Seusai aku dan Noel menari, Diana dan Michelle meminta kami berdua bergantian menceritakan pengalaman kami tentang fotografi bergantian. Berbicara di depan umum dan menjadi pusat perhatian terasa sangat sulit untukku. Aku menarik nafas panjang beberapa kali untuk menenangkan jantungku yang berdetak cepat serta tanganku yang mulai gemetar.
Noel menoleh ke arahku dan mengusap punggungku, matanya memandang tepat di mataku dengan tatapan lembut yang menenangkan. "Nggak apa-apa kak... tenang... mereka semua dihadapan kita adalah kucing gembul!" bisiknya.
Aku tersenyum. Lebih tepatnya, aku ingin tertawa karena aku jadi teringat kucing-kucing gembul lucu yang aku potret secara random di jalanan.
Noel mengambil giliran lebih dulu untuk menceritakan tentang pengalaman fotografinya. Pembawaan Noel yang ceria membuat para pendengarnya merasa antusias untuk terus menyimak pembicaraan Noel. Aku mengira, Noel sama sepertiku yang pendiam dan pemalu, tetapi ternyata dia hanya tidak suka bergaul saja.
Waktu yang cukup lama terasa sangat singkat ketika Noel bercerita dan menunjukkan hasil fotografinya. Noel bahkan mendapatkan tanggapan yang bagus serta pujian dari profesional fotografer, para senior, dan anggota baru klub fotografi tentang foto-foto yang ia ambil dan cara penyampainya yang menarik.
Sekarang, tibalah giliranku. Aku menceritakan pengalamanku di bidang fotografi dan hasil-hasil fotografiku sesingkat mungkin.
"Hasil foto-foto kamu bagus loh! Kerja sama saya mau nggak?" tanya fotografer profesional yang bernama Robin kepadaku.
"Emmm... saya..." jawabku ragu.
"Nanti setelah acara ini selesai, kamu temui saya ya. Saya beneran suka sama teknik pengambilan foto kamu itu!" katanya sambil tersenyum lebar.
Daniel mengedipkan matanya sambil mengangguk-angguk kepadaku. Daniel menggerakkan bibirnya tanpa bersuara yang terlihat seperti berkata, "ambil! Ambil!"
"Iya, Pak," kataku menjawab perkataan Pak Robin.
Acara dilanjutkan untuk sesi tanya jawab dari para anggota baru kepadaku. Namun, kebanyakan dari mereka yang bertanya malah menanyakan hal-hal di luar fotografi seperti:
"Kakak jomblo nggak kak?"
"Kakak butuh model foto nggak kak? Aku mau!"
"Kakak zodiaknya apa?"
"Kakak kok bisa tinggi banget makan apa?" dan sebagainya.Noel mengambil microfon yang aku pegang dan berkata, "kalau nanya di luar konteks nanti aku dor!"
Ucapan Noel lagi-lagi mengundang gelak tawa para anggota klub fotografi dan tamu yang hadir.
"Lagian kalian ya nanya kayak gitu pas sesi kayak gini. Pas perkenalan itu kenapa nggak tanya?" sahut Michelle.
"Malu kak maluuu!"
"Sekarang kita udah nggak punya malu!" sahut mereka.
"For your information, Kak Shawn jomblo yaa..." sahut Michelle sambil menahan tawa.
"Jomblo sekarang tapi bentar lagi punya pacar," sahut Noel.
"Hah? Seriusan? Siapa?" tanya Michelle kaget.
"Udah cukup ya teman-teman... Karena sepertinya sudah nggak ada lagi pertanyaan penting dan kebetulan waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, mari kita akhiri kegiatan sharing kita sore ini. Sebelumnya terimakasih kepada Bapak Robin yang telah berkenan hadir dan memberi kita semua ilmu baru, dst..." kata Diana sebelum kegiatan sharing diakhiri.
Aku menemui Pak Robin ketika acara berakhir. Daniel menemaniku dan dia memberikan dukungan kepadaku untuk menerima tawaran Pak Robin, dia juga meyakinkan Pak Robin supaya semakin yakin untuk membawa aku bekerja dengannya.
Pada akhirnya, aku menerima tawaran pekerjaan dari Pak Robin tanpa berpikir panjang. Mungkin aku terkesan mata duitan karena menerima tawaran Pak Robin yang mau membayar tinggi untuk seorang amatiran sepertiku. Namun, aku butuh uang untuk membiayai hidupku selama aku berkuliah dan supaya aku tidak terlalu membebani ayahku.
Karena aku pekerja lepas, aku masih bisa bekerja di studio foto milik Daniel ketika aku bekerja dengan Pak Robin. Jadi, sekarang aku mempunyai lima pekerjaan sampingan; fotografer lepas di dua studio foto, tukang setrika di laundry, editor foto serta video, dan ilustrator komik.
Selesai berbincang, aku menghampiri Noel yang sedari tadi mengawasiku dari kejauhan.
"Kenapa kakak kerja pas masih kuliah? Kan jadi nggak fokus kuliahnya! Jurusan arsitektur kan banyak tugas!" omel Noel begitu aku datang.
Aku tersenyum melihat keimutan Noel ketika sedang mengomel. "Bisa fokus kok, kan kayak gitu nggak setiap hari juga," jawabku.
"Kalau pas sibuk-sibuknya, terus setiap hari sibuk sampai malam gimana?" kata Noel sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Ya nggak apa-apa,"
"Nanti kakak tambah nggak punya waktu senggang! Aku nggak suka kakak sibuk tuh! Nanti kita jadi makin jarang ketemu!"
"Emmm... kalau gitu kamu ikut aja," candaku.
"Ikut apa? Aku nggak mau kerja, capek!" keluhnya.
"Bukan, maksudnya kalau aku lagi kerja kamu bisa ikut. Kan kita bisa ketemu," jawabku.
"Oh," jawab Noel singkat.
"Udah, sana mandi! Aku juga mau mandi terus siap-siapin tempat buat api unggun nanti malem," kataku.
"Mandi di tenda?" tanya Noel tanpa ekspresi.
Aku tertawa kecil. "Enggaklah, tuh di sana kan ada kamar mandi!" kataku sambil menunjuk toilet di dekat aula.
"Oh, ya udah! Bye! Nanti kalau udah selesai mandi kabarin ya kak! Aku mau ikut kakak siapin tempat buat api unggun,"
"Iya..." jawabku sambil tersenyum.
"Beneran ya? Aku ikut kakak terus pokoknya, nggak mau sama yang lain!" kata Noel. "Daaaa!" lanjutnya sambil melambaikan tangan dan berlari kecil menuju kamarnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/337023845-288-k80844.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Noel Kristoffer (BxB)
Romance⚠️ 18+ Cerita ini mengandung tema LGBTQ+ dan tema dewasa. Cerita ditulis berdasarkan kisah pribadi dengan alur cerita yang dikembangkan. Namun, sama sekali tidak mengubah inti cerita serta momen-momen kebersamaan kami. Identitas asli para tokoh (nam...