Hari-hari setelah malam itu bukan hari yang mudah untuk Salma lalui. Perasaan bersalah. Merasa egois. Sedih karena dengan perpisahan itu berarti ia kehilangan satu sosok lelaki baik di hidupnya.
Dua tahun bersama Kevin, tidak sekalipun lelaki itu menyakitinya. Hal yang justru membuat Salma merasa bersalah sebab hatinya tidak penuh untuk Kevin.
Ada satu ruang di hati Salma yang tidak berhasil dimasuki Kevin. Yang justru membawa Salma pada keputusan untuk berpisah. Kevin lelaki baik berhati lembut, ia penuh tanggung jawab. Tapi lelaki itu tidak bisa mencairkan satu ruangan itu.
Kehadiran Kevin di saat Salma sedang butuh seseorang, seolah seperti jawaban dari doa-doa Salma. Awalnya Salma pikir, bersama Kevin adalah pilihan terbaik. Ia tidak pernah merasa benar-benar ragu. Karena itu juga ia menerima lamaran Kevin yang diutarakan saat makan makan berdua.
Namun sehari setelah acara lamaran resmi yang digelar secara private tapi menyenangkan dengan kehadiran teman-teman baik Salma. Juga keluarga besarnya. Hari itu penuh dengan senyuman. Sampai di pagi harinya, sesaat setelah menerima telepon dari Kevin. Salma tiba-tiba merasa hampa. Ia tidak merasa bahagia.
Seharian itu mood Salma berantakan. Ia lebih banyak berdiam diri di dalam kamar dengan dalih ingin istirahat. Salma memikirkam banyak hal. Yang semakin dipikirkan membuatnya tersadar di mana hatinya berada. Bukan bersama Kevin yang ia mau.
Memutuskan berpisah dari Kevin padahal jalan mereka sudah sejauh ini. Adalah jalan terjal yang Salma pilih. Saat ia mengatakan keputusannya pada kedua orangtuanya. Mereka berdebat hebat. Salma menangis malam itu. Tapi anehnya tidak sedikitpun tersisa keinginan untuk bersama Kevin.
Novia selaku sahabat tempat Salma menceritakan apapun juga berkali-kali bertanya apa Salma benar-benar yakin untuk berpisah dari Kevin. Berkali-kali pula Salma mengatakan ia yakin.
Di hari ke empat setelah acara lamaran, sehari setelah Salma memberitahukan ia ingin berpisah dari Kevin kepada kedua orang tuanya yang berakhir perdebatan. Paginya ibu Salma mendatangi anaknya itu. Sekali lagi mempertanyakan. Dan jawaban Salma masih tetap sama.
"Apapun keputusan Salma pada akhirnya mama akan dukung. Tapi satu pesan mama, dunia tidak berputar untuk kita saja. Yang ingin bahagia bukan kita saja."
Salma mengangguk, "Maafin Salma, ma."
Sungguh, Salma merasa ia bersalah pada semua pihak. Pada keluarganya. Pada keluarga Kevin. Pada Kevin sendiri. Tapi ia akan jauh lebih merasa bersalah kalau memilih meneruskan hubungan ini sementara di hatinya tidak ada Kevin.
Menerima Kevin hari itu sebagai pacarnya adalah sebuah kompromi dari perasaan kehilangan. Yang membawa Salma terlalu jauh melangkahkan. Salma lupa, hatinya belum sembuh. Dan ia tidak bisa berjalan bersama dengan lelaki manapun sementara hatinya masih menyimpan satu nama yang lain.
Ia sudah salah di hari itu dengan mau menjadi kekasih Kevin. Maka saat ini, ia tidak ingin membuat kesalahan yang jauh lebih besar. Maka keputusannya pun sudah bulat.
Dan hasilnya, sesuai perkiraan Salma. Ia dibenci karena keputusannya itu. Wajar, Salma paham itu adalah reaksi yang wajar. Ia cuma bisa berdoa, semoga waktu membantu Kevin untuk sembuh dari perasaan kecewanya. Juga keluarga Kevin, Semoga waktu membantu mereka untuk pulih.
Dan semoga waktu pula yang akan memberi pengertian pada Kevin. Kalau pilihan Salma melepaskannya adalah penghargaan terbaik yang bisa ia beri. Melepas Kevin adalah bentuk Salma menyayangi lelaki itu dengan segala kebaikannya.
Kadang bentuk cinta tidak selalu mengharuskan kita membersamai orang itu. Salma memilih caranya sendiri. Ia tidak bisa membahagiakan Kevin, andai hidup bersama. Sebab Salma menyadari, bukan bersama Kevin ia ingin ditemani melangkah.
Salma harap, dunia tidak membencinya atas apa yang ia pilih.
***
"Kadang kita memang akan jadi tokoh jahat di cerita hidup orang lain," ucap Rony saat Salma selesai bercerita panjang.
"Gue juga pernah jadi tokoh jahat di hidup seseorang. Kita berdua sama-sama pernah jadi tokoh jahat di hidup orang lain." Sepasang mata Rony sempurna menatap Salma di sampingnya. "Its oke, Sal. Kita gak akan selalu baik. Sebab kita manusia."
Di antara airmata yang mulai kering, Salma tersenyum tipis mendengar kalimat panjang Rony. "Bisa bijak juga ya," ucapnya seraya balas menatap Rony.
Setahun selepas Salma melepaskan Kevin. Kadang ia masih suka bertanya apa itu adalah keputusan terbaik? Tapi hari ini, Salma sudah menemukan jawabannya.
Melepaskan Kevin memang bukan jaminan ia akan bisa bersama dengan seseorang yang ia harapkan. Tapi andai tetap bersama Kevin, tidak akan ada hari ini yang membuatnya teramat lega. Andai tetap bersama Kevin, maka tidak akan ada hari di mana ia bisa menatap Rony sedekat ini. Tidak akan ada hari ia mendengar kalimat panjang Rony yang diam-diam memberi kelegaan.
"Gue antar pulang aja ya, ke studionya kita tunda." Ucap Rony sambil menyalakan mobil.
Rencana awal hari ini memang ke studio musik di rumah Rony sehabis makan siang bersama Paul dan Novia. Tapi pertemuan tidak sengaja dengan Kevin dan keluarganya tadi membuat Rony merasa akan lebih baik kalau Salma pulang saja. Salma perlu istirahat.
"Tapi pengen ke roof top," ucap Salma yang lebih terdengar seperti rengekan seorang anak kecil.
"Roof top?"
"Iya, roof top rumah lo, Rony."
"Gak pengen pulang aja?"
"Enggak."
"Sudah jauh lebih baik?"
Salma mengangguk cepat. Sembab akibat menangis memang masih kental terlihat tapi Salma sudah mampu tersenyum.
"Oke," Rony mulai melajukan mobilnya meninggalkan parkiran mall. Tetap ke tujuan awal, rumahnya.
***
Sepanjang perjalanan Rony memikirkan banyak hal. Tentang apa jadinya ia andai setahun lalu Salma benar-benar jadi menikah. Bagaimana ia di hari ini andai tidak sengaja bertemu Salma bersama suaminya dan itu bukan dirinya. Atau ia melihat berita pernikahan Salma di media. Bahkan membayangkannya saja terasa horor.
Namun di sisi lain, Rony mencoba menyelami rasa bersalah Salma. Ia pernah ada di posisi itu saat memutuskan hubungan dengan seseorang di masa lalu. Tapi posisi Salma jauh lebih kompleks. Langkahnya sudah terlalu jauh untuk pada akhirnya memutuskan melangkah mundur.
Rony tidak menyangka Salma akan melewati masa-masa seperti itu. Dan ia bisa mengerti apa alasan Salma memilih pilihan itu. Lalu setelah semua yang terjadi. Setelah ribuan hari yang terlewati. Apa iya Rony tidak akan berusaha keras agar ia dan Salma ada di jalan yang sama? Rasanya ia akan menjadi bodoh sekali kalau hanya mengulang salah yang sama seperti di masa lalu. Membiarkan hubungan ini jalan di tempat.
Begitu mobil Rony sempurna berhenti di halaman rumah. Salma langsung turun, ia berdiri di depan pintu rumah. Menunggu Rony membukanya. Lantas begitu pintu terbuka, ia langsung melesat masuk menaiki anak tangga. Tujuannya adalah roof top rumah ini.
Melihat hal itu membuat Rony tertawa kecil. Padahal sejam yang lalu perempuan itu menangis hebat di mobilnya. Tapi sekarang ia sudah bisa terlihat amat ceria.
Salma, boleh kan kalau Rony mengatakan kalau perempuan itu adalah kesayangannya tanpa takut seisi dunia akan mencibirnya?
***
Note : Hallo, apa kabar? Btw, ada lagu yang pas gak buat nemenin baca part bagian ini? 🤣
Jangan lupa vote Salmon hari ini ya 👍🏼
Happy reading:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali (SUDAH TERBIT)
FanficAda hal-hal yang nyatanya belum usai. Perasaan itu. Perasaan yang coba disingkirkan, nyatanya tidak pernah benar-benar pergi. Setelah bertahun-tahun berlalu dan kembali bertemu, apa perasaan yang tidak pernah benar-benar pergi itu bisa berjalan beri...