Chapter 42 - Hari Terakhir sebagai Mahasiswa

64 9 13
                                    

8 Agustus 2018, aku melaksanakan sidang skripsiku dan lulus tanpa revisi. Daniel adalah satu-satunya orang yang menemani dan menungguku di luar ruang sidang hingga aku selesai.

Bulan September 2018, aku diwisuda. Waktu berjalan begitu cepat hingga akhirnya aku menyelesaikan kuliahku tepat selama 4 tahun. Banyak kenangan manis yang kudapatkan selama aku berkuliah di kampus ini dan tak terasa hari ini adalah hari terakhirku di kampus ini.

Setelah wisuda, aku harus menepati janjiku kepada para tetua desa di kampung halamanku yang telah membantu membayar biaya kuliahku atau memberikan aku beasiswa selama aku di sini. Aku berjanji kepada mereka untuk kembali ke desa dan mengembangkan desa kami dengan ilmu yang aku dapatkan selama aku berkuliah di sini.

Ayah, rombongan beberapa warga dari desaku, dan Daniel datang ke acara wisudaku untuk memberiku ucapan selamat dan hadiah. Setelah acara wisuda, kami duduk melingkar di halaman depan auditorium sambil mengobrol dan menikmati bekal yang telah disiapkan oleh ibu-ibu dari desaku.

"Anak ganteng sekarang udah sarjana!" puji seorang ibu dari desaku. "Pak, besok jodohin sama anak saya ya!" lanjut ibu itu berkata kepada ayahku.

"Wah, kalau itu sih terserah anak saya aja, hehe," jawab ayahku canggung.

"Eh, jangan. Shawn udah punya pacar Bu!" sahut Daniel.

"Oh masa? Mana pacarnya kok nggak datang?" tanya ibu yang lain.

"Pacarnya kan saya," jawab Daniel dengan wajah yang nampak sangat serius.

Namun, ucapannya malah ditertawakan oleh para ibu-ibu yang datang dari desaku itu.

"Loh, beneran lho Bu!" kata Daniel lagi.

"Hahahaha! Bisa aja bercandanya anak ganteng. Kamu udah lulus juga ya nak? Temen sekelas?" tanya seorang ibu kepada Daniel.

"Wah kalau saya belom, saya kayaknya tahun depan deh lulusnya buk, kalau nggak ya tahun depannya lagi, hahaha!" jawab Daniel. "Oh, iya saya teman satu rombel," lanjut Daniel.

"Krombel itu apa nak?" tanya ibu itu bingung.

"Ya semacam satu kelas gitu, Bu. Btw, rombel Bu, bukan krombel," jawab Daniel.

"Apa? Petewe ngompol?"

"Rombel Bu! Bu Marinah tuh kupingnya ketutupan rambut!" sahut ibu yang lain.

"Wooo! Iya ini, rambut saya mekrok kelamaan di pesawat, wkwkwkwk!" jawab Bu Marinah sambil tertawa-tawa.

Daniel tertawa terbahak-bahak mendengar percakapan para ibu dari kampungku itu. Tak hanya Daniel, tetapi kami semua yang berkumpul di halaman auditorium kampus setelah acara wisuda dan merayakan kelulusanku bersama-sama tertawa karena candaan para ibu itu.

Selama mengobrol, aku menoleh ke sekeliling untuk mencari seseorang yang tak mungkin akan datang, Noel. Aku hanya berharap, siapa tahu dia tak sengaja melintas sehingga aku bisa melihatnya walaupun hanya sepintas saja.

"Noel mana?" bisik ayahku tepat di samping telingaku.

"Noel sibuk ayah. Jadi, dia nggak datang," jawabku.

"Kalian nggak bertengkar kan?" tanya ayahku.

"Enggak... tapi kami udah putus, ayah," jawabku sambil tersenyum.

Senyumanku kali ini terasa sangat ringan ketika mengatakan bahwa aku dan Noel telah berpisah. Perlahan, aku menerima dan ikhlas atas perpisahan kami.

"Oh! Itu, Noel!" sahut ayahku sambil menunjuk ke arah depan.

Aku mengangkat kepalaku dan melihat ke arah yang ayah tunjuk. Aku melihat Noel berdiri di sana sambil membawa bunga di tangannya, di sampingnya Jeanne berdiri sambil membawa kado.

Noel dan Jeanne pun menghampiri kami, mereka berdua tersenyum kepada kami.

"Selamat, Kak Shawn!" kata Jeanne sambil mengulurkan kado kepadaku. Ia mengucapkan selamat kepadaku sambil tersenyum manis semanis Noel ketika ia sedang tersenyum.

Mereka nampak sangat serasi, wajah mereka pun sekilas nampak mirip.

"Makasih ya," jawabku sambil mengambil kotak kado dari tangan Jeanne dan balas tersenyum.

Noel meletakkan bucket bunga yang ia bawa di atas kotak kado pemberian Jeanne tanpa mengatakan apa-apa kepadaku.

"Hai! Noel!" sapa ayahku kepada Noel.

Noel menjabat tangan ayahku sambil menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat kepada seseorang yang lebih tua.

"Ini Jeanne Paman, pacar saya," lanjut Noel sembari memperkenalkan Jeanne kepada ayahku.

"Oh, iya. Hai, Jeanne!" sapa ayahku kepada Jeanne. Ayahku melirik sedikit ke arahku dan ia menjabat tangan Jeanne.

"Sini nak, makan kue!" sahut ibu-ibu dari desaku.

"Makasih tawarannya Bu, tapi kami nggak bisa lama-lama karena ada urusan. Kami pamit dulu," kata Noel berpamitan kepada kami semua.

"Oh ya, nak. Makasih udah kemari!" jawab seorang ibu dari desaku.

"Kak Shawn... aku minta maaf dan... makasih buat semuanya..." kata Jeanne berbisik kepadaku sebelum dia dan Noel pergi.

Aku menjawab ucapan Jeanne dengan anggukan dan senyuman. Sedikit rasa kesal dan kecewa kurasakan, tetapi, aku terus berkata pada diriku sendiri bahwa memang beginilah seharusnya, aku harus ikhlas dan menerima. Tak apa, tak apa, tak apa...

Setelah lulus, aku kembali ke desa dan membuat program pengembangan desa bersama dengan teman-teman sedesaku yang sama-sama dibiayai oleh para tetua desa untuk berkuliah.

Setahun kemudian, Daniel yang baru saja lulus, menyusulku dan membantuku serta pemuda-pemudi di desaku untuk mengembangkan desaku ini.

Noel Kristoffer (BxB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang