Bagian Dua Puluh Enam

10.8K 887 105
                                    

Pagi hari yang terbilang cerah. Cahaya matahari menelusup masuk lewat celah tirai jendela juga ventilasi udara. Cahayanya menimpa apa saja. Terasa hangat.

Salma baru selesai menelpon Rony. Memastikan kalau lelaki itu sudah bersiap. Tapi nyatanya dia belum mandi. Kalau tidak ditelpon dan diingatkan, mungkin dia sudah kembali tidur. Dasar Rony, si tukang tidur.

Mengabaikan kalau mungkin mereka tidak berangkat sesuai jam yang sudah disepakati semalam, sebab sepertinya Rony akan telat untuk menjemputnya. Salma kembali menatap pantulannya di cermin. Menatap dirinya di sana. Apa sudah terlihat cantik? Ah, Salma geleng-geleng sendiri kenapa jadi segugup ini.

Salma kembali menarik napas dalam untuk kesekian kalinya. Kali ini, ia benar-benar merasa tegang. Padahal ini bukan kali pertama Salma bertemu keluarga Rony. Tapi sekarang rasanya berbeda. Ada degup yang riuh di dalam dirinya.

Hari ini Salma mengenakan dress berwarna cream muda dengan kerudung berwarna coklat yang nampak senada dengan dress yang ia kenakan. Berkali-kali Salma memutar tubuhnya di depan cermin. Mengira-ngira apa pilihan bajunya sudah pas. Atau ia harus menggantinya dengan model lain. Berkali-kali pula Salma menghela napas panjang. Heran pada tingkahnya sendiri.

Satu jam setelah Salma menelpon Rony. Akhirnya lelaki itu muncul di hadapan Salma. Hari ini mungkin semesta sedang kembali berkonspirasi, Rony mengenakan pakaian yang senada dengan dress yang dipakai Salma. Lelaki itu mengenakan kaos berwarna cream dan jaket berwarna coklat.

"Ron, aku ganti baju aja kali ya?" Ucap Salma dengan sedikit gelisah.

Rony tertawa kecil melihat tingkah Salma. "Ngapain ganti baju? Udah bagus kok. Cantik."

Pipi Salma serasa panas mendengar kata cantik yang Rony ucapkan. "Tapi kok mendadak gak pede ya pake dress gini. Ganti aja kali ya, pake celana."

"Gak usah ganti, Salma." Ucap Rony lembut sepaket dengan lengkungan sempurna dari bibirnya.

"Beneran gak usah ganti?"

"Iya, enggak usah. Udah cantik kok."

"Jangan ngeledek."

"Siapa yang ngeledek sih," Rony geleng-geleng kepala. "Kan aku bilang cantik, gak ngeledek. Karena emang beneran cantik kok."

"Ron," ucap Salma dengan nada rengekan khas anak kecil.

"Udah ya," suara Rony terdengar lembut. "Kita berangkat."

Salma menarik napas dalam, mengangguk.

Mereka berdua beriringan keluar dari rumah Salma. Setelah sebelumnya Salma pamit pada asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya. Bilang kalau semisal ada yang mencari, Salmanya sedang pergi keluar.

Di dalam mobil, Salma nampak gelisah. Degup jantungnya sulit sekali dibuat tenang. Pikirannya pergi ke mana-mana. Takut memunculkan kesan tidak baik di depan orangtua Rony nanti. Takut ia akan bertingkah konyol. Segala kemungkinan buruk sedang bermain di pikiran Salma.

"Grogi ya?" Tanya Rony dengan satu senyuman tipis.

Salma mengangguk, "Takut, Ron."

"Kenapa takut?"

"Takut nanti aku malah bertingkah konyol terus orangtua kamu gak suka gimana?"

"Ya jangan bertingkah konyol" sahut Rony santai.

"Ih, kamu tuh gak ngerti." Kesal Salma. Ia sedang grogi, Rony malah mengajak bercanda.

"Santai, Sal. Kan gak sendiri. Sama aku."

"Deg-degan, Ron."

Rony tersenyum lebar, tingkah Salma benar-benar terlihat lucu. Membuatnya gemas.

"Kamu tuh lucu tau gak sih."

Kembali (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang