Bagian Enam

12K 747 12
                                    

Waktu melesat cepat, kompetisi berjalan makin ketat. Satu persatu kontestan tersingkir. Makin sedikit kontestan yang tersisa, hubungan pertemanan di antara mereka makin dekat. Namun, hubungan Salma dan Rony biasa saja. Mereka hanya kenal sebagai sesama kontestan. Sesekali bercanda sekadarnya. Di luar itu mereka tidak pernah mengobrol lebih.

Bagi Salma, Rony adalah lelaki aneh yang sering membuatnya kesal. Sebaliknya bagi Rony, Salma adalah perempuan berisik yang tidak bisa diam.

Satu malam, saat Salma baru kembali dari lantai bawah. Saat di persimpangan menuju koridor kamarnya. Ia tidak sengaja melihat seseorang yang duduk di lantai sambil menatap ke arah luar jendela. Salma urung kembali ke kamarnya. Ia memperhatikan siapa laki-laki itu. Sedang apa ia ada di sana malam-malam begini.

Salma melangkah mendekat.

"Rony!" Salma berseru.

Rony menoleh, mendapati Salma berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk.

"Ngapain lo?" Tanya Rony.

"Lo yang ngapain duduk di sana malam-malam begini, ketahuan dimarahin lo."

Rony tidak menanggapi ocehan Salma. Ia memilih kembali menatap ke arah luar jendela. Menatap gedung-gedung tinggi di luar sana. Menatap kerlip lampu dari gedung-gedung juga dari kendaraan di bawah sana yang serupa mainan kalo dilihat dari tempatnya berada saat ini.

Salma yang berdiri beberapa langkah dari tempat Rony duduk masih mematung. Ia memerhatikan Rony seksama. Entah kenapa, Salma merasa ada yang aneh.

"Lo kenapa?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja seiring Salma yang ikut duduk di lantai, di samping Rony.

"Gak apa-apa," Rony menjawab pelan. Ia sempat menoleh sekilas ke arah Salma.

"Boong banget."

"Gak usah sok tau."

"Muka lo kayak orang banyak beban tau gak."

"Emang beban lo gak banyak?"

Salma menghela napas, "Tiap orang pasti punya bebannya masing-masing. Tinggal gimana ngadepinnya aja."

Rony kembali diam, kembali asik dengan pemandangan di luar sana.

"Lo kenapa sih, Ron?"

"Gak apa-apa."

"Yaudah kalo gak mau cerita." Salma bangkit dari duduknya, "Lo cepet balik kamar. Gue takut lo ketiduran di sini."

"Iya, udah sana lo, balik." Tukas Rony.

"Oke, bye." Salma melangkah menjauh. Namun ia sempat menoleh, menatap Rony yang kembali menatap ke arah luar.

Sejujurnya, di balik sikap menyebalkan Rony. Lelaki itu menyimpan banyak hal misterius. Jarang sekali Salma melihatnya bicara. Kadang Rony memang senang bercanda saat berkumpul. Selebihnya dia lebih banyak menyendiri.

Sepeninggal Salma, Rony kembali memandang ke arah luar jendela kaca besar yang ada di hadapannya. Salma benar, mungkin wajahnya memang dengan jelas menampakan beban berat.

Ada di kompetisi ini, tekanan amat berat dirasakan tiap kontestan. Termasuk Rony. Ia memang terlihat cuek. Tapi di saat seperti ini, saat ia sendirian. Pikirannya kemana-mana, memikirkan banyak hal. Apa usahanya sudah cukup keras selama ini? Apa posisi yang ia dapat saat ini memang pantas ia dapat kan?

Terkadang, Rony merasa mereka yang sudah tersingkir lebih dulu, lebih pantas untuk ada di posisinya sekarang. Namun di sisi lain, Rony sangat bersyukur masih ada di kompetisi ini.

Dari ribuan orang, tinggal mereka bersepuluh yang masih bertahan. Bukan hal yang mudah ada di posisi saat ini.

Rony menghela napas. Masih tidak beranjak. Masih memikirkan banyak hal.

***

Salma bergelung di balik selimut. Tapi matanya masih enggan terpejam. Sementara teman sekamarnya sudah terlelap.

Entah kenapa, Salma jadi memikirkan Rony. Tidak pernah ia melihat Rony seperti tadi. Ia merasa ada sesuatu yang tidak baik-baik saja. Salma ingin tidak peduli. Sebab siapa Rony? Mereka tidak terlalu dekat, hanya teman sebatas sesama kontestan. Tapi Salma tidak bisa menahan rasa khawatir yang tiba-tiba mendekap dirinya.

Berkali-kali Salma mengubah posisi tidurnya. Sambil memaksa untuk tidur. Tapi tetap tidak bisa.

"Oke, gue samperin. Tapi semoga aja tu anak udah balik ke kamarnya." Ucap Salma pelan.

Salma bangkit dari tempat tidur dengan hati-hati. Lantas ia berjalan pelan ke arah pintu. Sudah jam satu dini hari. Entah kenapa, Salma khawatir kalau Rony masih ada di tempat itu. Dari pada tidak bisa tidur karena kepikiran. Lebih baik, Salma cek sendiri apa Rony sudah kembali ke kamarnya atau masih duduk di tempat itu.

Salma berjalan pelan di koridor hotel. Suasama terlihat sepi sekali. Tidak ada satu pun orang yang terlihat melintas. Tinggal beberapa langkah, Salma tiba di tempat di mana tadi ia melihat Rony duduk.

Dan pemandangan di tempat itu membuat Salma menarik napas dalam. Rony tertidur dengan bersandar pada jendela kaca besar itu. Salma melanjutkan langkah berniat membangunkan lelaki itu untuk menyuruhnya kembali ke kamar.

Setibanya di dekat Rony, Salma tidak langsung membangunkannya. Ia justru memperhatikan wajah Rony. Ia tatap tiap lekuk wajah lelaki itu. Menatapnya seksama. Dan entah kenapa, satu senyuman terbit di wajah Salma.

"Ron, bangun." Salma menggoyangkan lengan Rony. "Bangun, Ron."

Sepasang mata Rony mengerjap, mengumpulkan kesadarannya. Ia menegakkan tubuh. Menatap siapa yang membangunkannya.

"Salma?" Ucapnya heran. "Kenapa ada di sini?'

"Balik ke kamar sana. Ngapain lo tidur di sini, nanti masuk angin." Tukas Salma tanpa menghiraukan pertanyaan Rony barusan.

"Jam berapa?"

"Jam satu."

Rony menarik napas dalam. Mengumpulkan tenaga untuk bangkit.

"Lo juga balik ke kamar sana."

"Bareng jalannya."

Untuk beberapa detik, Rony menatap Salma heran. Ada apa dengan perempuan di depannya ini? Begitu pikir Rony.

"Malah bengong," tegur Salma yang sudah kembali berdiri. "Ayo cepet."

"Iya, iya." Menghiraukan keherannya dengan sikap Salma. Rony bangkit berdiri.

Lantas ke duanya berjalan bersama menyusuri lorong hotel tempat mereka menginap. Kamar mereka yang berseberangan, membuat mereka tiba bersamaan di depan pintu.

"Sal," panggil Rony.

"Iya, kenapa?" Salma menoleh dengan tangan yang masih memegang ganggang pintu.

"Thanks udah ngebangunin."

Salma tersenyum, "Sama-sama."

Keduanya lalu menghilang di balik pintu kamar masing-masing. Salma kembali ke tempat tidur untuk berusaha tidur. Sementara Rony langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. kembali untuk melanjutkan tidur yang terjeda.

Tapi, ada satu senyum yang berusaha Rony sembunyikan. Entah kenapa, Rony merasa senang Salma sudah membangunkannya tadi. Perasaan senang yang di detik selanjutnya justru coba Rony tampik.

Rony takut kalau merasa senang.

***


Note : Hai guys, gimana kabarnya? Semoga baik ya. Terus yang puasa, puasa juga semoga lancar.

Gimana ceritanya di bagian ini? Semoga masih suka sama jalan ceritanya ya.

Happy reading :)


Kembali (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang