Aeli terbangun setelah tidur lebih dari empat jam dan begitu ia bangun.
"Bun, Val bagaimana? Ia baik-baik saja, kan? Val di mana bun?" Aeli yang histeris membuat Alena yang baru saja tertidur terpaksa bangun lagi dan menangis.
"Tenangkan dirimu Princess Adelide. Dokter tadi berpesan pada ibunda untuk tidak membiarkanmu banyak pikiran dan berjalan-jalan. Kau harus bed rest atau merelakan bayi keduamu" Aeli segera memegangi perutnya yang masih terasa nyeri dan segera teringat dengan peristiwa pendarahan tadi.
"Bayiku? Apa ia tidak bisa bertahan?" Aeli mengelus perutnya sayang.
"Jika kau mengalami pendarahan lagi, dipastikan seperti itu. Tenangkan dirimu, ibunda akan memanggilkan Val untukmu" sesungguhnya Val masih berada di kamar Aeli meratapi nasib perkawinannya.
Vincent sudah kembali ke ruang kerjanya karena muak dekat dengan menantu sialannya itu. Ia sedang mengajukan kembali perpisahan anaknya. Ia bilang pada Val kalau ia masih sangat bisa untuk menjaga, istri, anak, dan kedua cucunya tanpa bantuan Val. Karena Val menjaga satu istri dan satu anak saja tidak bisa. Sementara Vincent membesarkan Aeli dengan baik.
"Val?" Panggil ibunda ketika masuk ke kamar Aeli untuk melihat keadaan anak menantunya.
"Maaf bu, aku tidak sopan karena tidak berpakaian. Tangan kananku masih sulit untuk digerakkan. Dokter juga akan datang beberapa lama sekali untuk menukar perban, jadi aku begini adanya" ibunda tahu banyak masalah yang Val hadapi dari tatapan mata anak menantunya itu yang terlihat bingung.
"Aeli sudah sadar. Ia mencarimu. Jangan biarkan ia menangis atau menambah beban pikirannya. Pastikan ia tidak bergerak dari tempat tidurnya. Ia cukup sakit untuk mengalami itu semua" Val mengangguk mengerti dan mengikuti ibunda keluar dari kamarnya.
Ibunda meminta pelayan mengambilkan jubah untuk Val karena takut Val merasa dingin atau Aeli akan sangat takut melihat luka Val lagi. Jadi jubahnya disampirkan pada bahunya dan mengikat pada lehernya. Cukup untuk menutupi lukanya dan memberikan kehangatan.
"Sayang?" Entah sampai kapan Val bisa memanggil Aeli sayang.
"Val!" Aeli langsung heboh dan dihadiahi tatapan marah ibunda.
"Jangan banyak bergerak ataupun turun dari tempat tidurmu. Kau tahu ibunda bisa membawa Val pergi kapan saja" Aeli segera terdiam.
"Sayang, dengar kata ibunda ya? Aku akan di sini menemanimu. Lukaku tidak parah. Aku bahkan langsung sadar setelah diobati. Hanya saja masih sulit untuk mengangkat tangan. Jadi aku beristirahat sebentar sebelum kau bangun" ucapan Val terdengar sangat lembut sampai Aeli ingin menangis.
"Ku pikir kau mati" plis Adelaide, jangan terlalu banyak menangis untuk pria seperti Val.
"Mati itu untuk hewan sayang. Aku baik. Sebentar lagi juga bisa menggendongmu lagi. Tidak masalah. Aku masih bisa gendong Alena dengan tangan kirinya. Sini first born papa" Alen yang tadinya sedang digendong pengasuh langsung minta turun di atas tempat tidur mamanya untuk meraih papanya.
"Bruk" anggap saja suara Alen menubrukkan dirinya pada papanya.
Sesungguhnya kalau Val bilang tidak sakit bohong. Alen membuat dadanya ikut nyeri sekarang. Tapi ia tidak boleh terlihat lemah di hadapan Aeli dan membuat istrinya kembali bersedih.
"Apa kau baik-baik saja, Val?" Kalau Val tidak sakit, Aeli tidak akan khawatir melihat anak pertamanya menghantam sang ayah seperti itu.
Masalahnya untuk menggendong Alena sekarang, Val sampai berkeringat banyak bahkan sedikit pucat. Ternyata darah di perbannya bertambah banyak karena tubrukan dari sang anak barusan. Tapi Val yang berusaha susah payah akhirnya berhasil menggendong anak pertamanya. Anak perempuan manis yang memiliki berat sepuluh kilo. Yang biasanya tidak terasa seberat ini di tangan Val.
"Masih bisa, kan? Jangan khawatir ya, sayang?" Val segera menurunkan bayinya lagi dan menyerahkan Alen pada sang pengasuh.
Ibunda yang melihat darah Val mulai mengaliri jubahnya segera bersuara.
"Aeli sayang, tidur lagi saja ya? Biar cepat pulih. Val harus ganti perban sebentar lagi. Ibunda akan menemaninya sebentar lalu ke sini lagi bersama Val untuk menungguimu tidur" Aeli yang sesungguhnya masih lemah memilih mengangguk dan memejamkan mata.
Dalam pikiran Aeli, ia juga sudah melihat Val baik-baik saja di hadapan mukanya sendiri.
"Selamat tidur sayang" ucap Val mengusap puncak kepala kesayangannya.
👑
Steffi panik begitu di luar kamar Alen ia segera menyuruh pelayan memanggilkan dokter. Ia segera membopong Val untuk kembali ke kamar Aeli. Melepas jubahnya. Menekan luka Valdemar. Sambil menenangkan diri.
"Apa kau merasakan sesuatu, Val?" Val menggeleng tapi hati kecilnya menghangat setidaknya ibu mertuanya masih memiliki rasa khawatir terhadap dirinya.
"Aku baik, bun. Luka ini tidak seberapa dari yang aku toreh pada Aeli" ibunda mengangguk dan Val menjelaskan apa yang tadi terjadi dengannya waktu bersama Vincent.
"Ibunda tahu, kau perduli dengan wanita itu, kau menganggapnya adik kecilmu. Tapi Val, Aeli adalah istrimu dan ialah prioritasmu. Ayah sangat marah tadi, ibunda yakin ia sedang kembali memohon pada Vatikan untuk memisahkan kalian. Tapi ibunda tahu, seberapapun ayah mampu melindungi, mendampingi, dan memberikan segalanya untuk Aeli, Alena, dan calon anak kedua kalian. Tapi Ayah tidak bisa menggantikan dirimu. Yang dibutuhkan oleh istri dan anak-anakmu ya hanya dirimu. Jika kau tidak lagi perduli pada mereka. Apa terbayang di benakmu betapa hancurnya harapan mereka padamu? Memang bukan dirimu yang meminta mereka berharap. Tapi secara otomatis kau adalah naungan mereka. Kau satu-satunya tempat mereka berharap" Val memang tidak menerima nada keras dan ucapan kasar dari ibu mertuanya, tidak seperti saat bersama ayah mertuanya tadi, tapi entah mengapa perasaannya jauh lebih hancur sekarang, lebih dari kulitnya yang terkoyak karena panah yang ingin menyasar Aelinya.
"Maaf, bun" ibunda hanya memberikan anggukan lalu dokter sudah sampai.
Setelah diberikan obat lagi dan perban sudah diganti, dokter izin undur diri diikuti ibunda yang juga akan keluar dari kamar Aeli meninggalkan Val di dalamnya.
"Mungkin memang sudah sepatutnya kau meminta maaf pada ibunda. Karena sudah menyakiti perasaan anak satu-satunya yang ibunda sayang dan lindungi sejak kecil. Anak satu-satunya yang ibu da jaga dan miliki. Tapi, Val. Kau jauh lebih bersalah pada Aeli sendiri, Alena, dan calon adiknya. Tapi wanita tak selalu butuh kata maaf. Atau lebih tepatnya tidak butuh hanya kata maaf. Val, penyesalan mungkin bisa dilontarkan dengan perkataan maaf dan raut wajah sedih ataupun tangisan sesaat. Tapi perilaku dan tindakan adalah pembuktian dari keseriusan permintaan maaf seseorang. Untuk apa jika hanya ada kata maaf akan tetapi hanya sebatas kata. Tidak menyadari kesalahan adalah hal yang paling salah, Val"
👑
270323
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh! My Sleeping Princess
FanfictionSeorang putri kerajaan yang sukanya hanya tidur dan selebihnya berlatih balet atau belajar untuk menjadi seorang penerus tahta yang baik, sampai pada saat ia diajak bermain di pasar luar kerajaan, ia menemukan seorang permata yang menarik minatnya u...