Bagian Dua Puluh Lima

11K 841 103
                                    

Rony bangun dengan hati yang penuh dengan bahagia. Sudah seminggu ini ia merasa jauh lebih bahagia. Hatinya ringan sekali untuk tersenyum perkara apapun. Lupa kalau ia telah melewati lima tahun dengan usaha keras untuk bahagia.

Iya, hari setelah malam itu. Setelah pelan-pelan jarak menyusup di antara hubungannya dan Salma. Ada satu bagian dari dirinya yang hilang seiring jarak yang datang. Dan itu ternyata menjadi masalah besar tanpa Rony sadari. Rony kehilangan daya untuk bahagia. Ia harus berusaha lebih keras untuk tetap bisa merasa bahagia.

Seseorang pernah bilang, sesulit apapun hidup jangan pernah kehilangan alasan untuk bahagia. Dan kalimat itu yang menyelamatkan Rony selama lima tahun kebelakang.

***

Di suatu sore, di ibukota.

Salma dan Rony baru saja menyelesaikan rekaman untuk lagu duet mereka yang kedua. Dan masih ada dua lagu lagi yang harus mereka selesaikan sebelum mini album duet mereka resmi rilis. Mini album yang sekaligus menjadi album debut mereka di blantika musik tanah air selepas ajang pencarian bakat yang mereka ikuti selesai.

Menyenangkan rasanya memulai satu lagi langkah besar di dalam hidupmu bersama seseorang yang diam-diam mencuri satu tempat istimewa di dalam hatimu. Sekalipun baik Salma maupun Rony, keduanya masih meraba bagaimana perasaan mereka satu sama lain. Tapi yang jelas, bagi Rony, Salma berhasil menempati satu sudut di hatinya. Dan bagi Salma, Rony adalah seseorang yang ingin ia lihat kebahagiaannya.

"Lo seneng gak sih, Sal?" Rony bertanya pelan, ia menikmati embusan angin sore yang terasa sejuk.

"Seneng soal apaan?"

"Soal bagaimana hidup lo sekarang, pencapaian lo sampai saat ini."

Salma tersenyum lebar, angin sore membuat ujung jilbabnya melambai pelan. "Ya seneng lah," ucapnya terdengar riang.

Rony menatap Salma dengan senyum lebar, "Gue salut sama lo."

"Widih, tumben amat pak." Kali ini Salma tergelak.

"Gue serius," tukas Rony. "Gue paham gimana susahnya berjuang berulangkali setelah gagal berkali-kali. Gue tahu rasanya, Sal."

Mendengar apa yang Rony katakan membuat Salma menarik napas dalam, lantas tersenyum menatap Rony. "Itu karena lo juga ada di posi gue, Ron. Lo juga berulang kali gagal, tapi gak pernah kapok buat balik usaha lagi."

Rony tersenyum sambil beralih menatap lurus ke depan. Saat ini mereka ada di salah satu restoran di tengah ibukota. Restoran yang resmi menjadi favorit mereka untuk duduk berdua sejak kali pertama Rony mengajak Salma ke tempat ini.

"Jadi gue juga salut sama, lo." Ucap Salma lagi. Sekarang ia ikut menatap lurus ke depan. Membiarkan angin membuat jilbab melambai.

"Gue seneng kalau lo seneng, Sal." Kalimat yang Rony ucapkan dengan pelan itu, entah kenapa terdengar sedikit berbeda di telinga Salma.

"Terus kalau gue sedih, lo ikutan sedih gitu?

"Iya," sahut Rony cepat.

"Aneh lo."

"Gue serius, Salma." Ucap Rony sambil menatap Salma lamat-lamat. "Jadi lo harus selalu bahagia ya. Repot gue kalau lo sedih."

Salma tersenyum samar, "Iya, gue bakal selalu berusaha buat bahagia. Tapi kalau sesekali sedih kan gak apa-apa."

"Iya gak apa-apa," sahut Rony. "Tapi jangan berlebihan. Gak baik ."

"Lo kenapa sih, Ron? Kok jadi aneh."

Rony menyeringai. Mengabaikan ucapan Salma. Ia memilih tetap diam sambil menikmati pemandangan sekitar.

"Dasar, Rony." Salma geleng-geleng kepala. Kadang Rony memang begitu, lelaki itu terkadang bisa sangat bijak, juga sweet. Salma tersenyum sendiri.

Kembali (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang