuk menenangkan pikiranku. Aku menoleh ke arah rekan-rekan satu kelompokku. Mereka saling berbisik satu sama lain mengenai aku dan Noel:

"Buset! Shawn udah nikah?"

"Mereka g*y?"

"Mereka pasangan yang sempat viral karena menikah di gunung itu kan?"

"Klarifikasinya katanya mereka bukan pasangan,"

"Tanya langsung sana!"

"Shawn, cowok itu pacar kamu?" tanya salah seorang dari mereka kepadaku.

"Emmm... bukan," jawabku ragu.

"Bukan pacar, tapi suami," sahut Noel menjawab mereka.

"Noel!" kataku sambil mencubit pinggang Noel.

Noel hanya tersenyum saja ketika aku mencubitnya.

"Kita balik duluan ya, bye!" kata Noel kepada teman-temanku. "Yuk, sayang!" lanjut Noel sambil mengandeng tanganku menuju ke arah motor sport berwarna hitam.

Dalam perjalanan, Noel yang sedang mengemudikan motor meraih tanganku dan melingkarkan tanganku di perutnya. Perutnya yang biasanya empuk seperti bantal kini terasa keras dan berotot.

"Sayang mau makan apa?" tanya Noel kemudian.

"Apa aja, boleh," jawabku sambil meraba perut Noel, memastikan apakah ini benar-benar otot perut.

"Makan steak mau?" tanya Noel lagi.

"Iya, mau," jawabku.

"Oke, kita ke rumah makan steak favorit kita..." kata Noel sambil melajukan motornya menuju rumah makan steak yang biasanya kami datangi bersama.

"Duh, jangan diraba-raba dong sayang, geli tahu!" lanjut Noel sambil menggenggam tanganku yang berada di perutnya.

"Oh, maaf ya..." jawabku canggung.

"Sayang pasti udah nggak sabar ya? Nanti habis makan kita langsung 'makan es krim' bareng deh!"

"Aku... nggak bermaksud... aku cuma..." jawabku sambil melepaskan tanganku dari perut Noel.

"Cuma apa?"

"Nggak apa, nggak jadi," jawabku.

Noel Kristoffer (BxB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang