Rony berdiri di lobi bandara. Menunggu Salma di pintu kedatangan. Ini terbilang tindakan yang nekat. Mereka akan bertemu di ruang yang lebih terbuka. Siapa saja bisa melihat interaksi mereka. Sekalipun saat ini Rony mengenakan kaca mata, bucket hat serta masker. Tapi hal itu tidak menjamin kalau ia tidak akan dikenali.
Tapi kali ini Rony tidak begitu peduli sekalipun pada akhirnya ada yang mengenalinya. Toh cepat atau lambat, orang-orang akan tahu tentang hubungannya bersama Salma. Lagi pula situasi mereka saat ini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Jadi tidak masalah andai hubungan mereka terendus media. Mereka sudah siap dengan segala risiko yang ada.
Menit demi menit berlalu. Sudah nyaris setengah jam Rony berdiri di sini. Tapi Salma belum muncul juga. Rony mengendarkan pandangannya ke sekitar. Mencari tempat untuk duduk. Namun saat ia mencari tempat untuk duduk, saat ia kembali melihat ke arah pintu kedatangan. Tatapannya bertemu dengan sosok Salma. Segaris lengkungan di bibir refleks tercipta.
Rony berjalan mendekat ke arah Salma. Salma yang mendapati sosok Rony berjalan ke arahnya, refleks tersenyum. Menatap sosoknya yang seminggu ini tidak ia temui, berjalan ke arahnya. Ternyata membuatnya sangat bahagia. Begini rupanya saat perasaan rindu tuntas dengan pertemuan.
"Hey," ucap Rony begitu berhadap-hadapan dengan Salma.
"Hey," balas Salma dibarengi senyuman.
Rony tersenyum lebar, lebar sekali. Tatapan matanya mengarah tepat ke manik mata Salma. Lantas detik selanjutnya, ia mendekap Salma. Tidak peduli andai ada yang memperhatikan mereka saat ini. Tidak peduli andai ada yang diam-diam memotret. Lebih tidak peduli lagi andai setelahnya berita tentang mereka menjadi highlight di berbagai media.
Salma yang awalnya sedikit terkejut. Tetap tersenyum dalam dekapan Rony. Ia pun sama tidak pedulinya dengan Rony. Biar saja semesta tahu. Dan bagaimana pun reaksi di luaran sana terhadap hubungan mereka, biarkan saja.
Tapi Salma dan Rony tetap lah mereka yang tidak terlalu suka mengumbar kehidupan pribadi. Kalau semesta tahu perihal hubungan mereka, ya sudah. Toh mereka tidak ingin menutupi apapun.
"Kak, aku gak langsung pulang ya." Ucap Salma pada Dewi, managernya.
"Kenapa?" Dewi bertanya heran. Apa Salma tidak lelah. Kegiatan selama seminggu terakhir sungguh menguras tenaga.
"Mau mampir ke rumah Rony." Jawab Salma santai sembari tersenyum.
Dan kali ini, bukan Dewi yang heran dengan jawaban Salma, melainkan Rony. Lelaki itu menatap Salma penuh tanya. Ia memang menjemput Salma ke bandara saat ini. Tapi Rony ingin mengantarkannya pulang. Bukan ingin mengajaknya pergi jalan-jalan atau mampir ke rumahnya.
"Tapi kamu perlu istirahat, Sal. Pasti capek kan? Aku antar pulang aja, ya." Ucap Rony lembut.
"Iya, anterin pulang. Tapi mampir dulu, ya." Rengek Salma. Kalau sudah begini, mana tega Rony menolaknya.
"Yaudah, iya."
"Yeay."
"Bucin," tukas Dewi sambil geleng-geleng kepala.
"Maklumi aja lah, Wi." Celetuk salah seorang laki-laki yang adalah fotografer Salma tiap kali perform.
"Maklum sih gue, maklum banget."
Salma dan Rony yang jadi objek pembicaraan diam saja sambil tertawa. Mereka melanjutkan langkah dengan tangan saling bertaut.
Siang itu, Salma tidak langsung pulang ke rumahnya. Tapi ia ikut ke rumah Rony. Tujuannya adalah rooftop rumah itu. Tempat favorit untuk duduk berdua bersama Rony.
Siang itu juga, Rony merasakan rasa yang baru. Hangat yang baru. Perasaan hangat yang ingin ia ulang berkali-kali. Bahkan ia ulang seumur hidup.
Perasaan hangat menyambut Salma pulang setelahnya berhari-hari tidak bertemu. Perasaan hangat yang suatu hari nanti ingin ia rasakan tiap kali Salma pulang dari perjalanan jauh. Lantas mengajaknya pulang ke rumah yang mereka sebut rumah kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali (SUDAH TERBIT)
FanfictionAda hal-hal yang nyatanya belum usai. Perasaan itu. Perasaan yang coba disingkirkan, nyatanya tidak pernah benar-benar pergi. Setelah bertahun-tahun berlalu dan kembali bertemu, apa perasaan yang tidak pernah benar-benar pergi itu bisa berjalan beri...