Chapter 31 - Pulang ke Kampung Halaman

42 9 0
                                    

Sketch by: Shawn Ellian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sketch by: Shawn Ellian

Sebuah kabar mengejutkan datang dari kampung halamanku. Ayahku meminta aku pulang karena adikku akan menikah minggu depan. Karena ini adalah libur akhir semester ganjil, aku mengajak Noel untuk pulang bersamaku setelah dosen pembimbingku menyetujui judul skripsi yang kuajukan.

Selama semester tujuh, aku menitipkan barang-barangku di apartemen Noel. Noel menata pakaian-pakaianku di lemari pakaian yang sama dengannya. Malam hari, ketika sedang memilih pakaian-pakaian yang akan kubawa pulang, tanpa sengaja aku melihat sweater merah muda yang pernah dipakai Noel. Sweater berwarna pastel yang membuatku terpesona memandang Noel ketika dia memakainya karena dia terlihat sangat cantik ketika memakainya.

"Kamu nggak bawa ini sayang?" tanyaku kepada Noel sambil menunjuk sweater merah muda yang berada dalam lemari pakaian.

Noel yang sedang mengatur pakaiannya di dalam tas ransel menoleh ke arah lemari. "Nggak sayang! Aku nggak mau pakai warna kayak gitu," jawab Noel.

"Oh! Adik kakak kan perempuan, bawa aja buat dia. Ini masih bagus loh!" lanjut Noel sembari mengambil sweater merah muda itu dari dalam lemari.

Noel mengambil sweater-sweaternya yang berwarna pastel dari dalam lemari. "Ini juga, sama ini, ini, dan ini..." katanya.

"Jangan," cegahku menahan tangan Noel. "Simpen di sini aja. Aku suka lihat kamu pakai warna-warna ini..." lanjutku sembari mengembalikan sweater-sweater itu ke dalam lemari.

"Oh, gitu ya... Tapi kayaknya aku nggak akan pakai itu lagi," jawab Noel sembari memalingkan tubuhnya dan kembali menata isi kopernya.

Aku hanya menatap Noel tanpa kata. Aku sebenarnya merasa sedikit bimbang dengan perasaanku kepada Noel saat ini. Aku menyukai Noel yang tampak cantik, bukan yang tampan seperti ini tetapi... itu hanyalah pakaian, Noel tetaplah Noel, kataku dalam hatiku, mencoba meyakinkan perasaanku lagi.

Diam-diam aku memasukkan beberapa pakaian Noel yang berwarna pastel itu ke dalam koper kami tanpa sepengetahuan Noel.

***

Jika biasanya aku yang menjaga Noel dan membawa barang-barang kami yang lebih berat, kali ini Noel yang melakukannya. Noel menarik koper dan menggendong ransel besar. Sedangkan aku hanya membawa tas tenteng berisi oleh-oleh dan tas ransel ringan di punggungku.

"Sayang duduk aja, aku mau check in bagasi," kata Noel kepadaku.

"Aku aja, kamu aja yang duduk," tolakku.

"Jangan ngeyel, sana duduk," sahut Noel sembari mengambil KTP yang ada di tanganku.

"Ya... udah," jawabku.

Setelah check in bagasi, Noel menghampiriku dan memaksa untuk membawakan tas ransel serta tas tenteng yang aku bawa. Aku menurutinya saja, walaupun sebenarnya aku merasa kurang nyaman di'ratu'kan seperti ini. Aku hanya tidak mau kami bertengkar jika aku menolaknya.

Setelah menaiki pesawat selam beberapa jam, tepat pukul sebelas siang kami tiba di bandara kota tujuan kami, dari kota tujuan kami itu, kami masih harus menaiki ojek motor untuk sampai ke desa tempat aku tinggal. Perjalanan menggunakan ojek motor dari kota menuju desa tempat aku tinggal membutuhkan waktu sekitar dua jam.

Walaupun kami melewati jalanan yang terjal dan berlumpur, Noel tak mengeluh sama sekali bahkan ia masih menjagaku dan memperlakukan aku seperti seorang ratu.

Dua jam kemudian, kami tiba di sebuah rumah berbahan kayu dan bebatuan dengan halaman depan rumah yang luas. Halaman depan rumah itu ditanami beraneka macam sayur-sayuran dan buah-buahan seperti sawi, tomat, ketimun, anggur, jeruk, nanas, dan lain sebagainya.

"Ini rumah kakak?" tanya Noel yang nampak sangat bersemangat.

"Iya," jawabku sambil mengangguk.

"Bagus bangeeeett! Oh, aku jadi pengen punya rumah di daerah sini!" serunya.

Aku tersenyum. "Iya kah?" tanyaku.

"KAKAAAAKKK...!" teriak seorang gadis cantik berambut kemerahan sepanjang lengan yang dikepang dengan poni depan berlarian menghampiriku.

Dibelakangnya, seorang pria paruh baya yang tak lain adalah ayahku mengikuti langkah gadis cantik itu.

Gadis itu langsung memelukku dengan sangat erat. "Aku kangen banget sama kakak..." katanya.

Aku pun mengusap kepala adikku yang tengah memelukku itu.

"Ayo masuk-masuk..." kata ayahku kepadaku. "Noel, ayo masuk juga," lanjut ayahku berkata kepada Noel.

***

"Apa ini nggak terlalu buru-buru ayah? Leah kan baru aja lulus SMA? Dan... siapa yang melamar Leah?" tanyaku kepada ayahku ketika kami sedang mengobrol bersama di ruang tamu.

Saat itu, Leah sedang membuat minuman di dapur dan Noel sedang melihat-lihat kebun sayur-sayuran dan buah-buahan bersama sepupuku, Darren yang selama ini tinggal bersama ayah dan adikku.

"Lucas, teman mainmu dulu. Dia belum lama ini kembali dari Jepang dan langsung melamar Leah. Dia juga berjanji akan menguliahkan Leah dan menunda untuk punya anak sampai Leah lulus kuliah," jawab ayahku sambil menghisap cerutunya.

Aku menghela nafasku dan mengingat Lucas teman sekelasku di bangku Sekolah Menengah Pertama dulu, dia adalah anak dari orang terkaya di desa ini. Waktu itu, Lucas merupakan salah satu murid bandel dan nakal di sekolah yang suka merundung orang lain, termasuk aku.

Setelah lulus Sekolah Menengah Pertama, aku tidak lagi bertemu dengan Lucas karena ia tinggal bersama ayahnya di Jepang setelah kedua orang tuanya bercerai. Aku masih tidak percaya bahwa seseorang yang melamar adikku adalah Lucas. Bagaimana bisa dia orang yang berada dalam jarak yang sangat jauh bisa jatuh cinta dan akan menikah? Terlebih, ketika masih tinggal di sini, Lucas dan Leah tidak pernah bertemu.

"Aku sebentar lagi akan lulus ayah. Aku saat ini pun punya uang yang cukup untuk menguliahkan Leah..." kataku.

"Adikmu bukan tanggung jawabmu. Anak-anak adalah tanggung jawab orang tuanya sampai mereka menikah. Jadi, simpan aja uangmu," jawab ayahku.

Tak lama, Leah keluar dari dapur membawa satu nampan berisi empat cangkir teh dan menyajikannya di meja ruang tamu serta meja teras untuk Noel dan Darren. Leah kemudian kembali ke dapur, suara minyak yang dipanaskan dari dapur terdengar hingga ruang tamu tempat aku dan ayahku mengobrol.

"Tapi..." kataku.

"Sudahlah, Shawn. Leah juga mencintai Lucas, mereka saling mencintai. Selama ini mereka saling berkirim pesan diam-diam tanpa sepengetahuan ayah dan tiba-tiba saja Lucas datang bersama ayahnya dan melamar Leah," potong ayahku.

Aku menghela nafasku lagi. "Setelah menikah Leah akan tinggal di mana? Apakah Lucas sudah cukup mapan untuk membiayai Leah?" tanyaku.

"Setelah menikah, Lucas akan membawa Leah ke Jepang. Lucas sudah punya rumah dan pekerjaan yang mapan di Jepang," lanjut ayahku.

Adikku muncul kembali dari dapur sambil membawa dua piring pisang goreng.

"Di mana Lucas sekarang, ayah?" tanyaku.

"Ada di rumah ibunya," jawab ayahku.

Aku bangkit berdiri dari bangku tempatku duduk dan memakai kembali jaketku.

"Kakak mau ke mana?" tanya Leah sambil meletakkan sepiring pisang goreng di atas meja.

"Menemui calon suamimu, Lucas," jawabku. "Aku pergi dulu ayah," lanjutku sambil berpamitan kepada ayahku sebelum aku pergi ke rumah ibu Lucas.

Noel Kristoffer (BxB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang