⚠️ PERINGATAN! Chapter ini mengandung konten dewasa. Kebijaksanaan pembaca diharapkan.
***
Keesokan harinya, ayahku ke pasar untuk berjualan buah-buahan bersama Darren, aku dan Noel mencari ikan di sungai untuk makan siang, sedangkan Leah beberes di rumah.
Sesampainya di sungai, aku tak langsung menangkap ikan. Aku membaringkan tubuhku di atas rerumputan dan menatap langit pagi yang cerah berwarna biru. Setiap kali, aku berada di tepian sungai ini, aku selalu teringat mendiang ibuku.
Dulu, sungai ini adalah satu-satunya sumber air di sini. Banyak warga yang mencuci, mandi, dan menjemur pakaian mereka di sini. Namun, setelah para warga membuat sumur, sungai ini menjadi sepi dan entah darimana, ikan-ikan bermunculan.
Walaupun ibuku telah pergi saat melahirkan adik keduaku yang ikut meninggal bersamaan dengan ibuku, kenangan indah dan hangat yang ibu tinggalkan begitu membekas. Waktu cepat sekali berlalu, tak terasa, sudah hampir 10 tahun ibu pergi.
Noel ikut membaringkan tubuhnya di sampingku.
"Ada apa di sana?" tanya Noel sembari menunjuk langit dengan jari telunjuknya.
"Ada... awan..." jawabku asal.
Noel tertawa kecil. "Apaan, nggak romantis banget! Harusnya sayang jawab, ada saksi pernikahan kita. Langit kan saksi pernikahan kita," terang Noel.
"Iya, maaf ya sayang, aku nggak peka," jawabku.
"Nggak apa-apa," jawab Noel. Tak seperti biasanya ketika aku tidak berkata seperti yang diinginkan Noel, Noel akan terus mengomeliku. Namun, kali ini, dia tak memaklumiku begitu saja.
Aku memiringkan tubuhku dan berbaring menghadap Noel. Aku menatap wajah Noel yang tampan itu. Jika dulu kecantikannya membuatku terpesona, kini ketampanannya lah yang membuat aku terpesona.
Pipi Noel tak lagi chubby seperti dulu. Tulang rahangnya nampak tajam dan tegas bahkan terlihat lebih tegas dibandingkan dengan rahangku. Entah bagaimana Noel mengubahnya? Apakah itu karena olahraga? Tanyaku dalam batinku.
Noel balas menatapku, Noel menyentuh keningku dan menarik poni yang biasanya aku sisir kebelakang ke arah depan hingga menutupi keningku. "Sayang lebih cantik kalau di poni depan," kata Noel sambil tersenyum.
Aku menyibak kembali poniku ke belakang.
"Aku nggak mau kelihatan cantik," jawabku.
Noel tertawa kecil. "Mau gimana pun, sayangku tetep kelihatan cantik," jawab Noel sambil tersenyum.
Aku merasa malu-malu dan canggung mendengar pujian yang diucapkan Noel kepadaku dan aku pun menurunkan pandanganku.
"Tuh, kan pipinya memerah. Sayang suka kan dibilang 'cantik'," ucap Noel sembari mencubit pipiku.
"Ah, enggak," sanggah ku sambil membaringkan tubuhku menghadap ke arah langit.
"Sayang, menurutmu, apa kita bisa menikah sungguhan?" tanya Noel yang sedang menatap ke arah langit juga.
Aku menghela nafasku. "Apa kita harus mengucapkan janji pernikahan supaya pernikahan kita lebih kelihatan nyata?" tanyaku tersenyum, aku mencoba menghibur diriku dan Noel yang terlihat murung ketika menanyakan pertanyaan itu kepadaku.
Noel menatapku dan balas tersenyum. "Kalau gitu, ayo kita berjanji. Duduk sayang," kata Noel.
Aku dan Noel kemudian duduk berhadapan sambil berpegangan tangan.
"Aku, Johannes Noel Kristoffer, mengambil kamu, Carolus Shawn Kristoffer sebagai suamiku. Aku berjanji akan selalu setia kepada kamu dalam untung dan malang, dalam sehat ataupun sakit, dan dalam suka maupun duka..." ucap Noel sambil menatap mataku dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Aku, Carolus Shawn Kristoffer, mengambil kamu, Johannes Noel Kristoffer sebagai suamiku. Aku berjanji akan selalu setia kepada kamu dalam untung dan malang, dalam sehat ataupun sakit, dan dalam suka maupun duka..." kataku sambil menatap mata Noel dengan mataku yang berkaca-kaca juga.
Noel tersenyum dan memelukku dengan erat. Aku balas memeluk Noel dengan erat. Bahuku basah, air mata Noel meleleh di bahuku dan aku mengusap punggungnya dengan lembut untuk menenangkannya.
"Seenggaknya kita udah saling berjanji. Nggak apa-apa kalau ini bukan seperti pernikahan sungguhan. Kita menikah dari hati kita..." kataku.
"Maaf... maafin aku, sayang," kata Noel yang masih menangis.
"Jangan minta maaf, kamu nggak salah apa-apa kok, sayang," kataku sambil membelai kepala Noel.
Noel menarik nafas panjang dan menghembuskanya perlahan, ia melepaskan pelukannya dari tubuhku dan mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Tak lama, Noel mulai mel*mat bibirku dengan bibirnya.
Aku memejamkan mataku dan merasakan sent*han bibir Noel yang diberikan kepada bibirku. Noel membaringkan tubuhku di rerumputan dan dia berada di atasku sambil menj*lati bibirku dan menjelajahi setiap bagian dalam mulutku dengan l*dahnya.
Sembari berc*uman, Noel memasukkan tangannya ke dalam kaosku dan mer*ba tubuhku dengan lembut. Noel mel*paskan kaosku, menc*umi serta menj*lat tubuhku dengan lembut, serta mel*paskan kancing celanaku dan mer*ba bagian tubuhku yang berada di balik celanaku.
Jantungku berdebar lebih kencang dari sebelumnya, aku menikmati apa saja yang Noel lakukan pada tubuhku. Aku sangat menikmatinya hingga aku tidak sadar bahwa aku dan Noel sedang berada di tempat terbuka.
BRAK!!! Suara suatu benda yang jatuh di rerumputan mengagetkanku.
Aku menatap ke arah sumber suara itu. Di sana, aku melihat Leah sedang berdiri terpaku menatap aku dan Noel. Ember dan jaring yang ia bawa, terjatuh begitu saja di rerumputan. Aku buru-buru men*rik celanaku dan mem*kai kaosku...
KAMU SEDANG MEMBACA
Noel Kristoffer (BxB)
Romance⚠️ 18+ Cerita ini mengandung tema LGBTQ+ dan tema dewasa. Cerita ditulis berdasarkan kisah pribadi dengan alur cerita yang dikembangkan. Namun, sama sekali tidak mengubah inti cerita serta momen-momen kebersamaan kami. Identitas asli para tokoh (nam...