K A I - Ikut Pergi

6 5 0
                                    

MHIBH♡

☆☆☆


Mahasiswa/i kelas semester akhir dari Fakultas Ekonomi menyambut Kai kedatangan dengan bahagia dikelas, satu persatu Kai merengkuh pelukan sambutan dari teman-teman lelaki.

"Cepet amat bro, katanya 3 tahun." ujar Dava —teman kelas Kai—

"Ada urusan mendadak. Mau wisuda juga akhirnya gue putusin tahun ini balik."

"Mantap lah!"

"Btw, ini kue dari kita semua buat lo." sela Bella, teman sekelas Kai juga yang membawa kue bertulis 'Welcome Again!' di atas cream putih.

Kai menerimanya dengan senang hati. "Thanks semuanya."

"Santai aja." ucap serentak sesaat semuanya bubar ke meja masing-masing. Bella masih berdiam.

"Lo kenapa, Bel?" panggil Kai sadarkan Bella. Gadis itu jadi gelagapan lalu merogoh tasnya.

"Ini dari gue, personal." Bella kasih kotak hitam kecil di ikat pita serupa. Kai pun mengambilnya bukan ingin berikan harapan pada si gadis melainkan hanya menghargai pemberian.

"Makasih banyak." tutur Kai buat Bella mengangguk dan pergi.

☆☆☆

Di gedung fakultas Psikolog. Kanaya dan Annisa tengah makan siang di kantin. "Nis, nanti balik ngampus anter gue ke Rumah Sayap 'ya. Gue kangen anak-anak." ujar Kanaya di angguki Nisa.

"Sip!"

"Sekalian ke makam Vernon, mau?" kata Kanaya ragu, takut Nisa tidak bisa mengantarnya atau tidak mau kesana.

Semenjak Kanaya kembali ke rumah dan sudah bisa beraktivitas seperti biasa, setiap hari dia coba mengumpulkan keberanian datangi tunangannya. Ah, mantan.

Ia rindu, rindu akan kata-kata Vernon yang manis dan lembut, berdiri disampingnya, pergi ke rumah Sayap berdua, dan terakhir. Dia rindu senyum dari pemuda itu.

"Bisa aja, tapi lo?" dahi Kanaya mengerut, lucu jika Nisa menghawatirkan fisiknya padahal ia sudah bisa masuk kelas seperti biasa.

"Fisik gue udah fine!"

Annisa bergeleng lalu menunjuk dada Kanaya. "Hati lo, udah siap?" katanya begitu buat Kanaya tersenyum getir.

"Selama, gue di rumah coba nyiapin hati dan diri gue biar nanti ke makam Vernon gak begitu sedih juga nangis."

Kanaya sedang dalam fase merelakan seseorang yang ia sayangi pergi. Selamanya. Kalau dikatakan rela, belum sepenuhnya Kanaya merelakan atas ke pergian Vernon dengan cepat.

Jika Vernon datang di kisah Kanaya cukup lama dan sempat mengukir namanya. Itu butuh waktu yang cukup lama agar Kanaya bisa menyamarkan nama Vernon.

Nisa jadi gusar mendengar jawaban dari Kanaya. Kalau di tunda luka yang lama terobati bisa kembali terbuka. Bagaimana pun juga Kanaya adalah sahabatnya. Dan Vernon adalah sepupunya. Tanpa sepengetahuan gadis itu.

Nisa pun mengiakan. "Nanti, kita kesana. Semoga lo bisa relain Vernon ya, Nay."



☆☆☆


Hari ini jadwal mata kuliah Kai sedikit jadi lebih banyak waktu kosong. Melihat arloji yang melingkar dilengannya buat Kai bangkit lalu keluar dari gedung fakultas Ekonomi.

Segera mengambil motor diparkiran dan melaju kearah gedung fakultas Psikolog yang tak jauh dari gedungnya. Kai tersenyum melihat Kanaya keluar bersama Nisa. Pemuda itu menghampiri Kanaya juga Nisa.

"Hai!" sapa Kai tiba-tiba disampingnya sehingga Kanaya terkejut.

"Astaghfirullahalazim," bukan Kanaya yang berucap. Tapi Nisa. Langkah Nisa berhenti mendadak setelah melihat Kai. Matanya melotot tak percaya. Selama ini Nisa hanya bisa melihat Kai di kantor dengan setelan formal lihat sekarang buat Nisa kagum dengan Kai.

Sebentar, sepertinya dia sudah ketinggalan cerita dari sahabatnya itu. Kanaya menepuk pundak Nisa. "Annisa!" panggil Kanaya yang berhasil sadarkan sahabatnya.

Annisa berdeham. "Anaknya pak bos David ya?"

"Kamu kenal saya?" tanya Kai yang diberi anggukan antusias oleh Annisa.

"Perkenalkan nama saya Annisa azzahra. Karyawan di kantor J. Huening's. Senang bisa bertemu dengan Bapak di lain tempat seperti ini." kata Annisa yang mengulur tangannya. Kanaya yang tidak mengerti hanya menyimak keduanya.

Kai menerima uluran tangan Nisa. Pupil mata Nisa membesar akibat terlalu kesenangan uluran tangannya dibalas oleh pemuda itu lengkap dengan senyum manisnya.

"Kai Kamal Huening, senang kembali bertemu dengan salah satu karyawan kantor disini. Tolong jangan panggil Bapak diluar kantor saya jadi merasa tua."

Pipi Annisa keluar semburat merah, bukan salting atau baper. Tapi malu. "Baik, jadi saya harus panggil Bapak diluar kantor itu seperti apa?"

"Kakak, saja." Annisa mengangguk kuat. Melihat sikap Annisa yang sekarang buat Kanaya terkekeh. Pasalnya gadis itu jarang sekali merasa malu sampai pipinya merah.

Setelah puas berkenalan, ketiganya kembali berjalan ke parkiran.

"Omong-omong, pada mau kemana?"

"Ke rumah Sayap." jawab Annisa.

"Tempat apa itu?" tanya Kai lagi. Kanaya harap Annisa tidak beritahu Kai soal rumah itu. Tapi Annisa tetaplah Annisa, ia menjawab pertanyaannya.

"Rumah yang isinya anak-anak kecil."

"Panti?"

Annisa geleng. "Rumah singgah anak-anak jalanan."

"Oh ya, boleh ikut?"

"Boleh, boleh."

Plak.

Kanaya memukul bahu Annisa, matanya berikan kode untuk tidak mengajak Kai kesana. Bukan apa-apa, kalau Kai ikut rencana pergi kemakam Vernon pasti bakalan ketunda. Yang pada dasarnya Annisa yang lemot sinyal yang diberikan Kanaya tidak sampai.

"Apa sih lo," celetuk Annisa langsung dipelototi Kanaya.

"Dia tuh atasan gue, kalau gak dibolehin gak sopan kalau gue dipecat gimana, siapa tau mau jadi donatur." bisik Nisa pada Kanaya yang tepat disebelahnya Kai masih bisa dengar ucapan Annisa. Sepertinya Kanaya tak suka jika dirinya ikut.

"Kenapa, Nay. Aku gak boleh ikut?"

"Boleh kok!" sela Annisa semakin buat Kanaya geram. Kai jadi terkekeh.

"Beneran, Nay?" Kanaya mengangguk akhirnya memperbolehkan Kai untuk ikut.

"Oke, aku tunggu didepan."

"Iya." menunggu lelaki itu menjauh mungkin sampai tidak mendengar Kanaya mencubit Annisa gemas.

Annisa meringis kecil. "Apaan sih!"

"Lo ngapa bolehin Kai ikut, kalau dia ikut ke makam Vernonya gimana?"

"Liat aja nanti."



☆☆☆

[1] MHIBH - END✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang