Aku dan Noel tiba di kost ku sekitar hampir tengah malam.
"Wah! Kamar kakak maskulin banget!" seru Noel begitu aku membuka pintu kamarku.
"Bukan maskulin ini, tapi kamar kere," kataku sambil menahan tawa.
"Tuh, tempat tidurnya tikar, bantalnya tas, mejanya dari tumpukan kertas, hiasan dindingnya juga! Gambar sketsa tokoh-tokoh di komik aksi buatan kakak! Keren kamarnya kak! Kelihatan cool! Aku belum pernah lihat kamar kayak gini!" kata Noel.
Aku tertawa. "Hahaha! Ngeledek ya?"
"Enggak kak, serius deh! Oh! Itu kenapa bonekanya digantung di dinding kak?" tanya Noel sembari menunjuk boneka beruang coklat setinggi 15 cm yang tergantung di dinding.
"Itu boneka santet, kalau ada orang lain yang pegang selain aku nanti kena santet," candaku.
"Sa... santet?" tanya Noel kaget.
Aku tersenyum melihat ekspresi kekagetan Noel yang cukup kocak itu.
Aku mengambil boneka itu dan menunjukkannya kepada Noel. "Bercanda, ini boneka beruang punya banyak uang," kataku sambil membuka resleting yang berada di punggung boneka itu.
Boneka beruang itu kugunakan untuk menyimpan sebagian uang-uangku.
Mulut Noel menganga melihatnya. "Waaah! Gimana kakak bisa dapet ide kayak gini?"
"Shhhttt... ini rahasia ya, ini tempat penyimpanan rahasia," kataku sambil menahan tawa melihat ekspresi Noel.
"Iya, iya kak," jawab Noel sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
Aku menggantung kembali boneka beruang itu di dinding.
"Noel, duduk sini dulu ya," kataku sambil membersihkan balok kayu dengan tanganku.
Noel duduk di bangku itu tanpa mengatakan apa-apa. Aku berjalan ke arah lemari pakaian dan mengambil sebuah kotak kue dari dalam lemari, menyalakan lilin diatasnya, dan membawanya kehadapan Noel. "Selamat ulang tahun, Noel," kataku sambil menatap Noel dalam-dalam.
Noel tersenyum dan memandangiku dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Make a wish..." kataku.
Noel memejamkan matanya dan mengatupkan kedua tangannya di depan dadanya. Selesai berdoa, ia meniup lilin di kue ulang tahun. "Makasih ya kak, aku nggak nyangka kakak beneran kasih aku kue..." katanya.
"Iya, sama-sama," jawabku sambil tersenyum.
Aku kemudian memberikan paper bag berisi hadiah yang aku buat kepada Noel. "Ini ada hadiah buat kamu, akhir-akhir ini aku sering sibuk karena membuat ini..." kataku.
"Ini serius kakak yang buat sendiri? Bagus banget! Kebetulan aku belum punya sweater rajut yang warnanya putih! Tebel lagi sweaternya!" kata Noel yang terlihat begitu gembira melihat sweater rajut yang kuberikan kepadanya sebagai hadiah.
"Ada lagi loh!" kataku mengambil sebuah kotak kecil yang berada dalam paper bag itu.
Aku membuka kotak itu dan menunjukkannya kepada Noel. "Gelang," kataku.
Noel mengambil gelang itu dari dalam kotak dan mengangkatnya di samping gelang yang aku pakai di pergelangan tanganku. "Ini sama kayak gelang baru kakak ini," kata Noel.
Aku mengangguk. "Iya, ini gelang kembaran. Sini aku pakein," kataku.
Noel memberikan gelang itu kepadaku dan aku memakainya di pergelangan tangan kanan Noel.
"Makasih ya kak..." kata Noel.
"Sama-sama," jawabku sambil tersenyum.
"Oh, iya, aku juga punya hadiah Natal buat kakak!" kata Noel sambil mengeluarkan buku sketsa dengan sampul berwarna coklat muda dari dalam tote bag-nya.
Aku mengambil buku sketsa itu dari tangan Noel dan membuka satu per satu halaman pada buku itu. Sangat manis, goresan-goresan pensil warna dan drawing pen yang digoreskan Noel pada setiap halaman di buku sketsa yang diberikan padaku.
Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi
Noel menggambar aku dan outfit yang kupakai pada hari-hari aku bertemu dengannya. Inisial namanya dan tanggal pertemuan kami dituliskan Noel di sisi gambar yang ia buat.
"Bagus banget! Makasih ya, Noel," kataku tersenyum sembari memandang wajah Noel yang begitu manis dan cantik.
"Iya kak," jawab Noel sambil tersenyum juga.
Setelah bertukar hadiah, aku dan Noel makan kue bersama. Ketika sedang makan kue, aku melihat krim kue menempel di bibir dan pipi Noel.
"Noel, mukamu cemong-cemong tuh!" kataku.
"Oh, iya kah?" tanya Noel mengusap wajahnya dan membuat krim kue yang menempel dipipinya menjadi rata di wajahnya.
Aku tertawa kecil melihat muka Noel yang menjadi putih karena krim kue. Aku pun mengusap kue di wajah Noel dengan tanganku dan membersihkan yang menempel di tanganku dengan mulutku. Rasa krim yang kuambil dari wajah Noel terasa lebih manis. Pikiran k*torku kembali muncul, aku ingin merasakannya lagi dan lagi.
Noel melongo melihatku. "Aku lap pakai tisu ya kak," kata Noel sembari mengeluarkan tisu dari dalam tote bag-nya dan membersihkan tanganku dengan tisu.
Lagi-lagi sentuhan yang diberikan Noel pada tanganku membuat tubuhku terasa merinding. Aku menarik nafas panjang mencoba menenangkan diriku dari pikiran-pikiran k*torku yang mengganggu.
"Kita sambil dengerin musik ya, biar suasananya nggak canggung," kataku mencoba mengalihkan pikiran k*torku terhadap Noel.
"Oh, iya kak," jawab Noel canggung.
Aku memutar musik yang kusimpan di ponselku secara acak, sebuah lagu dari band Inner Wave berjudul Feel Better tanpa sengaja kuputar karena tanganku yang gemetar gugup. Aku segera mengganti lagu itu karena liriknya yang terdengar sedikit menyedihkan. Namun, Noel mencegahku.
"Jangan diganti kak, lagunya bagus," katanya.
"Oh iya," jawabku sembari memutar kembali lagu itu...
♪ Down by that place you met her
I hope that you feel better
No worries here on out to me, it's all fine by me
So don't think too much about it
I hope that you don't doubt it
Leave everything alone for me... ♪(Inner Wave, Feel Better)
"Vibes-nya kayak karakter dan style kakak," kata Noel sambil tersenyum.
"Oh, iya kah?"
Noel mengangguk. "Iya, style fashion, motor, dan dekorasi kamar kakak kesannya retro gitu cocok sama genre musiknya," jawabnya.
"Oh... gitu ya. Mungkin itu karena aku pakai pakaian-pakaian ayahku waktu masih muda jadi kelihatan jadul," jawabku sambil menatap ke arah dinding, berusaha untuk tidak menatap Noel yang membuatku terus berpikiran k*tor ketika melihatnya.
"Oh... iya..." jawab Noel canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Noel Kristoffer (BxB)
Romance⚠️ 18+ Cerita ini mengandung tema LGBTQ+ dan tema dewasa. Cerita ditulis berdasarkan kisah pribadi dengan alur cerita yang dikembangkan. Namun, sama sekali tidak mengubah inti cerita serta momen-momen kebersamaan kami. Identitas asli para tokoh (nam...