Alarm di ponselku berbunyi, waktu sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Aku sengaja bangun lebih pagi karena aku berniat ingin mencuci pakaian-pakaian kotorku sebelum berangkat ke acara malam keakraban klub fotografi.
Namun, tiba-tiba saja ponselku berbunyi. Noel meneleponku, dia bilang dia sedang pusing mengatur barang bawaan dan meminta aku untuk datang membantunya. Aku pun bergegas mandi dan memasukkan beberapa pakaian ke dalam ranselku. Aku membatalkan niatku untuk mencuci dan memasukkan pakaian kotorku ke dalam kantong plastik untuk membawanya ke tempat laundry. Selesai bersiap, aku pun bergegas pergi ke apartemen Noel.
Aku mengirimkan pesan begitu aku tiba di depan gedung apartemen. Tak lama, Noel keluar dari gedung apartemen dan menemuiku. Aku tersenyum melihat Noel memakai piyama merah muda bergambar bebek, bando dengan telinga kelinci di kepalanya, masker wajah berwarna putih, serta sandal bulu-bulu berwarna kuning.
"Ayo kak buruan masuk!" kata Noel sambil menggandeng tanganku dan melangkah masuk ke dalam gedung apartemen.
Serasa ada aliran listrik lembut dari tangan Noel ke tanganku dan menyebar ke seluruh tubuhku. Aliran listrik lembut itu terasa sangat nyaman dan hangat. Aku belum pernah merasakan perasaan senyaman ini ketika aku berpegangan tangan dengan sesama laki-laki. Rasanya malah seperti... ketika aku menggenggam tangan gadis yang aku sukai satu tahun yang lalu.
Sesampainya di dalam apartemen Noel, aku menghirup nafas dalam-dalam merasakan aroma wangi yang mendominasi di ruangan itu. Aromanya manis seperti aroma vanilla yang dicampur dengan aroma cokelat. Setiap sudut ruangan itu dipenuhi barang-barang dan perabot berwarna pastel.
Noel mengajakku masuk ke dalam kamarnya, di sana aku melihat boneka beragam jenis yang didominasi oleh warna coklat, biru muda, merah muda, dan kuning yang semuanya berwarna pastel. Boneka-boneka itu tertata rapi di tempat tidur Noel yang memakai sprei dan bedcover berwarna putih dan biru muda.
Di seberang tempat tidur, ada sebuah meja rias dengan kaca besar yang dikelilingi lampu. Tepat di atas meja itu berjajar rapi berbagai macam produk perawatan kulit yang sebagian Noel beli ketika belanja di supermarket bersamaku kemarin.
Dinding kamar Noel dihiasi oleh stiker bertema Natal dan lampu kelap-kerlip berwarna-warni. Sedangkan di lantai Noel, pakaian-pakaian, alat mandi, produk perawatan kulit, catokan, pengering rambut, dan berbagai barang-barang lain berserakan di samping tas ransel berwarna abu-abu muda.
"Kamu lahir dihari Natal ya?" tanyaku begitu saja tanpa berpikir.
Noel mengangguk dengan semangat. "Iya! Aku lahir 25 Desember! Dua setengah bulan lagi aku ulang tahun, jangan lupa kasih aku hadiah kak!" kata Noel menatapku sambil menengadahkan kepalanya dengan matanya berbinar dan senyuman lebar.
Aku serasa tidak bisa mengendalikan tanganku dan mengusap kepala Noel dengan lembut. "Iyaa... besok aku kasih kamu hadiah," jawabku.
"Horeee! Aku mau di kasih hadiah! Oh, sama kue juga kak!" kata Noel sambil melompat-lompat kecil.
Aku tersenyum. "Iya... sayang..." jawabku sambil mengusap kepalanya lagi.
Sontak, aku langsung menutup mulutku dengan tanganku begitu aku menyadari bahwa aku memanggil Noel dengan sebutan 'sayang' tanpa sengaja. Benar-benar gila dan memalukan, aku sangat sangat merasa malu. Tingkah Noel yang manja sepintas mengingatkanku kepada mantan pacarku dulu sehingga panggilan itu keluar dari mulutku begitu saja.
Mulut Noel menganga mendengar aku memanggilnya dengan sebutan 'sayang'. Dia hanya berdiri diam tanpa kata.
"Maaf... Aku nggak bermaksud..." kataku sambil menurunkan pandanganku karena merasa malu.
"Emmmhhh... iya, nggak apa-apa kok kak..." jawab Noel sambil membalikkan badannya membelakangiku.
"Jadi, mana barang-barang yang mau kamu bawa, biar aku bantu packing-nya," kataku mengalihkan pembicaraan.
"Barangnya di..." Noel tak melanjutkan kalimatnya ketika ia melihat wajahnya sendiri di cermin. "AAAAAAA!!!" teriak Noel histeris.
"Kenapa? Kamu kenapa Noel?" tanyaku cemas.
"Apa aku pakai masker putih ini sejak aku nemuin kakak di depan?" tanya Noel sembari melepas masker diwajahnya dengan terburu-buru.
"Iya..." jawabku sambil tertawa kecil.
"Oh, malu-maluin," kata Noel sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Cuma aku yang lihat kok, tenang aja. Di depan tadi sepi," kataku mencoba menenangkannya.
"Tapi... tapi... kan..." jawab Noel sambil mengintipku dari celah-celah jari tangannya.
"Aku nggak bilang siapa-siapa, ini rahasia kita!" kataku.
"Hmmmm... sebenernya aku nggak peduli kakak mau bilang siapa-siapa atau nggak. Cuma... emmm... udah deh lupain aja," jawab Noel sambil menunduk dan menggoyang-goyangkan kakinya. "Barang-barang bawaanku ada di lantai itu kak. Aku mau bawa koper, koperku kebesaran. Terus mau bawa ransel, ranselnya nggak muat. Kakak bisa nggak bikin barang-barang itu muat di satu ransel?" lanjut Noel menunjuk barang-barangnya yang berserakan di lantai.
"Kamu yakin mau bawa semua itu?" tanyaku yang ragu-ragu melihat barang bawaan Noel yang sangat banyak.
Noel mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya!" jawabnya dengan penuh semangat.
Aku duduk dilantai dan mulai melipat pakaian-pakaian Noel. Noel menyiapkan banyak pakaian seperti celana jeans, celana olahraga, celana tidur, sweater, jaket, kaos, dan kemeja lengan panjang yang masing-masing berjumlah dua buah. "Apa ini nggak kebanyakan Noel?" tanyaku.
"Enggak dong! Kan kita di sana dua hari, satu malam!" jawab Noel sambil duduk di sampingku dan memanyunkan bibirnya.
Noel kemudian menoleh ke arah tas ransel di punggungku dan mengangkatnya. "Kakak cuma bawa ini?" tanyanya.
"Iya," jawabku. "Noel, nanti kan acaranya cuma main, kemejanya satu aja cukup. Soalnya acara resmi kita cuma satu kali. Celana jeans juga, satu aja. Tapi kalau kamu mau bawa semua juga nggak apa-apa sih, nanti aku bantuin bawanya," lanjutku.
"Ooohhh... kalau gitu aku nurut kakak aja. Kakak masuk-masukin aja ke ranselku, aku mau pake skincare dulu,"
"Ooohh, oke," jawabku.
Aku segera memasukkan barang-barang Noel ke dalam tas ranselnya sementara Noel sibuk memberikan krim-krim pada wajahnya. Sesekali aku melirik Noel yang terlihat cantik.
"Kenapa kak? Apa aku kelihatan aneh?" tanya Noel yang sepertinya menyadari sedari tadi aku melirik ke arahnya.
"Emm... enggak kok. Kamu cantik," pujiku.
Pipi Noel berubah menjadi merah muda setelah aku memujinya. Aku tersenyum melihat Noel yang tampak imut dengan pipi tembemnya mudah sekali merona.
"Ma... masa?" ucap Noel terbata-bata sambil memandangi wajahnya di cermin. "Oh, iya kak! Bawa Berry juga!" lanjut Noel mengalihkan pembicaraan. Ia pun mengambil boneka beruang berwarna merah muda dari ranjangnya dan menyerahkannya kepadaku.
Aku mengambil boneka itu dari tangan Noel. "Tapi... tasmu udah nggak muat. Catokan, hair dryer, selimut, dan camilanmu belum kumasukin," kataku.
Noel mengambil tas tenteng dari laci mejanya. "Camilannya taruh sini aja kak!" katanya sambil mengulurkan tas tenteng kepadaku.
Aku pun memasukkan camilan-camilan Noel ke dalam tas tenteng itu. "Tasku masih longgar, hair dryer, selimut, dan boneka kamu aku taruh di tasku aja gimana?" tanyaku.
"Boleh! Makasih ya kak!" kata Noel sambil tersenyum.
"Iya," jawabku sembari memasukkan barang-barang Noel ke dalam tasku. "Kamu udah selesai pakai skincare-nya?" tanyaku.
"Udah," jawab Noel. "Aku mau ganti baju sekarang kak. Kakak mau di sini atau... di luar?" lanjut Noel bertanya.
"Aku keluar aja..." kataku canggung. "Habis ini langsung berangkat ya, udah jam setengah 8," lanjutku sambil membawa tas-tas Noel keluar kamar.
"Oke!" jawab Noel dengan senyuman manisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Noel Kristoffer (BxB)
Romance⚠️ 18+ Cerita ini mengandung tema LGBTQ+ dan tema dewasa. Cerita ditulis berdasarkan kisah pribadi dengan alur cerita yang dikembangkan. Namun, sama sekali tidak mengubah inti cerita serta momen-momen kebersamaan kami. Identitas asli para tokoh (nam...