Bagian Sepuluh

12K 735 46
                                    

Malam kesekian di karantina. Di babak delapan besar. Jam menunjukkan pukul sebelas malam saat Rony berjalan menuju tempat rahasianya. Dengan membawa gitar juga sebuah buku catatan kecil, Rony berjalan santai menyusuri koridor hotel yang sudah sepi.

Namun saat beberapa langkah lagi Rony tiba, ia melihat seseorang sudah lebih dulu ada di saja. Dan Rony tahu siapa dia. Salma duduk di sana sambi menatap ke arah luar lewat jendela kaca besar. Rony menarik napas dalam, melanjutkan langkah.

"Hai, Sal." Sapa Rony lebih dulu.

Salma menoleh, "Hai, Ron."

"Wih, bawa gitar nih." Ucap Salma riang.

"Ngapain tadi? Bengong?" Tanya Rony, mengabaikan ucapan Salma sebelumnya.

"Enggak," jawab Salma dengan nada serupa anak kecil. "Lagi liat pemandangan."

"Liat pemandangan sambil bengong."

"Apaan sih, Ron. Gak asik ah."

Roni tertawa kecil. Kini ia dan Salma duduk bersisian.

"Ngapain bawa gitar?" Tanya Salma. Membuka topik pembicaraan baru.

"Iseng," jawab Rony pelan.

Saking pelannya membuat Salma mengembuskan napas. Kalau mengobrol dengan Rony ia harus mensiagakan kupingnya agar benar-benar mendengar apa yang Rony katakan.

"Ngomongnya kencengan dikit napa, Ron."

"Iseng," Rony mengulang jawabannya dengan suara lebih nyaring dari sebelumnya. "Masih gak kedengeran?"

"Yaudah, iya segitu."

Kemudian Rony mulai memaikan gitarnya. Memaikan lagu yang akan ia bawakan duet nanti bersama Salma. Salma yang mendengarnya langsung tersenyum.

"Nyanyi, Ron." Tukas Salma.

Rony langsung menyanyikan bait pertama, di susul Salma mengambil bagiannya. Jadilah mereka latihan dadakan menyanyikan lagu Jangan Ada Dusta Di Antara Kita. Lagu yang dirilis pertama kali di tahun sembilan puluhan.

"Gak sesusah itu kan?" Ucap Rony saat mereka selesai menyanyikan lagu duet mereka senin nanti.

"Ya kalo nyanyinya kayak gini, ya ga susah." Sahut Salma. "Di panggung nanti beda cerita," sambungnya.

Rony tersenyum kecil, lucu melihat Salma. Makin Salma kesal, Rony makin senang melihat ekspresi wajahnya.

"Btw, Sal...."

"Apa?"

"Orang belum selesai ngomong, langsung nyahut aja."

"Iya iya, lanjut."

"Lo sedih gak kemarin dia yang pulang?"

Pertanyaan yang Rony ajukan benar-benar di luar dugaan Salma. Membuat Salma menjadi heran.

"Kok nanya gitu?" Salma menatap Rony yang asik dengan gitarnya.

"Enggak, nanya doang," sahut Rony. "Sedih gak?"

Salma menarik napas dalam, menatap ke arah luar jendela kaca besar. Menatap jalanan di bawah sana yang terlihat sangat ramai. Saat ini sedang hujan. Ternyata menatap hujan dari tempat setinggi ini lumayan menyenangkan.

"Sedih ya sedih sih. Gue kenal sama dia dari jaman audisi. Gue seneng ngobrol sama dia, becanda. Satu frekuensi aja sih. Terus gue seneng sama cara bicara dia, dia kalo ngomong tuh lembut banget."

Rony manggut-manggut mendengar kalimat panjang Salma. Tidak menyela satu katapun.

"Tapi, yang namanya kompetisi harus ada yang pulang. Jadi yaudah." Lanjut Salma lagi.

Kembali (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang