Bagian Lima

13.6K 786 13
                                    

Rony Parulian, putra batak yang besar di ibukota. Sejak kecil ia jatuh cinta pada musik. Hari-harinya bertumbuh di warnai dengan musik. Tidak ada satu hari pun ia lewati tanpa bernyanyi. Sekalipun sebatas dendangan kecil di kamar mandi. Atau nyanyian kecil sepanjang jalan berangkat sekolah.

"Sukses bro audisinya kemarin?" Andre teman bandnya sejak ia mulai aktif mengisi musik di salah satu kafe ibukota, bertanya antusias.

Rony tersenyum disertai anggukan. "Lolos," ucapnya.

"Apa ku bilang, kali ini kau pasti bisa." Zacky yang ada di bangku seberang Rony berseru penuh semangat.

"Tapi perjalanan ku masih panjang lah, bang."

"Iya aku tau, tapi kau itu kadang pesimis. Geram aku." Sahut Zacky. "Kau itu bisa Ron. Percaya sama kemampuan yang kau punya."

"Bang Zacky bener, Ron. Kurang-kurangin minderannya. Suara lo itu, Keren." Dion yang sedari tadi hanya diam, bersuara sambil menepuk punggung Rony.

"Iya, iya. Kali ini gue bakal berusaha lebih."

Ajang kali ini besar artinya bagi Rony. Setelah nyaman dengan hidupnya saat ini. Bisa bernyayi reguler di salah satu kafe. Itu rasanya sebagian mimpinya sudah jadi nyata. Namun, jauh di dalam dirinya. Rony ingin lebih. Mimpinya bukan sekedar bernyanyai di kafe, tapi ia ingin tampil di panggung besar. Ia ingin suatu saat nanti karyanya bisa di dengar banyak orang. Tampil bernyanyi di berbagai tempat.

Mengumpulkan segala keberanian yang ia punya. Rony kembali mendaftarkan diri untuk audisi ajang percarian bakat ini untuk kesekian kalinya. Ini memang bukan kali pertama ia ikut. Dua percobaan yang lalu gagal.

Kegagalan yang dalam diam membuatnya banyak berpikir sekaligus mencari apa yang kurang dari dirinya. Sikap cuek yang dia punya tidak selalu berhasil membuatnya luput dari pemikiran kalau dia belum cukup baik.

Kali ini tahapan demi tahapan kembali ia ikuti. Dan akhirnya ia tiba di final audisi. Rasanya ia sudah menapaki separuh perjalanan untuk bisa tampil di panggung besar. Tapi, ini baru permulaan untuk mimpinya yang jauh lebih besar.

***

Tahap demi tahap berhasil Rony lalui. Bukan perjalanan yang mudah hingga ia sampai di tahap ini. Dari ke kejauhan, Rony menatap panggung besar di depannya. Tidak lama lagi ia akan bernyanyi di sana.

Rony menarik napas dalam, menyimpan senyum untuk dirinya sendiri. Ia asik memandangi panggung besar di depan sana. Sementara suasana riuh dari teman sesama kontestan lain tidak mampu menganggunya. Rony masih asik dengan kegiatannya memandangi panggung.

Sementara di belakangnya. Duduk seorang perempuan berhijab yang juga tengah asik memandangi panggung besar itu. Sama seperti teman-temannya yang lain. Panggung besar itu adalah impian. Bernyanyi di panggung itu adalam mimpi yang mesti ditebus dengan kerja keras.

Sejak kecil, ia sudah akrab dengan kegagalan. Andai gagal sekali lagi, ia tidak masalah. Namun tentu saja ia tidak ingin gagal lagi. Cukup kegagalannya di masa lalu. Kali ini ia ingin sampai akhir. Ia ingin lama tampil di panggung itu.

Saat merasa sudah cukup memandangi panggung besar itu, Rony berbalik. Dan saat berbalik itulah tatapan matanya bertubrukan dengan sepasang mata di balik kaca mata milik perempuan yang sebelumnya melakukan kegiatan yang sama dengannya. Memandang panggung besar di depan sana.

Sepersekian detik, tatapan mereka beradu. Memindai satu sama lain. Mereka belum saling kenal, tapi mereka tahu kalau mereka adalah sesama kontestan.

Tanpa menyapa, Rony berlalu. Bergabung bersama kontestan lain ya ia kenal. Lantas asik mengobrol.

Sementara Salma, ia tetap duduk di bangkunya. Tidak berniat ke manapun. Kecuali memang disuruh untuk berkumpul. Ia menikmati panggung di depan sana.

Lusa ia akan bernyanyi di sana. Ia akan buktikan, kalau ia mampu. Salma menarik napas dalam, tersenyum pada dirinya sendiri.

"Jangan senyum sendiri, nanti dikira gak waras." Sebuah suara yang terasa asing menyapa gendang telinga Salma, spontan membuatnya menoleh.

Salma menatap heran seseorang yang duduk di kursi di sampingnya, berjarak dua kursi.

"Lo siapa sih?" Tanya Salma. "Sok kenal," gerutunya.

"Gue," ucapnya sambi menyilangkan kaki. "Peserta, sama kayak lo."

"Iya, gue tahu. Tapi maksud pertanyaan gue bukan itu." Nada suara Salma masih pelan, tapi nampak jelas kalau ia mulai kesal.

"Lo nanya nama gue siapa?"

Salma menarik napas lantas menghembuskannya kasar, kebiasaannya kalau sedang kesal.

"Terserah lo deh," Salma menampilkan wajah cemberut yang justru mengundang senyuman dari sang lawan bicara.

"Gue Rony," ucapnya lantas kembali menjauh dari Salma. Berjalan entah ke mana.

"Cowok aneh," gumam Salma.

Sepeninggal lelaki itu dan kesan yang dia tinggal di mata Salma membuatnya teringat sesuatu.

"Kayak pernah liat tu orang," bisik Salma pada dirinya sendiri. Salma berusaha memanggil ingatannya tentang siapa saja yang akhir-akhir ini jumpai.

Ah iya Salma ingat, cowok barusan adalah orang yang sama yang tidak sengaja ia tabrak saat pulang audisi dulu.

"Ternyata emang orang aneh,"ucapnya lagi. Dan itu hanya bisa ia dengar sendiri.

Tidak lanjut memikirkan lelaki bernama Rony itu. Salma kembali menatap panggung besar itu. Panggung yang di sana terdapat banyak orang yang entah sedang melakukan apa. Mungkin persiapan untuk mereka tampil besok.

Ah, tidak sabar rasanya.

***

Rony melangkah menjauh meninggalkan Salma. Ia tahu nama perempuan itu setelah mencuri dengar dari kontestan yang pernah memanggilnya dan dia menolah.

Entah kenapa ada satu hal darinya yang memantik perhatian Rony.

"Rony...." Teriak salah seorang perempuan berambut panjang. Menghentikan langkah Rony untuk mencari tempat mengilang sebentar sambil memejamkan mata.

"Sini," katanya lagi dengan wajah ceria.

Rony menarik napas, berjalan mendekat ke arah perempuan yang memanggilnya barusan.

"Mau ke mana lagi sih?"

Rony memutar bola mata, lantas mengendikkan bahu.

Perempuan di depannya saat ini adalah perempuan pertama yang ia kenal di antara begitu banyak peserta lainnya. Perempuan yang mencuri perhatiannya. Tingkahnya yang sedikit manja, wajah cantiknya yang riang. Pasti banyak orang yang tertarik untuk mengenalnya.

Dan Rony nyaman mengobrol dengannya. Rasa nyaman yang masih berusaha Rony pahami. Ia takut salah menyimpulkan.

***


Note : Buat kalian yang nyasar dan sampai di bagian ini. Terima kasih banyak ya. Seneng liat respon kalian yang baca. Buat cerita yang gak dipromoin sama sekali. Respon kalian sama cerita ini membuatku senang.

Terus temani cerita ini sampai selesai ya :)

Kembali (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang