Sudut dengan jendela kaca besar ini akan jadi tempat yang kelak akan Salma rindukan. Pertama kali ia menemukan tempat ini saat malam-malam tidak sengaja melihat Rony duduk di sini sendirian. Karena penasaran sedang apa lelaki itu sendirian di sini, ia menghampirinya.
Sejak saat itu, saat melihat sudut ini dari dekat. Salma merasa nyaman. Jadilah ia sering ke sini. Kadang ia duduk sendirian kalau Rony sedang tidak ke sini. Atau mungkin mereka berbeda waktu saat mendatangi tempat ini.
Dan sekarang, minggu terakhir karantina. Hari-hari terakhir ia bisa ke tempat ini. Sudut dengan jendela kaca besar. Tempat ia banyak bertukar cerita dengan Rony. Mengenal lelaki itu lebih dekat tanpa siapapun tahu. Hanya ada mereka berdua.
"Sal," sebuah sapaan mengagetkan Salma. Sontak membuatnya menoleh ke arah sumber suara.
"Ron," ucap Salma dengan senyuman yang tanpa bisa ditahan.
"Ngapain?" Rony berjalan mendekat. Ikut duduk di lantai bersama Salma.
Salma mengendikkan bahu, "Cuma duduk."
Rony tersenyum, pandangannya lurus ke depan. Ke arah luar melewati jendela kaca besar itu.
"Habis build in ya?" Tanya Salma.
Rony mengangguk, "Iya habis kerja."
"Kerja keras nih." Ucap Salma yang disambut tawa Rony.
Setelah tawa mereka reda, Rony menatap Salma lamat-lamat. "Sebentar lagi ya, Sal." Ucap Rony pelan, nyaris berbisik.
"Iya, sebentar lagi." Sahut Salma yang mengerti arah pembicaraan Rony barusan. "Bakal kangen banget sama semua yang ada di sini. Juga tempat ini."
"Bakal kangen gue gak?"
Salma tertawa kecil, "Apaan sih, Ron."
Rony ikut tertawa. Ia menoleh sebentar ke arah Salma. Menatapnya sekilas.
"Tapi gue bakalan kangen beneran kayaknya."
Kening Salma berkerut, "Kangen siapa?"
"Nasi kotak." Jawab Rony santai.
Salma mendengus. Dasar Rony, selalu saja ujung-ujungnya bercanda.
"Oh iya, Sal. Lagu kemenangan kalian bagus."
Salma tersenyum lebar, "Lebih suka versi Nabila apa versi gue?"
Rony geleng-geleng kepala, "Kenapa nanya kayak gitu?"
"Ya nanya aja," posisi Salma sekarang menghadap Rony. "Jawab buruan."
"Penting buat dijawab?"
"Penting."
"Sal, Sal..."
Salma masih menatap Rony, menunggu laki-laki itu menjawab pertanyaannya.
"Dua-duanya bagus, dua-duanya gue suka."
"Diplomatis, cari aman."
Rony menyeringai, "Lo maunya gue jawab apa?"
"Ya jawabnya lebih suka versi gue, atau versi Nabila. Gitu." Ucap Salma. "Tegas gitu, Ron."
Rony terkekeh, "Sal, Sal." Ucapnya sambil menempelkan jari telunjuknya di jidat Salma dan mendorongnya pelan
"Sal, buat mereka yang suka Nabila pasti bakal jawab lebih suka versi Nabila. Dan buat yang suka sama lo, pasti bakal jawab lebih suka versi lo."
"Jadi, lo lebih suka versi siapa?"
Rony mengembuskan napas, "Dua-duanya suka."
"Gak asik." Gerutu Salma. "Gak berani jawab."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali (SUDAH TERBIT)
Fiksi PenggemarAda hal-hal yang nyatanya belum usai. Perasaan itu. Perasaan yang coba disingkirkan, nyatanya tidak pernah benar-benar pergi. Setelah bertahun-tahun berlalu dan kembali bertemu, apa perasaan yang tidak pernah benar-benar pergi itu bisa berjalan beri...