Princess: 9

206 44 3
                                    

Aeli kembali tertidur dengan nyaman menyandarkan kepala mungilnya ke bahu bidang sang pangeran impian. Terbangun siang ini seakan memasuki dunia mimpi yang sangat indah, hanya saja Valdemar sangat nyata untuk disebut sebagai mimpi.

"Tidur yang nyenyak, Deli" ya, panggilan itu masih melekat dari Val untuk Aeli.

Yang Aeli tidak tahu, perlakuan manis Val sebelum ia kembali terlelap benar-benar seperti bunga tidur. Tak lagi ia dapatkan perlakuan manis itu selama mereka berada di kerajaan Val.

Aeli berjuang mati-matian mendapatkan simpati dan cinta dari rakyat Luksemburg dengan mengelilingi kota setidaknya satu hari sekali, membuat arak-arakan dengan kereta kuda sambil memberi senyum juga lambaian tangan khas bangsawan menyapa para penduduk setempat. Tapi hal itu juga bukanlah hal mudah, gelar baru yang akan disematkan pada namanya, Princess Adelaide Von Liechtenstein and Luxembourg tidak begitu saja diterima oleh semua pihak. Pagi Aeli menebar senyum, malam ia menoreh luka, berfikir mengapa ada dunia di luar kerajaannya yang begitu menolak kehadirannya, mulai dari Valdemar, hingga kebanyakan dari rakyatnya. Setidak pantas itukah dia untuk di cintai?

"Aku tidak tahu dari mana lagi kesalahan ini di mulai. Juga tidak memahami bagaimana menyelesaikannya" keluh Aeli pada dirinya, menangisi kemalangan hari-harinya.

Tidak hanya itu, ia juga di sandera di kerajaan ini hingga mereka bertunangan dan menikah nanti, orangtuanya seolah membuang dia begitu saja. Sebenarnya itu hanya pikiran buruk Aeli, ayah dan ibundanya hanya berupaya keras membuat Aeli kerasan di sana, dan membiasakan diri tanpa Aeli, karena mereka akan sangat merindukan putri kecil mereka yang sebentar lagi akan dipinang oleh kerajaan tetangga.

"Ingat, aku hanya akan menikahimu. Bukan mencintaimu" perkataan dari Val sebelum mereka naik ke atas altar benar-benar mampu menghabisi hati Aeli yang rapuh dan membuatnya hancur berkeping-keping.

Aeli menjalani kehidupan pernikahannya juga dengan sejuta rasa bingung. Jika bukan Val yang akan membelanya di negeri Luksemburg ini, lalu siapa lagi?

"Apakah kesalahanku tidak bisa diampuni di matamu, Val? Bukankah ketulusan, kesungguhan, dan penderitaanku ini sudah cukup?" Tanya Aeli di malam pertama mereka, ketika Val sama sekali tidak melihatnya dan hanya memunggunginya sibuk berganti pakaian dibantu dengan pelayannya.

Val memberi aba-aba untuk membuat pelayan itu pergi meninggalkan ia di kamar mereka hanya berdua.

"Jangan bicara sembarangan jika ada orang lain. Kecuali kau hanya mencari perhatian" sudut bibir kiri Aeli terangkat tapi hatinya kembali teremas.

"Kalau begitu, apakah malam ini kita akan melakukan itu?" Aeli berusaha mengalihkan topik ke hal-hal yang mungkin Val sukai? Mungkin.

"Kau mau? Hanya itu kah pemikiranmu? Kalau begitu menginginkannya, kenapa tidak kau coba buat aku menginginkannya juga? Bisa kau rayu aku dulu? Kalau berhasil aku akan melakukan hal itu" lagi, Aeli merasa harga dirinya direndahkan sampai ke dasar.

"Kalau aku berhasil, jangan kabur lagi ya?" Iya, Aeli berusaha merendahkan dirinya untuk Val demi mendapatkan lagi cinta dari pria itu.

Aeli mulai mendudukkan Val di tempat duduk, membuka dasi kupu-kupu yang masih tersemat pada lelakinya itu, lalu mulai melepaskan satu persatu kancing kemeja yang menghalanginya melihat tubuh indah sang suami.

Ah? Suami ya? Benar juga tadi pagi mereka sudah melakukan pemberkatan bahkan mengadakan pesta dari siang hingga malam. Aeli mulai mengecup dada bidang suaminya sambil mendudukkan diri di atas paha suaminya. Tapi Val malah berdiri dan melemar Aeli ke tempat tidurnya.

"Murahan" Val berkata demikian sambil memasang kembali kancing bajunya.

"Kenapa? KENAPA VAL! KENAPA TIDAK ADA HAL YANG BISA MEMBUATMU MEMAAFKANKU? APAKAH CINTAMU DI KALA ITU HANYA SEBUAH KEPALSUAN?!" Aeli meneriakkan kekesalannya pada sang suami.

"Palsu? PALSU KATAMU? IYA, AKU ADALAH LAKI-LAKI PALSU YANG TERNYATA SEORANG PANGERAN PALSU, LALU KAU? KAU PIKIR KAU TIDAK PALSU? APA KAU DELI? HAH?! COBA JAWAB AKU! TIDAK BISA?! APA YANG KAU INGINKAN SEKARANG? BERCINTA? HANYA BERCINTA, KAN? AKU BISA MELAKUKANNYA, MEMBERIMU KETURUNAN JUGA BISA, TAPI KALAU KAU MINTA AKU KEMBALI SEPERTI DULU, KU SARANKAN KAU JANGAN BERMIMPI" setelah berkata demikian, Val membabibuta menerjang Aeli, menghancurkan pakaian istrinya itu, memaksa istri cantiknya memuaskannya, membuat istri mungilnya itu kesakitan dengan malam pertama mereka, juga memberikan beberapa luka bukan hanya sekadar fisik.

"Sudah puas, Val? Kau sekarang bukan hanya menyakiti perasaanku, kau juga sudah menyakiti fisikku" kata Aeli di sisa tenaganya sebelum ia merasa akan kehilangan kesadaran setelah dipermainkan oleh Val.

"Tidak. Tentu saja tidak. Jangan lupa kalau yang barusan hanya bercinta, tanpa adanya cinta. Hamil lah anakku, kerajaan kita butuh penerus. Ingat, lahirkanlah keturunan yang hebat, jangan sekali-sekali sebut mereka buah cinta. Karena aku tidak mencintaimu" final.

Aeli hanya meneteskan air matanya lagi sebelum kehilangan kesadarannya. Keesokkan harinya ia terbangun dengan keadaan yang masih sama. Polos dengan penuh lebam kekerasan dari sang suami menghabiskan malam pertama mereka.

"Ingat Aeli, yang semalam itu hanya bercinta, bukan saling mencinta" ia kembali menangisi kisah cintanya.

"Jangan terlalu lama di kamar mandi, kita harus menyapa rakyat di pagi hari ini" sebut Val dari luar kamar mandi.

Aeli menenggelamkan sebentar dirinya di dalam bathub itu untuk menjernihkan pikirannya. Ia mengusap perutnya perlahan ketika sudah kembali memunculkan wajahnya perlahan di permukaan air.

"Sekarang aku hanya bisa berharap kalau tidak ada benih yang berhasil membuatku melahirkan penerus bagi kerajaan ini" Aeli tidak ingin hamil.

Buat apa punya keturunan jika hanya dijadikan penerus tahta? Bukankah masih ada orang lain yang bisa menggantikan hirarki tersebut? Apakah pantas anak dihadirkan karena hanya untuk memenuhi ego orangtua? Bagaimana pertanggungjawaban seorang ibu dan ayah yang menghadirkan mereka bila tanpa cinta yang membara.

"DELI! WAKTU KITA SUDAH HAMPIR TIBA" Val meneriakinya lagi.

"AKU BELUM SIAP, VAL. BERSABARLAH SEDIKIT!" Aku belum siap dan tidak akan pernah siap jika kau menyuruhku menjadi ibu dari anakmu, tanpa kamu yang mencintai dan mendampingi kami.

"JANGAN MEMBUAT KESABARANKU HABIS, ADELAIDE" Val masih dengan amarahnya.

"Biar sajalah, untuk apa juga aku perduli dengan orang yang tidak memerdulikanku dan hanya menjadikanku sebagai alat pemuas nafsu sekaligus birth machine? Tapi untuk mundur juga hal ini sudah terlalu jauh. Apa sanggup aku menjaalankan pernikahan ini tanpa cinta? Walau bersama orang yang sangat ku cintai?" Entahlah, apakah perasaan cinta perlahan akan hilang seiring berjalannya waktu?

"AKU AKAN MENDOBRAK PINTU INI JIKA KAU TIDAK MENJAWABKU TUAN PUTRI"

"IYA SEBENTAR LAGI" ku harap aku bisa berhenti mencintainya.

👑

090323

Oh! My Sleeping Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang